5


Sejak mendengar dan tahu dari Danu jika Ratna telah bertunangan dengan laki-laki bernama Seno, Hannan berusaha benar-benar tak berkomunikasi dengan Ratna, ia tak mau dianggap merusak pertunangan mereka dan menempatkan diri di tempat yang salah. Ia selalu memilih malam hari melukis di galeri Ratna dengan ditemani Danu dan orang-orangnya hingga selesai semua pekerjaannya.

Hingga suatu hari, di hari terakhir, ia terpaksa datang pagi ke galeri Ratna untuk mengambil alat-alatnya yang tersisa ia hanya bertemu karyawan Ratna yang bernama Saniah.

"Maaf Mas, Mbak Ratna belum datang."

"Nggak papa, saya hanya mau mengambil barang-barang saya."

"Di mana?"

"Di gudang, tempat menyimpan beberapa benda seni yang belum di pajang."

"Oh, di belakang ya? Perlu diantar? Itu ada Mas Rangga, mumpung dia belum melayani pembeli."

"Nggak usah, saya akan langsung pulang setelah ini, tentunya setelah saya perlihatkan pada Mbak apa saja yang saya bawa."

"Nggak perlu Mas, kami percaya kok sama Mas Hannan, siapa yang nggak tahu Mas Hannan di Jogja sini."

Hannan hanya menarik bibirnya sedikit lalu pamit pada Saniah hendak menuju gudang.

"Tunggu aja Mas, paling Mbak Ratna bentar lagi."

Telinga Hannan mendengar Saniah berteriak. Ia menoleh lalu mengangguk sambil berusaha tersenyum, lalu terus melangkah ke area belakang, sempat berhenti sejenak di ruang kerja Ratna, ia mengembuskan napas, merasakan dadanya yang nyeri namun ia merasakan kelegaan karena tahu Ratna juga menyukainya, meski mungkin tak bisa dimiliki setidaknya ia memiliki hati wanita yang ia cintai.

Lalu Hannan melanjutkan langkahnya menuju gudang, berpapasan dengan salah satu karyawan dan kembali melanjutkan langkahnya. Ia buka pintu gudang dengan perlahan, lalu menuju ke arah pojok kanan, melewati beberapa lukisan, wadah-wadah hiasan estetik dan stok-stok barang lainnya yang tertata rapi. Hannan sampai di tempat paling ujung, menemukan alat-alatnya dan mengemasinya untuk segera ia bawa pulang ke rumahnya, ke ruang operanya.

Tiba-tiba ia mendengar langkah ringan dan pelan, ia tahu itu langkah Ratna, jujur ia rindu tapi ia tak ingin bertemu, Hannan menegakkan tubuhnya, masih membelakangi Ratna dan ia merasakan pelukan di pinggangnya, lalu mendengar sedu sedan lirih, hatinya sakit seketika dan matanya menjadi panas, agak lama keduanya tanpa bicara hingga Hannan memegang tangan Ratna dan membuka pelukannya, ia berbalik, menemukan wajah cantik yang telah penuh air mata.

Ia usap dengan tangan kasarnya sambil berusaha tersenyum meski hatinya juga tidak baik-baik saja.

"Kita harus realistis Dik, tidak bisa memaksakan rasa yang kita miliki, meski kita tahu jika cinta tak akan pernah bisa dilogika, kamu dan laki-laki itu sepadan, sama-sama ningrat, masih ada hubungan keluarga, dia juga pengusaha yang akan menjamin hidupmu dan anak-anakmu, jika kita memaksakan diri aku yakin tak akan pernah ada jalan, aku hanya seniman yang pasti tak akan ada orang tua yang akan ikhlas merelakan anak gadisnya hidup kere dan kekurangan, satu hal lagi, aku orang Madura, Dik, aku yakin pikiran orang tuamu akan sama seperti orang-orang pada umumnya dan aku tidak menyalahkan itu, mereka pasti akan menilai dari apa yang mereka lihat dan apa yang mereka alami, stereotipe seperti itu memang biasa di masyarakat dan itu wajar saja, jadi mari kita akhiri rasa kita, jangan sampai tumbuh lebih subur dan dalam, agar kamu nggak sakit Dik, dan bisa menjadi istri yang baik kelak jika saatnya menikah."

