9

Seno masih termenung, ia menoleh ke arah Stephanie yang tidur dengan punggung terbuka dan selimut yang tak betul-betul menutupi tubuhnya. Ia sempat ragu apakah betul Stephanie hamil? Dan tanpa ia minta Stephanie sendiri yang mengajaknya ke klinik terdekat lalu sekali lagi ia harus pura-pura bahagia saat mendengar Stephanie hamil meski sejujurnya dia sangat tak menginginkan bayi itu di saat dirinya akan menikah tak lama lagi. Sempat ia tanya mengapa sampai hamil? Bukankah Stephanie malas berhubungan dengan bayi atau anak-anak? Dan jawaban Stephanie sungguh klise, hanya untuk membuktikan jika Stephanie sangat mencintainya dan lagi-lagi ia pura-pura bahagia.

Seno bangkit, meraih celana dalam, celana bahan dan kemejanya yang berceceran di lantai, lalu meletakkannya di kursi yang ada di kamar suite room yang ia tempati bersama Stephanie, lalu menuju kamar mandi.

Sejujurnya tadi saat ke luar bersama Stephanie ada rasa takut dan khawatir ada pihak keluarganya yang melihat dirinya bersama wanita bule ini, namun ia sedikit lega karena klinik yang dituju tidak jauh dari hotel yang ditempati Stephanie.

Seno mengunci kamar mandi, ia tak ingin Stephanie mengusiknya lagi, ia tak bisa menikmati percintaan mereka barusan karena pikirannya terus pada kehamilan Stephanie yang sangat tidak ia inginkan.

Dan benar saja baru saja mandi, pintu kamar mandi di ketuk.

"Sayang, buka dong."

"Aku sudah selesai, tunggu aja."

Dan Seno mandi dengan cepat, ia tak ingin bercinta lagi dengan Stephanie. Saat ke luar dari kamar mandi ia melihat Stephanie yang duduk di sofa yang ada di kamar itu, tanpa menggunakan baju, menyilangkan kakinya ke kaki satunya lagi sambil merokok. Seno hanya menatap sekilas dan menggunakan semua bajunya.

"Kamu hamil, kenapa merokok? Apa tak kasihan pada janinmu?"

"Kita harus sama-sama jujur Seno, karena kita sama-sama penipu jadi mari jangan saling membohongi, aku tahu jika kamu sudah tak ingin aku ada di sini, tak ingin aku mengganggu acara pernikahanmu, tapi kamu jangan lupa jika kini ada anak kita, dan aku bukan mengungkit, jika bukan karena aku maka selama di negaraku kamu nggak akan bisa hidup mewah dengan segala fasilitas kelas satu, jadi jangan abaikan aku meski kamu berjanji akan segera menceraikan istrimu setelah kamu menikah, aku ragu, aku rasa kamu nggak akan pernah kembali padaku lagi, makanya aku ngejar kamu ke sini, hanya untuk mengingatkan kamu kalo kamu nggak akan pernah lepas dari aku, awalnya aku akan berusaha menerima semuanya tapi aku jadi mikir lagi, kalo kamu betul-betul menikah dengan wanita pilihan orang tua kamu maka akan selesai hubungan kita, itu aku nggak mau, apapun yang terjadi aku harus jadi istri kamu."

Seno akhirnya duduk di dekat Stephanie, ia usap bahu terbuka wanita itu.

"Aku kan sudah bilang, sabar, kamu nggak usah punya pikiran aneh-aneh, biasanya juga kamu percaya sama aku, paling ini karena kamu sedang hamil, jadi biar aku penuhi keinginan orang tuaku, Romo punya penyakit jantung, aku nggak ingin bunuh dia, jadi kamu yang harus sabar, aku nggak akan mengkhianati kamu."

Stephanie mematikan rokoknya lalu menatap mata Seno.

"Kita sama-sama pembohong Seno jadi jangan bohongi aku, aku tahu semua kebohongan kamu hanya aku diam karena aku cinta sama kamu, jangan dikira aku nggak tahu kamu dekat dengan beberapa wanita selama berada di negaraku, tapi aku diam karena aku juga sama saja dengan kamu, hanya aku nggak seperti itu lagi setelah aku minta maaf sama kamu karena masalah kita dulu."

Seno terkejut, ia sama sekali tidak mengira jika Stephanie tahu sepak terjangnya. Ia ciumi bahu Stephanie.

"Aku tak benar-benar serius dengan mereka hanya dekat sebagai teman tak lebih."

"Iya dan selalu berakhir di ranjang, iya kan? Aku tidak mau tahu, bawa aku pada orang tuamu, aku akan berbicara langsung, aku tak akan melabrak tapi aku akan bicara baik-baik."

"Tidak! Jangan Stephanie! Kasihan Romo, aku yakin dia akan masuk rumah sakit jika kamu sampai menemui beliau."

Stephanie menatap wajah tampan laki-laki yang sangat ia cintai, laki-laki bajingan yang entah mengapa mati-matian ia cintai.

"Jadi kamu memilih aku yang lebih baik mati?"

"Bukan begitu! Mari kita jalani tahap demi tahap, biarkan aku menikah dengan pilihan orang tuaku, lalu sebulan kemudian akan aku ceraikan dia, aku anak pertama, anak yang diharapkan Romo menggantikan kedudukan beliau di perusahaan dan menjaga martabat keluarga itu yang berulang dikatakan ibu padaku, aku tidak mau ibu dan Romo kecewa."

"Dan aku yang harus kecewa?"

"Mereka orang tuaku."

"Dan aku? Wanita yang hanya sekadar lewat dalam hidupmu?"

"Aku nggak mau bertengkar Steph, jadi mari kita pikir dengan baik jika kita emosi kita nggak akan menemukan jalan."

Seno bangkit menuju pintu.

"Kamu mau meninggalkan aku?"

Seno berbalik, ia tatap Stephanie tanpa senyum.

"Aku sudah mengatakan tunggu aku di negaramu, karena jika kamu ke sini kita nggak akan bisa leluasa dan seenaknya bertemu, nama besar keluargaku dipertaruhkan, aku lebih memilih keluargaku dari pada yang lain."

Dan Seno benar-benar ke luar, membiarkan Stephanie mengamuk melemparkan barang-barang yang ada di dekatnya ke arah pintu.

Sedang Seno saat perjalanan menuju kantor bapaknya berpikir keras bagaimana caranya agar wanita itu kembali ke negaranya, ia tak mau pernikahannya dengan Ratna akan terhalang hal-hal tak penting. Seno tersenyum mengejek, ia pun sebenarnya tahu jika Stephanie ada hubungan dengan orang yang selama ini selalu menjadi pengawal setia Stephanie, laki-laki gagah, orang kepercayaan keluarga Stephanie hanya ia tak punya keberanian mengungkap karena dirinya pun melakukan hal yang sama bahkan dengan beberapa wanita. Kehamilan Stephanie pun ia ragu apakah itu benar-benar darah dagingnya.

"Hmm ... aku harus mencari cara agar Stephanie tak menghalangi rencana pernikahanku dengan Ratna. Aku tak ingin tanganku yang melakukan, tapi siapa yang bisa membantuku melaksanakan rencana ini?"

🔥🔥🔥

27 Februari 2023 (05.01)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top