21. Bersama

▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen sama share, ya.

~~~

Veni berada di dalam mobil saat membuka mata dengan Raka di sampingnya. Kini tangan dan kakinya bebas bergerak tanpa diikat serta mulutnya tidak lagi terpasang kain. Dia mencoba mengamati keadaan sekitar. Hari sangat cerah tanpa awan sedikit pun menghiasi langit. Wanita yang memijit ringan pergelangan tangannya itu menyipit menatap bangunan di seberang.

"Kita di mana? Bukannya itu penjara?" tanyanya kepada Raka.

"Bener banget. Ternyata lo pinter juga, ya." Bukan Raka yang menjawab, melainkan wanita yang duduk di kursi pengemudi.

"Ngapain kita ke sini?"

"Lo liat aja nanti."

Wanita itu memberikan sebuah laptop kepada Raka setelah memasang kamera kecil di bajunya.

"Gue tau lo nggak salah. Tapi, ini cara kami untuk mendapatkan keadilan. Lo bisa liat kebenarannya dari situ." Wanita itu menunjuk laptop dengan matanya lalu keluar dari mobil meningalkan sang adik bersama Veni.

Veni hanya mengernyit sambil terus memperhatikan wanita itu hingga keluar dari mobil. Dia menatap Raka sambil menaikkan alis. Namun, pria itu tidak memedulikan tatapannya yang penuh tanya. Pria itu sibuk menyalakan laptop.

Setelah menyala, Veni mengamati Raka yang tengah mengotak-atik laptop. Beberapa saat kemudian, layar menampilkan gambar sebuah lorong. Kemudian, terdengar suara kakak Raka berbicara.

"Gue udah di lokasi. Apa yang lo rencanain dengan pergi ke lapas? Lo mau ngerjain gue?"

"Tunggu! Ada beberapa hal yang harus gue periksa. Lo mau kebenaran di balik kasus lima tahun lalu itu, kan? Gue rasa jawabannya ada di sini."

"Maksudnya?"

"Nanti juga lo tau. Lo bisa ikut masuk dan denger sendiri di dalam."

Veni mendengarkan dengan saksama percakapan dalam video tersebut.

"Itu ... kakak lo ngobrol sama Mas Glen?"

Raka langsung menoleh menatap Veni. Setelah hanya saling menatap beberapa detik, pria itu langsung memalingkan wajah dan kembali fokus ke layar laptop.

"Gue harus ke sana. Gue mau ketemu Mas Glen."

Veni hendak membuka pintu mobil, tetapi Raka dengan sigap menahan lengannya.

"Lo mau ke mana? Gue minta lo tetep di sini. Lo harus liat apa yang terjadi di dalam. Nanti pasti gue anterin lo ke Glen."

"Kenapa gue harus nurutin mau lo?"

Veni menepis tangan Raka lalu bersandar di kursi mobil sambil melipat tangan di depan dada.

"Gue mungkin nggak akan nyakitin lo. Tapi, lo tau sendiri gimana kakak gue."

Veni bergidik mengingat perlakuan kakak Raka kepadanya. Panas di pipi akibat tamparan keras dari wanita itu masih membekas dalam ingatannya. Dia pasrah dan ikut fokus menatap layar laptop.

Gambar berpindah dari lorong panjang ke sebuah ruangan. Veni menatap lebar layar tersebut saat wajah Glen, Bagas dan Beni muncul.

"Om Beni?"

Veni menoleh ke Raka. Bagaimana pria itu mengenal Beni?

"Lo tau Pak Beni?"

"Dia ... Om Beni yang bantu gue sama kakak gue selama ini."

"Hah?"

"Setelah orang tua gue meninggal, Om Beni yang bantu biayai hidup kami. Sampek kami bisa lulus sekolah."

Veni tidak menyangka jika Beni yang dikenalnya itu memiliki sisi baik. Namun, dia penasaran dengan alasan Glen membawa kakak Raka ke sana.

"Kita denger dulu kenapa Mas Glen bawa kakak lo ketemu Pak Beni."

Raka mengangguk. Kemudian, mereka menatap lekat layar laptop.

"Jadi, Om Beni dalang di balik semua kasus lima tahun lalu? Om Beni juga yang ngebuat orang tuaku meninggal? Dan dengan gampangnya Om Beni menawarkan bantaun buat aku sama Raka?"

Terlihat di layar Beni hanya menunduk malu.

