{4}: Karena Mesin Pemotong Rumput
"Bentar ya, Pak," kata Luna begitu Pak Ilham memarkirkan mobil di depan rumah nenek.
Pak Ilham mengangguk. "Baik, Non."
Luna turun dari mobilnya dan berjalan menuju rumah neneknya. Rumah neneknya masih berada di daerah Jakarta, hanya saja agak jauh dari rumah Luna. Jadi, Luna bisa mampir kapan saja kalau keBansheeannya kambuh.
Luna menekan bel yang menempel di pintu masuk rumah neneknya yang sederhana itu. Berada di rumah neneknya selalu membuat dirinya lebih tenang--karena memang suasananya yang tenang dan karena neneknya yang seolah selalu bisa memberitahu segala hal yang tidak diketahui oleh Luna, membuat Luna tenang.
Beberapa saat kemudian pintu rumah dibuka oleh Bi Minah, pembantu yang selalu setia menamani nenek. "Eh, Non Luna," sapanya sambil tersenyum senang. Wanita paruh baya itu selalu senang melihat kedatangan Luna--bagaimana tidak? Ia dulu merupakan pengasuh Luna ketika Luna masih kecil. Dan ia selalu senang melihat gadis kecil yang diasuhnya dulu telah tumbuh menjadi seorang gadis.
"Hai, Bi," balas Luna. "Nenek nggak lagi tidur kan? Soalnya Luna pengen ngomong sama nenek."
Bi Minah membukakan pintu lebih lebar sambil berkata, "Oh enggak kok. Nenek lagi di ruang baca sambil minum teh. Ayo masuk! Langsung ke ruang baca aja. Beliau pasti senang dengan kedatangan Non Luna."
"Makasih, Bi," balas Luna sambil tersenyum. Ia pun melangkah masuk ke rumah neneknya dan langsung berbelok ke kanan, ke arah ruang baca.
"Masuk!" Terdengar suara neneknya begitu Luna mengetuk pintu ruang baca.
Luna membuka pintu dan menjulurkan kepalanya ke dalam. "Halo, Nek."
Neneknya mengangkat muka dari buku yang sedang dibacanya. Ia menatap Luna sambil tersenyum, "Eh, Luna. Ayo sayang, masuk."
Luna pun berjalan masuk dan duduk di sebelah neneknya. Gadis itu memperhatikan neneknya yang menutup buku bacaannya dan meletakkannya di meja. Luna melirik sekilas judul buku yang sedang dibaca neneknya, Twilight.
Ya ampun.
"Jadi ada apa kali ini, Sayang?" tanya neneknya.
Luna pun menceritakan kejadian yang menimpanya di sekolah tadi. Selama ia bercerita, neneknya mengangguk-angguk.
"Jadi gitu, Nek," pungkas Luna. "Apa itu artinya bakal ada kejadian buruk yang menimpa Valdi?" tanya Luna.
Neneknya hanya menghela napas. "Seperti yang kita berdua tahu, Banshee tidak memprediksi kejadian buruk, Sayang. Banshee memprediksi kematian."
"Makasih, Nek. Luna jadi lebih tenang, nih," kata Luna.
Neneknya menghela napas. "Banshee nggak bisa mencegah kematian. Kamu tahu itu kan?"
Sebelum Luna bisa menjawab, ponselnya bergetar, ada pesan masuk.
"Bentar ya, Nek," kata Luna sambil mengambil ponselnya dan mengecek pesan yang masuk.
Raga: Lun, tadi lo ngomong apa sama Valdi?
Luna: ??
Raga: -_-!!
Raga: Tadi lo ngomong sesuatu yang bersangkutan dengan mesin pemotong rumput kan?
Luna: Kan udah gue bilang, lupain aja.
Raga: Gue nggak bisa ngelupain itu. Oke itu kesannya gimana. Maksud gue, gimana lo bisa tau kalau Pak Dani, tukang kebun di sekolah, ngehukum dia dan nyuruh dia motongin rumput?
Luna: Serius?
Raga: Iye busetdah. Nggak liat apa muka gue udah serius banget gini?
Luna: Gk.
Raga: Oh iya, gue lupa, kan lo nggak bisa liat muka gue. Kok gue bego ya?
Luna: Nyadar ya akhirnya.
Raga: -_-
Luna: Eh tapi serius dia dihukum? Lo bisa nggak bikin dia lepas dari hukumannya?
Raga: Nggak.-. Masalahnya dia ngeguntingin semua bunga yang ada di kebun sekolah. Si Dani marah banget
Luna: Ya seenggaknya ganti hukumannya!
Raga: Ya bilang ke Pak Dani lah.-.
Luna: Emang gue bisa? Gue kan udah pulang. Lo di sekolah kan?
Raga: Ya iya, gue kan masih ada ekskul. Tapi gue males, bodo amat lagian Valdi doang
Luna mengangkat wajah dari ponselnya dan menatap neneknya yang sudah melanjutkan membaca Twilight.
"Nek," panggil Luna.
