{7}: Luna Mengunjungi Dokter Hewan

Luna menimbang-nimbang apakah keluarga Arga memang keluarga Gentar yang dibicarakan oleh neneknya ketika ia teringat perkataan Arga tempo hari, "Orangtua gue dua-duanya terobsesi sama makhluk supernatural."

"Arga!" panggil Luna sambil berlari ke luar perpustakaan.

Arga yang rupanya masih belum terlalu jauh dari perpustakaan segera berhenti berjalan dan menoleh kepada Luna sambil nyengir. "Kenapa, Lun?" tanyanya. "Nggak apa-apa kan gue masukin nomor gue?"

"Iya nggak apa-apa, dan bukan itu yang mau gue omongin," kata Luna sambil berjalan menghampiri Arga.

Arga mengangkat alis kanannya.

"Nama keluarga lo...Gentar?" tanya Luna.

Arga terkekeh. "Oh kirain apaan. Iya, nama keluarga gue Gentar--tapi bukan Maju Tak Gentar Membela Yang Benar, ya."

"Jayus," komentar Luna.

Arga tertawa kecil. "Ngomong-ngomong, nama keluarga gue emang Gentar. Kenapa? Aneh, ya?"

"Enggak kok nggak aneh," jawab Luna.

"Terus, kenapa lo nanya kayak gitu?" tanya Arga lagi.

Dalam hatinya, Luna mengutuk Arga karena banyak tanya.

"Enggak apa-apa. Cuman, gue kayaknya, eh, kenal keluarga lo," jawab Luna yang langsung gadis itu sesali detik berikutnya karena Arga menatapnya tidak percaya.

"Masa sih? Keluarga gue kan cuman kenal orang-orang aneh. Karena--gue udah pernah bilang ke lo kan--kalau keluarga gue suka hal-hal supernatural gitu. Ya, jadi, temennya aneh-aneh juga," kata Arga sambil terkekeh.

Luna teringat perkataan Arga tentang keluarga Hana. "Berarti keluarga Hana juga aneh, dong?"

Arga mengangguk. "Menurut gue sih, gitu. Mereka juga suka hal-hal supernatural gitu. Sumpah, nggak ngerti lagi deh gue."

Sambil merutuki dalam hati mengenai banyaknya orang yang suka hal supernatural, Luna berkata, "Gue boleh nggak ketemu sama orangtua lo?" tanya Luna.

Arga mengangkat alisnya, heran. Namun ia tersenyum. "Boleh banget," jawab Arga sambil nyengir. "Mereka pasti suka sama lo, kalau lo juga suka sama makhluk supernatural."

Atau kalau gue sendiri makhluk supernatural, sambung Luna dalam hati.

{~~}

"APA?!" pekik Gina histeris.

Luna menatap temannya dengan sebal. "Apaan sih lo? Alay banget."

Gina melotot. "Gila aja lo. Anjir. G I L A! Lo mau ke rumah Arga nanti pulang sekolah?" tanya Gina tak percaya.

Luna mengangguk dengan heran. "Kenapa sih emangnya? Gitu doang aja lo lebaynya kayak gue mau ke rumahnya Tyler Posey aja. Lagian gue juga cuman pengen ngomong sama orangtuanya bentar."

"Tetep aja, Lun!" kata Gina dengan kesabaran yang dilebih-lebihkan. "Arga itu cowok yang sangat amat tampan dan lo akan ke rumahnya itu kayak...wow."

Luna mengerutkan keningnya. "Katanya lo udah nggak suka sama yang berbau popularitas lagi?"

Gina nyengir. "Yah, kan, tetep aja Lun. Yang namanya ganteng itu permanen."

Dasar.

"Eh emang lo ada apa sama orangtuanya Arga?" tanya Gina.

"Keluarga gue kayaknya dulu deket sama keluarga Gentar. Terus yah, ada beberapa hal yang mau gue tanyain," jawab Luna beralasan.

Entah karena malas atau karena sadar bahwa hal yang akan dibicarakan Luna mungkin privasi, Gina tidak bertanya lebih lanjut.

{~~}

Pada saat bel pulang sekolah berbunyi, seperti biasa, sekolah terasa seperti meledak. Berbagai suara terdengar di mana-mana. Namun tiba-tiba, di kelas Luna, nyaris semua anak berbisik-bisik.

"Woi, Gin," bisik Luna. "Pada lagi bisik-bisik tentang apaan, sih?"

Gina balas berbisik, "Mana gue tau! Eh tapi kan kita juga lagi bisik-bisik. Jangan-jangan mereka semua lagi berbisik-bisik dan bertanya-tanya apa yang orang lain omongin sambil bisik-bisik!"

"Ngomong apaan sih, lo."

Gina nyengir lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tiba-tiba napasnya tersekat.

"Anjir, Lun," bisik Gina.

"Hmm?" balas Luna sambil membereskan buku-bukunya.

"Gue tau kenapa pada bisik-bisik," kata Gina. "Ada Arga. Di luar kelas. Lagi nyender di tembok. Ngadep ke luar--dan kalau boleh gue tambahkan--ganteng banget."

Luna mengangkat wajahnya dan melihat Arga. "Ya, terus kenapa? Dia juga sekolah di sini kan?"

"Iya sih," jawab Gina. "Tapi dia jarang mampir ke sini. Kelasnya kan di ujung lain sekolah. Jadi ya, cukup ngagetin aja."

