Chapter 15 - Elena
Barbie and The Legend of Erythrina
C H A P T E R 15
***
Myristi turun dari ranjang dan menjejak tanah. "Dan kuda jantan hitam itu mengatakan kepadaku, bahwa akan tiba waktunya untukku pergi ke Anaphalis, tetapi bukan sekarang," kata Myristi. Menyerang sang kepala asrama dengan kata-katanya. "Dengan semua itu, masihkah Anda tidak akan mengirimkanku kembali ke Anaphalis?" cecar Myristi kepada sang kepala asrama.
"Kau tidak sedang memalsukan semua ceritamu, bukan?" tanya sang kepala asrama mencoba mencari pengalihan.
"Aku tidak sedang berdusta, Nyonya," balas Myristi tajam. "Apa yang telah kukatakan, semua adalah kebenarannya. Semua tanda mengatakan bahwa aku harus ke Anaphalis. Maka kumohon berhentilah untuk terus menahanku di Delonix."
"Tidak mungkin!" seru Kepala Asrama Delonix itu dengan spontan. "Aku sudah mengatakannya kepadamu bahwa apa yang kau minta adalah hal yang mustahil. Aku tidak akan pernah bisa memberikan apa yang kau minta. Tidakkah kau mengerti hal itu?" ujar sang kepala asrama dengan keras.
Myristi menggeleng. "Tidak, Nyonya. Sudah kukatakan pada Anda bahwa aku tidak bisa mengerti," balas Myristi dengan berani.
Sang kepala asrama memejamkan mata dan mengatur kemarahannya. Wanita tua itu tahu bahwa untuk berbicara dengan Myristi dalam keadaan marah, bukanlah cara yang terbaik.
"Pergilah, Myristi. Bukankah kau memiliki kelas yang harus kau ikuti saat siang nanti? Bersiaplah," usir sang kepala asrama dengan halus.
"Tapi, Nyonya-"
"Pergilah," tegas sang kepala asrama lagi tanpa dapat dibantah.
Myristi menatap Kepala Asrama Delonix itu dengan pandangan kesal. Tanpa berpamitan atau mengucapkan apa pun lagi, Myristi langsung melangkah cepat ke arah pintu keluar ruang pemulihan dan segera pergi dari sana tanpa berbalik lagi.
Gadis berambut pirang itu berjalan cepat melewati lorong-lorong asrama dengan wajah yang sulit dijelaskan. Ia masih tidak mengerti dengan sikap sang kepala asrama yang menanggapi semua hal yang dialaminya di dalam hutan terlarang itu dengan begitu saja. Tidakkah sang kepala asrama mengerti telah banyak tanda yang muncul yang menandakan bahwa Myristi harus pergi ke Anaphalis? Mengapa Kepala Asrama Delonix itu berpura-pura bahwa semua tanda itu tidak berarti sama sekali? Gadis itu tidak bisa mengerti sikap sang kepala asrama yang terus menahannya untuk tetap di Delonix. Padahal semua pertanda yang datang pada Myristi, memberi tahu bahwa ia harus segera pergi ke Anaphalis.
Myristi yang tidak sengaja melirik ke arah ruangan Profesor Adrianna saat berjalan melintas di salah satu lorong di depan ruangan sang profesor itu, membuat gadis itu menghentikan langkah dengan tiba-tiba dan melebarkan mata. Otaknya berpikir cepat untuk memproses apa yang baru saja ditangkap oleh matanya. Satu lukisan yang sangat tidak asing lagi untuk Myristi ada di sana. Tergantung di dinding ruangan Profesor Adrianna.
"Itu dia," gumam Myristi.
***
Setelah kelas terakhir Myristi hari itu dibubarkan lebih cepat dari biasanya, gadis berambut pirang itu tidak langsung menuju ke kamar. Banyak hal yang harus dilakukan mulai sekarang untuk mendukung rencana pelarian dirinya dari Delonix.
Sore itu, Myristi memilih berbelok dan melewati lorong-lorong yang berbeda dari biasanya. Ia harus mengetahui jalan-jalan, lorong-lorong, ataupun ruangan-ruangan di Delonix yang hingga sekarang belum diketahuinya. Pengetahuan seperti itu sangat penting bagi kelancaran rencananya.
Pikiran Myristi juga telah menyusun beberapa rencana lain yang sangat perlu untuk gadis itu lakukan. Tetapi, untuk menjalankan salah satu dari beberapa rencana tersebut, Myristi membutuhkan bantuan Odette untuk itu. Dan beruntung, ketika Myristi menjelaskan kepada gadis berambut cokelat bergelombang itu tentang rencana tambahannya, Odette bersedia membantu meski hal itu memiliki resiko yang besar.