Dan Ratna kembali memeluk Hannan, tangis dan sedannya semakin jadi, awalnya Hannan hanya diam saja tapi saat sedu itu semakin jadi, ia peluk Ratna dengan ragu, ia usap rambut lebat Ratna dengan mata yang juga berkaca-kaca.

"Mas Hannan laki-laki bisa cepat dengan mudah menghilangkan rasa yang tumbuh tanpa kita minta, aku wanita Mas, yang nggak mudah menghilangkan rasa seperti itu, meski kita baru beberapa kali bertemu tapi yang aku rasakan cinta yang mendalam pada Mas Hannan."

Hannan menggeleng pelan, matanya ia kerjabkan berkali-kali berusaha keras agar air matanya tidak membuat Ratna semakin pilu.

"Aku hanya pandai di lidah Dik, rasa yang aku miliki pun tak akan pernah bisa aku hapus meski mungkin kelak kita sama-sama menikah bahkan sudah beranak-pinak, biarlah cinta yang indah ini kita sematkan di hati kita masing-masing sebagai catatan indah yang akan kita bawa mati." Hannan bermonolog dalam hati, ia hanya ingin menghibur Ratna dan mengabaikan perasaannya sendiri yang sangat tidak baik-baik saja.

"Dik, aku yakin laki-laki yang dipilih oleh Romomu adalah laki-laki terbaik yang akan membuatmu dan anak-anakmu bahagia serta terjamin, jangan pernah su'udzon pada orang tua karena tak ada orang tua yang akan menjerumuskan anak-anaknya pada kehidupan tak bahagia."

"Lalu bagaimana dengan perasaan kita Mas?"

"Kita bisa membunuhnya dengan pelan, dengan kesibukanmu sebagai istri dan ibu, aku yakin bayang-bayangku akan segera pudar."

Lagi-lagi Hannan melepaskan pelukan Ratna. Mereka saling bertatapan lagi, dan saat itu Ratna melihat juga mata memerah Hannan yang juga berkaca-kaca.

"Mas nggak baik-baik saja kan? Aku yakin Mas pun sama hancurnya kayak aku."

"Lalu kita bisa apa Dik? Mari kita sembuhkan luka kita dengan cara yang benar."

"Bawa aku pergi."

Hannan tersenyum, ia usap lagi pipi Ratna.

"Aku nggak mau kamu jadi durhaka pada orang tuamu, jika kita ada jodoh Tuhan akan kembali mempertemukan kita dengan caraNya, jika kita tak berjodoh artinya ... Aku memang bukan yang terbaik untuk kamu."

Ratna menggeleng lagi, belum apa-apa Ratna sudah menemukan keganjilan dari Seno yang sering terkaget-kaget saat menerima telepon dan akan menjauh darinya sambil berbicara serius, ia sudah tiga kali mengalami hal itu dan jika dia tanya selalu bilang dari rekan kerjanya di Australia.

"Mas, jika dalam pernikahanku aku merasa tersiksa lalu aku memutuskan berpisah, apa Mas mau menunggu aku hingga aku kembali sendiri?"

Hannan mengerutkan keningnya, pertanyaan yang tak mungkin bisa ia jawab karena ia bukan peramal yang bisa menebak-nebak perjalanan rumah tangga seseorang dan bisa menebak jalan hidupnya dua tiga tahun ke depan.

"Berpikirlah positif Dik, in shaa Allah semuanya akan baik-baik saja."

"Aku merasakan hal aneh ..."

Dan Ratna berjinjit memeluk leher Hannan, membiarkan luka cintanya semakin menganga lebar. Ia memejamkan matanya saat gelombang panas kembali mendera tubuhnya saat bibirnya menemukan rasa nyaman yang mungkin setelah ini tak akan bisa ia nikmati lagi.

💗💗💗

19 Februari 2023 (05.51)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top