Chapter 8 - Rencana Kedua

Barbie and The Legend of Erythrina

C H A P T E R  8

***

Hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan demi bulan telah berlalu. Enam bulan tanpa terasa telah berlalu. Dan Myristi sudah menyelesaikan enam bulan pertamanya di Delonix dengan cukup baik. Hanya tinggal acara pengesahan dirinya menjadi murid terbaik dari Tingkat Satu yang akan dilangsungkan sebentar lagi di ruang makan Delonix.

Myristi menatap pantulan tubuhnya lewat cermin. Semuanya masih sama seperti ketika ia menatap dirinya dengan cara yang sama pada hari pertama di ajaran baru enam bulan yang lalu. Tetapi, sekarang ada yang berbeda di mata gadis muda itu. Netra kuning kehijauan miliknya kini telah memancarkan pengetahuan.

"Kau sudah siap?"

Myristi berbalik dan melihat Odette yang baru saja bertanya kepadanya, kini sedang menyilangkan tangannya di depan dada. Dan untuk menjawab pertanyaan Odette tadi, Myristi menganggukkan kepala.

"Kau yakin, bahwa kaulah yang akan menjadi murid terbaik dari Tingkat Satu?" tanya Odette lagi.

Enam bulan yang Myristi dan Odette lewati bersama di Delonix, membuat keduanya kini semakin dekat. Odette kini tidak lagi bersikap acuh tak acuh kepada Myristi seperti saat mereka pertama bertemu. Odette sering membantu Myristi ketika gadis berambut pirang itu kesulitan dalam Kelas Sejarah Delonix. Odette mengetahui sedikit lebih banyak tentang Delonix daripada Myristi dan buku-buku di perpustakaan. Odette bilang, pengetahuannya itu didapatkan dari ibunya yang dulu adalah seorang lulusan Delonix.

Seperti apa yang dilakukan Odette kepada Myristi, maka begitu juga sebaliknya. Myristi membantu Odette saat gadis berambut cokelat bergelombang itu ingin melatih kemampuan memanahnya. Meskipun Myristi lebih suka dan mahir dalam berpedang daripada memanah, tetapi tidak ada yang salah dengan mengajarkan Odette. Myristi juga membantu Odette dalam mempelajari beberapa mantra dasar yang tingkat kesulitannya sudah cukup tinggi.

Semua yang Myristi dan Odette telah lewati bersama-sama di Asrama Delonix selama enam bulan terakhir, benar-benar semakin menyatukan mereka.

Dan ketika mendengar pertanyaan yang Odette ajukan, lantas saja Myristi mengangguk dengan tegas tanpa keraguan.

"Aku sudah melewati enam bulan dengan sulit. Aku sudah berusaha dengan segala kemampuanku untuk mempelajari semua hal di Delonix, meskipun hati dan pikiranku masih membayangkan Anaphalis. Aku tidak bisa tidak mendapatkan penghargaan sebagai murid terbaik itu. Kau yang tahu dengan jelas bagaimana perjuanganku. Dengan semua itu, bagaimana mungkin aku masih meragukan diri sendiri?" tanya Myristi yang jelas tidak membutuhkan jawaban dari Odette.

Odette tersenyum tipis bergitu mendengar jawaban Myristi. "Terkadang aku menyesal mengapa harus membantumu menjalankan rencana-rencana itu jika pada akhirnya, kau hanya akan pergi," renung Odette.

"Tapi, ternyata kau masih membantuku. Karena kau tau aku akan selalu mengingatmu, sekalipun aku dikirimkan kembali ke Anaphalis," balas Myristi sambil tersenyum.

Odette berjalan mendekati Myristi hingga berdiri di depan gadis berambut pirang itu dan mengamatinya dengan lekat. "Tapi ... apa Delonix sangat buruk sehingga setelah enam bulan berada di sini pun, kau masih memimpikan Anaphalis?" tanya Odette penasaran.

Myristi menggeleng cepat. "Ini bukan masalah baik atau buruk. Tapi, Anaphalis adalah impianku sejak dulu. Sangat sulit untuk melupakannya," jelas Myristi.

"Sudahlah, aku mengerti. Aku juga mempunyai impian. Jadi ...." Odette mengulurkan tangannya ke arah Myristi dan berkata, "Siap untuk menyambut keberhasilanmu, Nona?"

Myristi tersenyum lebar dan menyambut uluran tangan Odette. "Tentu saja," jawab Myristi.