"Ya?" Neneknya mengangkat muka dan menatap Luna sambil tersenyum.
"Itu--temen Luna yang tadi Luna ceritain, dia sekarang dapet hukuman dari tukang kebun dan dia disuruh motong rumput," cerita Luna.
Senyum neneknya perlahan pudar. "Lebih baik kamu ke sekolahmu sekarang, Luna."
{~~}
Luna melompat masuk ke dalam mobil sambil berkata, "Pak, balik ke sekolah."
Pak Ilham yang sedang membaca koran langsung meletakkan koran tersebut di pangkuannya dan menatap Luna. "Sekolah, Non?"
"Iya, Pak. Ada yang ketinggalan. Penting banget," jawab Luna.
Pak Ilham mengangguk dan mulai menjalankan mobil.
"Agak cepetan, ya, Pak," pinta Luna.
"Baik, Non."
{~~}
Luna sampai di sekolah yang untungnya masih agak ramai karena ekskul di sekolah belum selesai. Luna pun langsung berlari ke kebun sekolah. Ia mengedarkan pandangannya ke sekiling dan apa yang dilihatnya membuat bulu kuduknya meremang.
Setengah bagian dari kebun itu masih dipenuhi oleh rumput liar, yang berarti pekerjaan Valdi belum selesai. Pandangan Luna terjatuh ke bagian lain kebun tersebut. Disitu terlihat jejak mesin pemotong rumput yang mengarah ke gudang di ujung kebun.
Luna menarik napas dalam-dalam lalu melangkah menuju kebun itu, dari sini ia bisa mendengar suara mesin pemotong rumput dan kekehan pelan seorang pria. Suara yang didengarnya di kepalanya sejak Valdi menemuinya tadi.
Luna ingin berteriak, tapi ia berusaha sekeras tenaga untuk menahannya. Tidak perlu mendatangkan lebih banyak kekacauan.
Sejenak ia bimbang apa yang hendak ia lakukan, kemudian ia mendengar suara Valdi.
"JA-JANGAN!" seru Valdi.
Luna menahan napasnya. Setelah beberapa detik dia, ia akhirnya memberanikan dirinya sendiri. Ia memegang gagang pintu dan membukanya. Tampak olehnya bagian dalam gudang yang remang-remang, dan Valdi yang terikat di lantai serta mesin pemotong rumput yang akan menghabisi nyawanya.
"LUN! ANJIR LO NGAPAIN?! PERGI SANA!" seru Valdi begitu melihat Luna yang melangkah masuk.
Banshee nggak bisa mencegah kematian, begitu kata neneknya. Tapi mungkin--sekali ini saja...
Namun sebelum Luna bisa mengatakan apa-apa, Pak Dani menoleh kepadanya dan memukul kepalanya dengan garpu rumput*. Pandangannya menghitam dan ia pun terjatuh.
{~~}
Samar-samar Luna membuka matanya. Namun ia langsung menyesali tindakan tersebut. Sebab, gerakan sekecil apapun langsung membuat seluruh tubuhnya sakit.
Ia mengangkat tangan dan menyentuh telinganya sambil mengernyit kesakitan. Tangannya merasakan sesuatu yang hangat.
Darah.
Sambil berusaha menahan rasa sakitnya, ia mengangkat kepalanya dan ia berteriak. Teriakan Banshee. Luna tidak bisa menahannya lagi. Di hadapannya terdapat tubuh Valdi yang sudah dihancurkan oleh mesin pemotong rumput.
Luna tersaruk-saruk menuju Valdi sambil berusaha menahan teriakkannya. Ia mual. Namun, tentu saja ia lebih sedih melihat nasib temannya yang tidak bisa ia tolong.
Kalau saja dia lebih kuat... Kalau saja bisa menghindar dan melawan Pak Dani...
Luna tidak tahan lagi, ia menangis.
Ia kemudian sadar, tidak ada yang bisa ia lakukan, bahkan sekarang, setelah Valdi meninggal. Ia pun tidak berdaya, seluruh tubuhnya terasa terbakar dan ia merasakan darah mengalir keluar dari seluruh bagian tubuhnya.
Luna merogoh sakunya dan menelepon orang pertama yang ia pikirkan, teman Valdi, sahabat Valdi.
"Luna?" tanya Raga begitu panggilan Luna tersambung. "Gue nggak nyangka lo bakal nelpon gue."
"Ga? Lo di sekolah?" tanya Luna, tidak memedulikan perkataan Raga.
"Lun? Lo nangis?"
"Lo di sekolah?" tanya Luna lagi.
"Iya ini masih di sekolah, baru keluar kelas, kenapa?" balas Raga.
"Tolong ke gudang di kebun sekolah, ya, Ga. Tolongin gue sama t-temen lo."[]
a.n yey ada yang mati /gadeng/. Omong-omong semoga chapter ini nggak alay-alay banget ya.-. Maafkan jika ini terlalu alay atau apa.
*namanya beneran garpu rumput kan?.-.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top