Myristi memutar pandangannya ke seluruh penjuru setiap lorong-lorong yang benar-benar baru pertama kali dilewati. Myristi mencari tanda berbentuk apa pun, hal berwujud apa pun, dan ciri khas apa pun yang bisa digunakan untuk mempermudah dirinya mengingat setiap lorong. Banyak lorong juga tempat dan ruangan yang telah Myristi lewati sangatlah sepi. Bahkan beberapa di antaranya, ada yang tidak dilewati oleh satu pun murid pada saat-saat tertentu.
Myristi sedang sibuk memperhatikan dan mencermati satu lorong lain yang juga baru pertama kali dilewatinya, ketika langkah gadis itu tiba-tiba melambat dengan perlahan hingga akhirnya berhenti. Myristi mengerutkan dahi dengan mata yang terfokus ke satu titik yang ada di sebelah kiri lorong. Myristi memiringkan kepala dan memperhatikan sebuah pintu kayu yang terdapat dan menempel pada dinding, yang saat ini sedang dalam posisi setengah terbuka. Pelan-pelan, Myristi melangkahkan kakinya mendekati pintu kayu itu.
Gadis berambut pirang itu mengangkat tangan untuk mendorong pintu kayu itu agar terbuka sedikit lebih lebar. Dan ternyata, apa yang ada di balik pintu itu malah membuat Myristi semakin penasaran. Sebuah tangga batu spiral yang mengarah ke atas adalah hal pertama yang menyambut Myristi. Namun, keadaan di atas sana begitu gelap sehingga gadis bernetra kuning kehijauan itu tidak dapat melihat lebih jauh. Myristi mengerutkan dahi dan berpikir apa yang harus dilakukannya dengan tangga yang ada di balik pintu itu.
Akhirnya, Myristi menolehkan kepala ke kanan dan kiri. Setelah mengetahui bahwa keadaan sudah aman dan tidak ada yang sedang mengikutinya, Myristi pun memilih masuk ke dalam ruangan yang berisi tangga-tangga di balik pintu itu. Tidak lupa, gadis muda itu juga kembali menutup pintu di belakangnya.
Myristi mengentakkan tangannya dan sebuah api biru muncul dari telapak tangan gadis itu. Dengan pencahayaan dari api sihir itu, Myristi pun mulai menjejaki anak-anak tangga. Entah sudah berapa lama Myristi melangkah, namun gadis berambut pirang itu mulai tertarik saat dinding yang ada di sebelah kanannya yang sejak awal kosong, kini mulai terisi dengan gambaran-gambaran abstrak tentang sesuatu.
Myristi mendekatkan apinya ke dinding sehingga ia dapat melihat rangkaian gambar itu dengan lebih jelas. Myristi mengerutkan kening saat menyadari bahwa apa yang tergambar di sana, adalah gambaran sebuah perang. Myristi melanglahkan kakinya semakin naik ke atas dengan perlahan sambil terus memperhatikan gambaran-gambaran perang yang tergambar di batu-batu asrama dengan sangat pudar, bahkan hampir menghilang.
Gadis berambut pirang itu melihat bahwa ada sebuah perang besar yang terjadi entah di mana. Namun, perang itu jelas adalah perang antara dua pihak. Dan di akhir gambar, Myristi melihat dua orang perempuan yang sedang berhadapan untuk melawan satu sama lain. Tetapi siapa yang berhasil memenangkan peperangan di antara keduanya, tidak digambarkan. Rangkaian gambar itu berhenti begitu saja tanpa memberikan akhir yang benar-benar jelas.
Myristi yang sejak tadi masih terus mengerutkan keningnya karena penasaran, tidak tahu harus menanyakan apa yang ingin ia tahu kepada siapa. Hingga Myristi hanya bisa menghela napas dan kembali menjejaki anak tangga sambil beberapa kali melirik dinding, berharap-harap bahwa gambar itu masih akan berlanjut. Namun, hingga anak tangga sudah habis dan Myristi telah menemukan sebuah pintu kayu lain di ujung tangga, gambaran tentang perang itu tidaklah memiliki lanjutan.
Myristi berusaha melupakan hal itu untuk sebentar dan kembali fokus pada apa yang sedang dilakukannya. Gadis berambut pirang itu mendorong pintu kayu yang ada di depannya lalu masuk melalui pintu itu. Dan apa yang ditemukan Myristi dibaliknya, membuat gadis yang memiliki netra kuning kehijauan itu sedikit tidak percaya. Anak-anak tangga tadi membawanya ke atas menara tertinggi di Asrama Delonix. Tempat bendera Delonix Regia berlambang pedang dan serigala putih itu dikibarkan paling tinggi. Tempat Myristi dapat melihat ke seluruh tempat yang ada di sekitar Delonix.