Luna mengangguk-angguk walaupun dia masih agak tidak mengerti. Apa sih yang salah dari berada di bagian lain sekolah? Maksudnya, halo? Harry Potter aja sampe masuk kamar mandi cewek dan temenan sama hantu cewek dan nggak ada yang mempermasalahkannya, tuh.

Satu persatu anak-anak keluar dari kelas. Begitupun Luna dan Gina. Namun, begitu Luna melangkahkan kakinya ke luar dari kelas, seseorang menepuk bahunya. Luna menoleh. Arga.

"Eh, kenapa, Ga?" tanya Luna heran.

Arga lebih heran lagi. "Lo bukannya mau ke rumah gue? Mau ketemu orangtua gue?" tanyanya.

Luna menepuk jidatnya. Ah, kenapa Banshee nggak sekalian punya kekuatan anti pikun, sih?

"Oh, iya," jawab Luna sambil nyengir.

"Jadi lo bareng gue?" tanya Arga.

Luna mengangguk. "Iya, gue bilang supir gue dulu, ya."

Setelah berpamitan kepada Gina, Luna pun melangkah mengikuti Arga ke lapangan parkir.

{~~}

"Emang orangtua lo ada di rumah?" tanya Luna.

Arga hanya mengangguk-angguk sambil terus menyetir.

"Serius? Sekarang?" tanya Luna tidak percaya. "Mereka nggak kerja?"

Arga terkekeh. "Kerja lah. Gimana gue bisa makan, sekolah, hidup, dan lain-lain kalau mereka nggak kerja?"

"Tapi mereka di rumah?" tanya Luna lagi.

"Ya, kerjanya di rumah," jawab Arga. "Mereka berdua dokter hewan, dan mereka buka klinik di sebelah rumah. Tapi nggak jarang pasien-pasien mereka ke rumah. Makanya rumah gue jadi berasa rame banget."

Beberapa saat kemudian Arga memarkirkan mobilnya di garasi sebuah rumah. "Ini rumah gue," katanya. "Turun, yuk."

Luna pun turun dan mengikuti Arga masuk ke dalam rumah. Rumah itu sebenarnya sangat luas, namun tidak terlihat seluas itu karena di sana-sini banyak senjata-senjata digantungkan di dinding, sehingga kesannya rumah itu seperti memerangkap orang-orang yang ada di dalamnya.

Melihat Luna yang memandangi senjata-senjata itu, Arga terkekeh. "Tenang aja, orangtua gue udah dapet izin. Walaupun gue juga bingung kenapa dokter hewan bisa tertarik sama senjata."

Luna sebenarnya memikirkan suatu alasan--bahwa keluarga Gentar adalah pemburu--namun ia membuang pikiran itu jauh-jauh.

"Orangtua gue jam segini lagi di ruang keluarga. Paling nonton MTV. Yuk," kata Arga sambil menarik lengan Luna, menuntunnya ke ruang keluarga.

"Luna?" tanya seseorang begitu mereka sampai di ruang keluarga. Raga.

Ternyata, bukan hanya kedua orangtua Arga saja yang ada di ruang keluarga. Mereka ditemani oleh Raga, Hana, dan dua orang paruh baya yang mirip dengan Hana.

"Eh, Ma, Pa, ini Luna," kata Arga sambil memerkenalkan Luna kepada kedua orangtuanya. "Lun, ini orangtua gue."

"Hai, Luna," sapa ibunya Arga.

"Hai, Tan," balas Luna.

"Ini orangtua Hana," kata Arga sambil memperkenalkan Luna kepada kedua orang paruh baya yang mirip Hana. "Mereka lagi..."

"Berobat," sambung ayahnya Hana sambil terkekeh.

"Nggak lucu, Pa. Orangtuanya Raga kan dokter hewan. Masa Papa berobat sama mereka," kata Hana.

Luna hampir saja berpikiran serupa ketika suatu pemikiran menghampirinya. Mungkin saja orangtua Hana berbobat kepada orangtua Arga kalau mereka--

Pikiran Luna terpotong karena tiba-tiba seekor anjing menabraknya dari belakang--meyebabkan Luna jatuh sambil tidak sengaja berteriak ala Banshee.

Mampus, pikir Luna.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Arga sambil membantu Luna bangkit.

Begitu Luna berdiri, ia melihat kedua orangtua Hana menutup telinga secara refleks. Tidak ada yang bisa mendengar teriakan Luna menjadi teriakan Banshee kecuali makhluk supernatural. Napas Luna tersekat.

Sebelum ia bisa berkata apa-apa, ibunya Hana berjalan menghampirinya. Ia meletakkan tangan di bahu Luna sambil menatapnya lekat-lekat. Tiba-tiba, ia tersentak dan menoleh kepada orangtua Arga.

"Dia Luna. Cucunya Arita."[]

a.n ehm oke, Banshee umumnya emang harusnya teriak kalau mau ada kematian, tapi Lydia Martin pernah teriak ala Banshee pas dia lagi panik, kan? (Season 3b Teen Wolf, lupa episode berapa) jadi ya anggep aja pas ketabrak anjing itu Luna panik ok. Karena tolong ya, siapa yang nggak panik pas ketabrak sesuatu dari belakang sampe jatoh?.-.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top