Myristi dan Odette keluar dari kamar sambil tertawa. Mereka berjalan melewati lorong-lorong dan menuruni anak-anak tangga yang kini telah sangat mereka hafal. Sesampainya di ruang makan, Barbie dan Odette langsung mengambil tempat mereka. Sudah banyak murid yang berkumpul di ruangan itu sekaligus untuk makan malam. Suasana riuh sangat mendominasi ruang makan pada malam itu.

Dan tidak perlu menunggu lama, seorang perempuan tua berkharisma dengan kacamata yang menggantung di lehernya, naik ke podium yang terdapat di depan ruang makan. Kepala Asrama Delonix itu lalu memukulkan sendok ke sebuah gelas kaca untuk menarik perhatian seluruh murid. Dan langsung, para murid yang tadinya sangat sibuk berbicara satu dengan yang lain, kini mendadak menjadi diam dan menaruh perhatian pada sang kepala asrama.

Perempuan tua berkharisma itu tersenyum. "Selamat malam, Delonix," sapa sang kepala asrama yang langsung mendapat balasan yang sangat antusias. Sang kepala kembali memukulkan sendok pada gelas kaca sebelum melanjutkan kata-katanya. "Seperti yang sudah kalian ketahui bahwa setiap periode enam bulan sekali, Delonix akan memberi penghargaan dengan mengumumkan siapa saja para murid terbaik dari masing-masing tingkat."

Tepuk tangan yang sangat meriah langsung bergema di seluruh ruang makan saat sang kepala asrama menyampaikan pidato singkatnya.

"Sekarang, aku akan mengumumkan siapa saja yang berhasil menempati posisi sebagai murid terbaik selama enam bulan terakhir. Dari Tingkat Enam, kuberikan penghargaan sebagai murid terbaik kepada Elena!"

Tepuk tangan yang tidak kalah meriah kembali mewarnai ruang makan ketika Elena bangkit berdiri dan mengucapkan terima kasih kepada semua murid. Setelahnya, gadis itu kembali duduk untuk mendengarkan pengumuman murid terbaik dari Tingkat Lima.

Myristi menunggu sang kepala asrama mengumumkan murid terbaik dari Tingkat Lima, Empat, Tiga, dan Dua. Hingga tiba saatnya untuk mengumumkan siapa yang berhasil menjadi murid terbaik dari Tingkat Satu.

"Dan dari Tingkat Satu, kuberikan penghargaan sebagai murid terbaik kepada ...." Sang kepala asrama melebarkan senyum dan kembali mengumumkan. "Myristi!"

Myristi langsung menatap ke arah Odette sambil berdiri dari duduknya. Gadis berambut pirang itu tersenyum kepada semua murid yang ada di ruang makan lalu kembali duduk.

"Sekarang, kalian dapat melanjutkan perayaan kalian malam ini. Kuucapkan selamat kepada keenam murid terbaik. Dan untuk kalian yang belum terpilih, berusahalah di enam bulan berikutnya. Selamat malam, Delonix!" tutup sang kepala asrama.

Myristi dan Odette melanjutkan makan malam mereka malam itu. Namun, Myristi tahu dia harus segera menemui sang kepala asrama itu secepatnya untuk kembali mengutarakan permintaannya. Myristi berpikir bahwa mungkin besok pagi ia akan kembali mengunjungi kantor Kepala Asrama Delonix itu.

Setelah makan malam, semua murid kembali ke aktivitas mereka masing-masing. Myristi dan Odette yang sedang berjalan keluar dari ruang makan, langsung menghentikan langkah mereka ketika mendengar suara Elena yang memanggil dari kejauhan.

"Myristi! Odette!" panggil Elena yang sejak tadi telah memutar pandangannya ke seluruh ruang makan untuk mencari kedua gadis dari Tingkat Satu tersebut. Elena langsung berlari menghampiri mereka berdua. Setelah sampai di hadapan mereka, Elena tersenyum. "Selamat untukmu, Myristi. Kau telah berhasil menjadi murid terbaik dari Tingkat Satu," ucap Elena.

Myristi balas tersenyum. "Selamat untukmu juga, Elena. Kau memang yang terbaik," ucap Myristi membuatnya dan Elena tertawa.

"Ah, Myristi. Kepala Asrama Delonix ingin menemuimu. Beliau memintamu untuk datang ke ruangannya sekarang juga. Sepertinya Kepala Asrama Delonix ingin memberimu sesuatu," gurau Elena.