Hal lain yang membuat Myristi tidak menyangka adalah bahwa dirinya bukanlah satu-satunya orang yang ada di atas sana. Bahwa sebelum dirinya, ternyata ada orang lain yang telah lebih dulu mengetahui tempat ini.
"Elena?" tanya Myristi pada gadis yang sedang berada di dekat tembok pembatas dan berdiri membelakanginya.
Gadis berambut hitam lurus itu membalikkan tubuh dan tersenyum ketika melihat Myristi. "Myristi? Kau di sini?" tanya Elena. "Oh, mungkin aku lupa untuk menutup pintu itu dengan rapat," duga Elena.
Myristi mengangguk dan berjalan mendekati Elena. Ketika Myristi telah berdiri di depan tembok pembatas seperti Elena, ia dapat menyaksikan apa yang sejak tadi terus diperhatikan oleh Elena. Barbie dapat melihat semua pemandangan yang ada di sekitar Delonix. Laut Oceanus yang terbentang luas seperti tanpa batas di sisi barat. Sungai yang mengalir di selatan. Jalanan yanh berliku di utara. Dan Hutan Atraax Robustrus di sisi timur.
"Aku sedang berjalan di lorong itu ketika dengan tidak sengaja menemukan pintu berisi banyak anak tangga yang ternyata membawaku kemari," jelas Myristi. "Apakah kau telah mengetahui tentang tempat ini sejak lama?"
Kini, ganti Elena yang mengangguk. "Aku menemukan tempat ini pada tahun ketigaku di Delonix. Sejak saat itu, aku sering ke tempat ini jika sedang ingin menyendiri. Karena tempat ini, di sini, aku selalu mendapatkan ketenangan yang sedang kubutuhkan."
"Aku pikir kau memiliki banyak teman jika ingin berbagi masalah," ujar Myristi sedikit bingung.
Mendengar hal itu, Elena hanya tersenyum tanpa membalas.
Myristi mengedarkan pandang menatap hutan terlarang yang menjebaknya kemarin malam. Mengingat hal itu, Myristi menghela napas lalu menatap ke arah Elena.
"Aku ingin meminta maaf padamu," ujar Myristi menyesal.
Elene membalas pandangan Myristi dengan bingung. "Kau meminta maaf untuk apa?"
"Karena kesalahanku yang tidak kembali ke asrama dengan tepat waktu, Profesor Adrianna memberikanmu hukuman," jelas gadis berambut pirang itu.
"Oh," desah Elena. Gadis itu mengalihkan matanya dari Myristi dan kembali menatal ke kejauhan Hutan Atraax Robustrus. "Tidak apa-apa. Lagipula, itu bukanlah kesalahanmu," balas Elena.
Myristi mengerutkan dahi. "Sudah jelas bahwa hukumanmu itu adalah kesalahanku, Elena."
Gadis berambut hitam lurus itu menggeleng dan tersenyum. "Benar dan salah .... Dua hal yang sangat bertolak belakang itu, sebenarnya hanya dipisahkan oleh sebuah garis tipis. Siapakah makhluk paling benar di Livermorium yang dapat menentukan apa yang dilakukan oleh makhluk lain benar atau salah? Tidak ada."
Myristi hanya diam tanpa menanggapi. Tetapi, ia tetap mendengarkan semua yang dikatakan oleh Elena sambil memikirkannya baik-baik.
"Setiap makhluk cenderung menyalahkan yang benar, lalu membenarkan yang salah. Dengan adanya hal itu, maka siapa yang terbijak di antara semuanya yang dapat membedakan antara kebenaran dan kesalahan?" tanya Elena. "Tidak ada, Barbie," jawab Elena untuk pertanyaannya sendiri sambil tersenyum.
Elena menyipitkan mata melihat matahari yang sudah dekat dengan garis batas laut. "Sepertinya aku harus segera pergi. Sudah terlalu lama aku berada di tempat ini," pamit Elena.
Gadis berambut lurus sebahu itu segera berjalan ke arah pintu dan meninggalkan Myristi sendiri di atas menara. Namun, Elena menghentikan langkahnya saat baru sampai di depan pintu dan menolehkan kepala ke arah Myristi yang berdiri membelakanginya.
"Dan Myristi, ketika kau dihadapkan pada suatu situasi di mana kau harus memilih satu pilihan, selalu ingatlah untuk melihat tidak hanya dari satu sisi saja. Karena apa yang dianggap benar dan salah, hanya berbeda tipis," pesan Elena.
Elena tersenyum ketika Myristi tidak memberikan tanggapan atau balasan apa pun. Namun, Elena yakin bahwa gadis berambut pirang itu sudah pasti mendengarkan semua yang telah dikatakannya. Elena kembali melanjutkan langkah dan hilang di balik pintu. Meninggalkan Myristi dengan berpuluh hal baru yang ada di pikirannya.
***
29 Desember 2018,
D I L A T A S I
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top