"Aku bener-bener nggak nyangka Om sejahat itu. Jadi, selama ini aku hidup dari uang musuh orang tuaku sendiri? Om bener-bener jahat."

Tanpa mendengar kelanjutan pembicaraan itu, Raka langsung menutup laptop. Veni melihat pria itu menarik napas panjang lalu mengembuskannya.

"Lo nggak apa-apa, Ka?" tanya Veni hati-hati.

"Gue anter lo ketemu Glen," balas Raka singkat.

"Tapi, kakak lo?"

"Ini perintah dari dia."

Sebelum Raka pindah ke depan, Veni menahan lengan pria itu.

"Boleh gue minta satu hal?"

Raka menaikkan alis sebagai ganti tanya.

"Gue minta lo bikin klarifikasi soal kafe Mas Glen. Boleh?"

Raka tersenyum tipis. "Lo masih aja mikirin dia."

Setelah itu tidak ada obrolan lagi di antara mereka. Sepanjang perjalanan Beni menatap ke luar jendela, sementara Raka fokus menyetir.

Dua jam perjalanan, mereka tiba di depan kafe. Raka hanya menurunkan Veni di sana lalu pergi begitu saja tanpa kata perpisahan.

Satu bulan kemudian, Veni bersiap pergi kafe. Setelah terakhir pertemuannya dengan Raka, pria itu menghilang dari kehidupannya. Peegi dari kampus dan kafe tanpa penjelasan apa pun. Dia sudah mencoba menghubungi ponsel pria itu, tetapi tidak tersambung.

"Siang semua!" sapa Veni kepada pegawai kafe.

"Ceria banget lo? Abis dapet rezeki nomplok?"

"Ih, Zoya tau aja, deh."

"Dapet apaan lo?"

"Ujian gue baru kelar, dong. Abis ini liburan."

"Gitu aja seneng?"

"Ya seneng, dong. Capek tau kuliah mulu. Pengen cepet nikah biar ada yang biayain."

"Kode keras, tuh. Mas Glen!"

Veni langsung menoleh ke kanan ke kiri saat Zoya menyebut nama pria itu.

"Hush! Kalo orangnya denger bisa salah paham, loh."

Zoya menjulurkan lidah lalu tidak mengacuhkan Veni dan beralih kepada pengunjung yang baru datang.

Sesuai permintaan dari Veni, beberapa hari setelah kejadian itu Raka mengunggah sebuah video klarifikasi dan perminta maaf kepada Er Cafe. Setelah itu, wanita yang telah mengunggah video menjelek-jelekkan Er Cafe juga mengunggah video permintaan maaf. Akhirnya, Glen berdamai dengan wanita itu dan memberi voucer gratis selama satu minggu kepada wanita tersebut.

"Hei! Fokus!"

Veni menoleh dan menemukan Glen tersenyum manis kepadanya. Pria itu mulai membuka diri untuk Veni. Bahkan, Glen sudah menyatakan cinta kepada Aqila untuk mengakhiri perasaan sepihaknya.

"Baru dateng?" tanya Veni.

"Aku dari tadi di ruangan."

"Kirain baru dateng. Ya udah buruan ke meja barista. Udah banyak yang nungguin barista ganteng, tuh," ucap wanita itu sambil menunjuk dengan mata kepada pengunjung wanita yang sudah melirik-lirik.

"Boleh kalo mereka ngantri di mejaku?"

Veni memajukan bibir. "Nggak boleh. Tapi, demi mengembalikan nama Er Cafe aku harus sabar."

Glen mengusap lembut kepala Veni. "Makasih, ya anak baik."

"Cuma anak baik?"

"Terus maunya apa? Calon istri?"

Veni melebarkan mata mendengar ucapan Glen barusan.

"Boleh?"

"Kuliah dulu yang rajin. Nanti kalo udah lulus baru bisa jadi calon istri. Masak aku nikahin anak kecil?"

"Aku bukan anak kecil lagi, Mas!"

Glen menarik Veni mendekat lalu mencium kening wanita itu singkat. Setelah itu, dia pergi ke meja barista.

"Selamat bekerja barista ganteng idaman hatiku!" seru Veni yang membuat seluruh pengunjung kafe memperhatikannya.

Wanita itu segera berlari ke dapur sambil tersenyum malu.

Jumlah kata: 1050

TAMAT

~~~


Tuh, Ven denger. Harus lulus kuliah dulu. Semangat kuliahnya biar cepet lulus terus dilamar sama Mas Glen.😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top