Myristi tersenyum. "Baiklah, aku akan segera ke ruangannya," jawab Myristi.

"Baik. Kalau begitu aku harus segera pergi. Anak Tingkat Enam sudah menungguku. Sampai jumpa, Myristi. Sampai jumpa, Odette," pamit gadis itu dan pergi menjauh.

Myristi memandang Odette seperti meminta pendapat. Dan Odette mengangguk untuk membalas pandangan Myristi.

"Pergilah. Semakin cepat maka akan semakin baik, bukan? Aku akan menunggumu di kamar," ujar Odette.

Myristi menghela napas dan tersenyum. "Baiklah, sampai bertemu di kamar."

"Semoga berhasil," ucap Odette.

Myristi dan Odette berpisah di ruang makan. Myristi melewati beberapa lorong untuk dapat sampai di kantor sang kepala asrama. Myristi mengetuk pintu ruang Kepala Asrama Delonix dan membukanya begitu wanita tua itu memberikan izin untuk masuk.

Sang Kepala Asrama yang sedang sibuk dengan sesuatu di meja kerjanya, langsung mengalihkan perhatian dan mengangkat kepala begitu terdengar suara pintu yang terbuka. Dia tersenyum dan berdiri menyambut Myristi yang sedang berjalan mendekatinya.

"Ah, Myristi. Kemarilah. Kemari, Nak. Aku sudah menunggumu sejak tadi," sambut sang kepala asrama sambil merentangkan tangan dan tersenyum lebar hingga keriput di wajahnya tampak semakin jelas.

Myristi balas tersenyum. "Aku pun sejak tadi mencari kesempatan untuk menemui Anda, Nyonya. Dan kebetulan sekali ternyata Anda memanggilku ke ruangan Anda."

"Ah, begitu ternyata. Kemari, duduklah," perintah sang kepala yang menyuruh Myristi duduk di kursi yang ada di seberang meja kerjanya. Setelah sang kepala asrama itu menyusul duduk, dia kembali melanjutkan ucapannya. "Aku ingin mengucapkan selamat untukmu. Selamat karena telah berhasil menjadi murid terbaik dari Tingkat Satu. Selamat karena telah berhasil menjadi yang terbaik dari antara yang lainnya. Aku sangat bangga kepadamu, Nak."

Myristi hanya tersenyum dan menundukkan kepala ketika sang kepala asrama memberikannya ucapan selamat atas penghargaan yang telah dirinya terima. Di samping itu, Myristi juga sedang memikirkan kapan waktu yang tepat untuk memberi tahu sang kepala asrama tentang permintaannya.

"Kau telah membuktikan bahwa penilaianku tidaklah keliru. Ketika pertama kali aku melihatmu enam bulan yang lalu, di hari pertama pada tahun ajaran baru, aku telah melihat potensi itu ada pada dirimu. Aku tahu bahwa kau memiliki sesuatu yang berbeda jika dibandingkan dengan murid-murid baru yang lain. Dan aku senang mengetahui bahwa apa yang telah kuduga sebelumnya, ternyata memang benar," ujar sang kepala asrama.

Pandangan sang kepala asrama kini tidak mengarah kepada Myristi. Melainkan, mata tua itu sedang menerawang ke sesuatu yang terasa sangat jauh. Sangat sulit untuk digapai. Dan Myristi hanya diam dan tidak menunjukkan reaksi apa pun selain tersenyum. Gadis itu tengah menunggu waktunya.

Akhirnya, tatapan mata sang kepala asrama kembali berbalik memandang Myristi. Perempuan tua itu menghela napas sebelum melanjutkan kata-katanya. "Aku juga ingin mengucapkan terima kasih kepadamu. Karena kau, pada akhirnya telah menerima untuk tetap tinggal di Delonix. Karena kau pada akhirnya telah melupakan Anaphalis. Karena kau pada akhirnya telah melupakan keinginanmu untuk kembali ke asrama itu. Aku berterima kasih kepadamu untuk itu—"

"Tidak," sanggah Myristi. Kepalanya yang sejak tadi terus menunduk, langsung terangkat begitu mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh sang kepala asrama.

Dan sanggahan Myristi baru saja, kontan membuat senyum di bibir Kapala Asrama Delonix itu menghilang, berganti dengan raut keheranan yang pekat. "Apa …. Apa yang kau katakan?" tanya sang kepala asrama.

