3


"Kita mungkin tak perlu basa-basi lagi, Dik." Seno menatap wajah Ratna yang baru ia sadari jika wanita di hadapannya banyak berubah, laksana itik buruk rupa yang telah berganti menjadi angsa yang cantik dan terus menggoda matanya. Ratna lebih sering menatap ke arah kudapan yang tersaji di meja, mereka duduk berdua di teras samping setelah oleh orang tua keduanya disilakan berbicara dari hati ke hati agar lebih dekat dan saling mengetahui pribadi masing-masing, karena meski masih ada hubungan kekerabatan tapi keduanya jarang bertemu sejak Seno berkuliah di Australia.

"Maksud Mas Seno?" Ratna menatap sejenak lalu mengalihkan tatapannya lagi.

"Ya kita ini kan dalam rangka dijodohkan to? Aku mau tanya, biar gak ada ganjalan aja, apa kamu sudah punya pacar?"

Ratna mengembuskan napas pelan. Lalu menggeleng dengan ragu.

"Dulu pernah, tapi Romo marah besar, aku dianggap tidak bisa menjaga martabat sebagai wanita ningrat yang harusnya menunggu titah Romo dengan siapa aku harus berjodoh  dan sejak itu aku paling ya dalam taraf suka saja, aku kan normal, lihat laki-laki yang bikin aku merasa tenang dan nyaman ya pasti ada rasa suka."

Seno mengangguk-angguk lega.

"Kesimpulannya, kamu kan nggak punya pacar Dik, atau laki-laki yang dekat sama kamu?"

Ratna hanya sedikit menyunggingkan senyum, wajah Hannan berkelebat di matanya, laki-laki bersuara berat dengan pembawaan tenang itu sering seolah menghipnotisnya hanya dengan suara dan tatapan lembutnya.

"Kalau Mas Seno bagaimana?  Rasanya kok Ndak mungkin lama di luar negeri kalau nggak punya pasangan, malah di sana kayaknya biasa kan hidup bersama tanpa ikatan, sah-sah saja bagi mereka, semoga Mas Seno tidak termasuk di dalamnya."

Dan Seno tersendak, ia raih teh hangatnya, menyesapnya berulang hingga tandas lalu meletakkan cangkir tehnya ke meja.

"Aku nggak munafik Dik, aku pernah beberapa kali dekat dengan wanita."

"Oh, lalu, saat ini tidak ada yang dekat begitu?"

"Tidak ada!" Seno menjawab dengan tegas, sambil menatap wajah cantik Ratna, rambut legamnya yang berpadu dengan kulit Langsat Ratna membuat Seno ingin segera mengakhiri semua petualangannya dan berlabuh pada wanita baik-baik yang ternyata jauh dari gambaran dalam pikirannya.

"Aku nggak mau loh Mas, tiba-tiba ada wanita yang datang setelah kita ditunangkan, meski jujur aku akui, bahwa aku mau dijodohkan karena terpaksa, tidak ada yang berani menentang perintah Romo kecuali adikku."

Seno tak peduli kata-kata Ratna, mau terpaksa atau apa, yang ada di hadapannya adalah wanita Jawa yang iya yakin akan mengabdi penuh padanya, meski ia juga mencintai Stephanie tapi Stephanie adalah wanita modern yang sejak awal selalu menuntut persamaan hak, tidak ingin tertindas atau dinomorduakan, sedang Ratna adalah wanita yang ia yakin akan patuh padanya sebagai suaminya kelak setelah ia menikah, sebagai laki-laki ada ego yang tak bisa ditawar bahwa ia harus dominan dalam rumah tangga yang tak mungkin ia dapatkan jika ia menikahi Stephanie, meski ia terlanjur berjanji akan kembali pada Stephanie, toh janji tidak harus ditepati saat Seno merasa mendapatkan hal yang lebih menguntungkan.

"Terserah kamu percaya atau tidak Dik, saat ini aku sedang tidak dengan siapa-siapa. Jadi kita bisa fokus mempersiapkan pernikahan kita."

"Pernikahan? Kan kita hanya bertunangan dulu to?"

"Orang tua kita ingin secepatnya, memang bertunangan dulu tapi tak akan lama lagi kita akan menikah, akan aku bawa semua barang-barangku di Australia sana, dan akan menetap sepenuhnya di negara ini lagi, kamu nggak seperti yang aku bayangkan Dik."

Ratna lagi-lagi hanya melihat Seno sekilas dengan tatapan bingung.

"Maksudnya?"

"Lima atau enam tahun lalu, saat pertemuan keluarga besar Mbah buyut kita, kamu terlihat aneh, dengan rambut panjang sepinggang, menunduk terus, model baju aneh kayak jaman-jaman tahun 70-an gitu, nggak banget pokoknya."

Ratna tersenyum kecut.

"Oh, jadi seandainya aku tetap kayak gitu Mas pasti nggak mau ya?"

"Nggak gitu, tapi penampilan kan akan menunjang semua yang kita lakukan Dik?"

"Nggak juga, tinggal bagaimana cara pandang kita aja, ya maklum sih Mas biasa lihat yang seger-seger di luar sana kan?"

Terdengar kekeh Seno.

"Ya nggak lah Dik."

"Waaah Alhamdulillah kayaknya kalian cocok ya, mana Seno sudah bisa ketawa pasti ini sudah sepakat, iya kan?"

Tiba-tiba saja, Rukmini, Ibunda Seno muncul di taman samping, keduanya kaget, Seno terlihat semringah, sementara Ratna hanya menarik sedikit bibirnya ke samping. Sejujurnya Ratna tak ingin perjodohan itu berlanjut.

.
.
.

"Tampan kan Seno, Ratna? Romomu ini tak akan mencarikanmu jodoh sembarangan, dia tidak hanya tampan tapi juga berpendidikan, dan akan segera menggantikan posisi Mas Suryo di perusahaan, opo gak Bejo Kowe nduk?"

Joyo Hadi Kusumo terkekeh sambil mengusap kumisnya. Sementara Sulasmi Mintoharjo, ibunda Ratna melirik anak pertamanya yang tetap dengan ekspresi datar, ia tahu Ratna tak berkenan pada laki-laki itu.

"Berumah tangga tidak hanya cukup wajah tampan dan mapan to Romo, dia bisa memahami istrinya apa tidak? Bisa menganyomi istri dan anaknya apa tidak?"

"Halah, itu hanya omongan anak jaman sekarang yang ingin bebas mencari pasangan yang nggak jelas to?" Joyo terlihat gusar.

"Kamu Ndak usah ikut-ikutan jadi anak Ndak genah, cukup adikmu saja yang sulit diatur, akan aku lihat anak itu akan jadi apa, keluyuran nggak jelas sama teman-temannya yang nggak ketahuan anak siapa."

"Dewi aktivis kampus Romo, kegiatan dia jelas, bukan mau seenaknya." Ratna berusaha menjelaskan pada romonya sementara mata ibunya berkedip berulang, memberi kode agar tidak membantah ucapan romonya.

"Ndak usah menggurui Romo kamu, kamu anak Romo yang penurut, jangan berubah jadi penentang, cukup satu yang bikin Romo pusing, aku sudah menentukan tanggal, minggu depan kamu akan bertunangan dengan Seno, Seno sangat menyukaimu, baru pertama bertemu setelah sekian tahun tak pernah melihat wajahmu, ternyata dia langsung mau saat aku bilang kalian akan segera menikah, harusnya kamu bersyukur nduk, punya calon suami yang sempurna!"

18 Februari 2023 (10.24)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top