"Tidak, Nyonya. Anda jelas telah salah jika mengira bahwa aku telah melupakan Anaphalis. Anda jelas telah keliru jika menganggap bahwa aku telah melupakan Anaphalis dan memilih untuk tetap tinggal di Delonix. Tidak, aku tidak pernah melupakan Anaphalis. Tidak akan pernah bisa. Bahkan selama enam bulan terakhir, tidak pernah sehari pun Anaphalis tidak ada dalam hati dan pikiranku. Aku selalu memikirkan tempat itu. Maaf kalau aku mengecewakan Anda. Tetapi, Anaphalis adalah impianku sejak dulu, cita-citaku sejak kecil, dan mungkin telah menjadi ambisiku selama ini. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan Anaphalis semudah itu, Nyonya? Aku yakin, jika Anda memiliki sebuah mimpi, maka Anda pasti akan mengerti dengan semua yang baru saja kukatakan," jelas Myristi.

Kepala Asrama Delonix yang terpana setelah mendengar semua kata-kata Myristi baru saja, tidak tahu harus bereaksi dan membalas seperti apa. Ketika sang kepala asrama menatap ke dalam mata Myristi yang saat ini sedang berbalik memandangnya, perempuan tua itu dapat melihat dengan jelas apa yang ada di dalam netra kuning kehijauan milik sang gadis. Ada kobaran ambisi akan impian yang belum tercapai di dalam mata itu. Menyadari hal itu, sang kepala asrama langsung mengalihkan pandanga dan berusaha menetralkan rasa terpananya yang masih tersisa sebelum kembali berucap.

"Lalu, apa artinya selama enam bulan terakhir yang telah kau habiskan di Delonix? Enam bukan tentu bukanlah waktu yang sebentar. Selama itu,pasti sudah banyak hal yang telah kau lalui di Delonix. Dalam enam bulan terakhir, kau telah berhasil menguasai banyak ilmu yang telah diajarkan oleh Delonix. Bahkan kau berhasil meraih penghargaan sebagai murid terbaik dari Tingkat Satu. Kupikir dengan mempelajari semua ilmu Delonix, maka kau akan melupakan Anaphalis. Apakah kau tidak merasa bahwa dirimu memang sesuai berada di Delonix?" tanya sang kepala asrama dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah Myristi, tepat saat gadis muda itu menggelengkan kepala dengan tegas untuk menjawab apa yang telah dikatakan oleh Kepala Asrama Delonix itu.

"Kau salah, Nyonya. Aku memang telah melalui banyak hal selama enam bulan terakhir di asrama ini. Delonix juga memang telah memberiku banyak hal. Tetapi, aku melakukan semua itu hanya untuk Anaphalis. Enam bulan yang kulalui adalah masa-masa yang sulit. Aku meraih hasil memuaskan dan mendapatkan penghargaan sebagai murid terbaik dari Tingkat Satu tidak dengan jalan yang mudah. Banyak yang harus kulakukan agar sampai pada posisi ini," jelas Myristi kembali.

Gadis berambut pirang itu menghela napasnya sebelum kembali melanjutkan penjelasannya. "Aku hanya berusaha melakukan apa yang enam bulan yang lalu, di hari pertama pada tahun ajaran baru itu, pernah Anda katakan kepadaku. Bahwa tidak akan ada yang bisa keluar dari Delonix sebelum menguasai semua yang diajarkan oleh asrama ini. Maka, Nyonya, hal itulah yang telah kulakukan saat ini. Aku mempelajari dan menguasai semua yang telah Delonix ajarkan kepadaku dengan baik, aku mendapatka pengharhaan sebagai murid terbaik, hanya agar aku bisa keluar dari Delonix. Hanya agar Anda mau mengirimkanku kembali ke Anaphalis. Dan sekarang hal itulah yang ingin kuminta pada Anda."

Kali ini, Kepala Asrama yang telah memimpin Delonix selama bertahun-tahun itu benar-benar terkejut dan terpana. Perempuan tua itu terperanjat karena keberanian yang terlihat jelas ketika Myristi menyampaikan semua pengakuannya itu. Sang kepala asrama terpukau atas kegigihan yang telah ditunjukkan oleh gadis muda yang kini, sedang menatap dirinya dengan pandangan tegas tanpa ada keraguan sedikit pun. Jelas bahwa gadis itu sama sekali tidak meragukan kata-kata yang telah diutarakannya.

Namun, di luar semua keberanian, kegigihan, dan keinginan yang besar yang telah ditunjukkan Myristi, sang kepala asrama tetap tidak akan bisa memberikan izin untuk Myristi, bisa kembali ke Anaphalis. Sudah sangat terlambat untuk hal itu. Wanita tua itu berulang kali menghela napas. Ada aturan-aturan lama yang mengikatnya, yang tidak bisa dilanggar. Apa pun alasannya. Apa pun keadaannya.

Sang kepala asrama memejamkan matanya sekilas sebelum berkata dengan pelan. "Tidak, Nak. Aku tetap tidak bisa memberikanmu izin untuk pergi ke Anaphalis. Itu adalah hal yang mustahil. Aturannya melarang hal itu. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah memberikannya."

Myristi yang menyipitkan matanya karena kesal dan curiga, jelas tidak dapat menerima apa yang baru saja diutarakan oleh sang kepala asrama. "Aturan apa yang Anda maksud?" tanya Myristi.

Kepala Asrama Delonix itu menggeleng. "Aku tidak bisa mengatakannya. Jangan memaksaku," balas sang kepala asrama.

"Kalau begitu, aku tidak bisa menerima alasan Anda."

"Justru, seharusnya akulah yang belum bisa menerima alasanmu. Mengapa kau sebegitu ingin meninggalkan Delonix? Apakah Delonix sangat buruk untukmu? Apakah Delonix tidak pantas menjadi impian setiap gadis seperti halnya Anaphalis? Dan apakah …. Apakah Delonix memang asrama yang buruk?" tanya sang kepala asrama.

Mendengar pertanyaan sang kepala asrama baru saja, Myristi langsung melebarkan matanya karena terkejut. Tidak menyangka bahwa sang kepala asrama akan menanyakan hal seperti itu. Masih bingung dengan apa yang harus dikatakannya untuk menjawab pertanyaan perempuan tua itu, Myristi memilih diam.

"Apa, Nak? Apa yang telah Delonix lakukan kepadamu sehingga kau sangat ingin meninggalkan tempat ini secepatnya?" tanya Kepala Asrama Delonix itu lagi ketika belum mendapat jawaban apa pun dari Myristi.

Namun, sama seperti sebelumnya, kali ini pun Myristi memilih untuk diam.

Melihat reaksi Myristi tersebut, sang kepala asrama menghela napas dan mengalihkan pandangan ke arah lain. "Sebaiknya kau kembali ke kamarmu sekarang. Malam telah semakin larut,"  perintah sang kepala asrana yang langsung dilakukan oleh Myristi.

Myristi berdiri dari duduknya dan berpamitan kepada sang kepala asrama. Gadis itu keluar dari ruangan sang kepala asrama dan berjalan menuju kamarnya. Kini, selama perjalanan yang singkat itu Myristi benar-benar memperhatikan Delonix dan semua yang sudah dilaluinya selama enam bulan terakhir di asrama itu.

Myristi. juga kembali memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh sang kepala asrama, yang belum bisa dijawabnya. Apakah Delonix memang sangat buruk sehingga Myristisangat ingin meninggalkan asrama itu secepatnya?

Myristi membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam. Dia menemukan Odette yang sedang duduk di ranjangnya sambil membaca sebuah buku. Dan saat pandangan keduanya bertemu, Odette langsung menanyai Myristi.

"Bagaimana?" tanya Odette.

Myristi menggeleng. "Tidak. Kepala Asrama tetap tidak memberikanku izin untuk ke Anaphalis," jawab Myristi.

Odette langsung berdiri dan menghampiri Myristi. "Kalau begitu aku akan mencoba berbicara dengan beliau."

Odette beranjak hendak mendatangi sang kepala asrama, namun Myristi dengan cepat menahan gadis berambut hitam tersebut.

"Tidak, Odette," tahan Myristi. Gadis itu memandang ke kejauhan. Barbie memandang ke langit malam yang tampak dari jendela kayu yang saat ini tengah dibiarkan terbuka. Myristi berjalan perlahan mendekati jendela itu. Pemandangan laut sejauh mata menatap kembali menyambut gadis itu. Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam dan kembali mengembuskannya. "Kupikir, berada di tempat ini denganmu, tidaklah terlalu buruk."

Dan Odette hanya bisa menatap heran ke arah Myristi.

***

29 Desember 2018,

D I L A T A S I

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top