{1} : Luna Nyaris Jadi Banshee Gepeng
Luna menatap pantulan dirinya di cermin. Ia melarikan tangannya ke rambut hitam legamnya yang dikuncir kuda--berusaha merapikannya lagi. Ia menatap seragam putih abu-abunya dan menyadari bahwa pantulannya terlihat normal. Ia terlihat seperti gadis remaja normal biasa yang akan memulai hari pertamanya di SMA.
Luna sangat ingin dirinya yang sebenarnya seperti itu. Seperti remaja normal pada umumnya. Bukan seorang Banshee yang bisa memprediksi kematian orang-orang. Bukan. Luna tidak pernah mau dirinya menjadi makhluk supernatural.
"Ini tidak bisa dicegah," kata neneknya waktu itu. "Kamu menjadi Banshee karena kamu masih ada hubungan darah dengan nenek. Ibumu tidak menjadi Banshee karena memang hal ini tidak selalu ada di garis keluarga. Kau mengerti maksudku kan?"
"Ngerti. Maksudnya aku yang ketiban sial di garis keturunan keluarga nenek," gerutu Luna waktu itu.
Nenek Arita hanya tersenyum.
Diam-diam Luna kesal sekali jika orang-orang tua itu tersenyum seperti neneknya. Senyum yang seolah-olah neneknya tahu rahasia terbesar di dunia. Menyebalkan sekali.
"Udahan dong ngacanya. Udah cantik kok," kata seseorang dari ambang pintu kamar Luna. Luna menoleh dan mendapati Alisa, kakaknya, sedang tersenyum kecil di sana. "Walaupun masih tetep cantikan gue, sih."
Luna memutar kedua bola matanya. "Semerdeka lo aja deh, Kak."
Alisa tertawa. "Tapi serius, udahan ngacanya. Nanti telat lho."
Luna mengerling jam dinding di kamarnya. Kakaknya benar, jika tidak segera berangkat, ia akan terlambat.
Sambil mendesah, Luna mengambil tasnya dan melangkah keluar kamar, diikuti Alisa yang masih mengenakan baju tidurnya. Alisa baru saja lulus SMA dan sekarang sedang dalam masa yang disebutnya Libur-Sangat-Panjang.
"Udah mau berangkat, Sayang?" tanya Sarah kepada anak bungsunya, Luna, ketika melihatnya berjalan melewati meja makan sambil mencomot roti bakar.
Luna mengangguk kepada ibunya. "Iya, Ma. Takut telat."
"Ya udah, baik-baik ya di sekolah," pesan ibunya.
Setelah siap, Luna menyalimi ibunya dan melangkah ke luar rumah untuk memanggil Pak Ilham, supirnya.
"Jangan bandel, ya," nasihat Alisa.
Luna memutar kedua bola matanya. "Nggak bakal. Gue kan baik hati, manis, pintar, sopan, tidak sombong, dan rajin menabung."
"Garing," komentar Alisa.
Luna mengangkat bahunya lalu berjalan menuju mobilnya karena Pak Ilham sudah menuggu di mobil.
"Lun," panggil Alisa.
Luna menoleh. "Apa lagi?"
"Kalau ada cogan, kenalin ke gue, ya," kata Alisa sambil nyengir.
Dasar.
{~~}
SMA Sriwijaya termasuk salah satu dari sekian banyak SMA yang banyak diminati di Jakarta. SMA itu terkenal karena--selain berprestasi--juga tes masuknya yang susahnya minta ampun. Sampai rasanya mau mati.
Waktu itu, sebelum tes masuk, Luna pernah bertanya kepada neneknya apakah seorang Banshee bisa memprediksi kematiannya sendiri. Neneknya mengatakan mungkin saja. Neneknya tidak terlalu yakin karena katanya waktu itu, "Nenek kan belum mati."
Namun kenyataannya, Luna selamat dan diterima di SMA Sriwijaya. Untunglah, soalnya Alisa dulu sekolah di sini. Kalau Luna tidak diterima di sini, bisa-bisa ia diejek sampai ubanan.
"Makasih, Pak," kata Luna kepada Pak Ilham ketika mobilnya telah sampai di depan bangunan besar SMA Sriwijaya.
Pak Ilham tersenyum. "Sama-sama, Non."
Luna pun turun dari mobilnya dan berjalan memasuki bangunan besar yang merupakan sekolahnya itu. Ia menghirup napas dalam-dalam. Kata orang, masa-masa SMA adalah masa-masa terindah dalam hidup, karenanya, Luna tidak ingin mengacau di SMA-nya kali ini.
Begini, selama ini, Luna selalu mengacau di sekolahnya. Bukan benar-benar mengacau, sih. Hanya saja, ia sering berteriak-teriak karena mendengar suara-suara aneh di kepalanya. Waktu itu ia belum terbiasa, jadi ia selalu panik. Pernah suatu ketika di sekolah, ia mengeluarkan teriakan Banshee-nya, dan beberapa saat kemudian, seekor anjing liar datang ke sekolahnya dan mengacau. Benar-benar kenangan yang indah.
Nah, jika sudah begitu, orangtua Luna akan dipanggil ke sekolah. Orangtuanya akan mengatakan bahwa itu adalah bawaan dari neneknya Luna--dan memang benar. Walaupun persepsi orangtua Luna berbeda.
Orangtua Luna mengira, Luna dan neneknya memiliki semacam Keanehan Berteriak Teriak--atau yang disebut oleh mereka, KBT--dan hanya nenek Arita lah yang tahu solusinya.
Biasanya, jika Luna mengalami KBT, ia akan diantarkan ke rumah neneknya dan neneknya akan mengajarinya cara Banshee mengontrol serangan yang dikira orang KBT itu.
Yah, selain Luna dan neneknya, tidak ada orang di keluarga itu yang tahu menahu soal kehadiran makhluk supernatural di dunia ini. Keren, ya?
"Awas!" Seseorang berteriak dan Luna merasa dirinya di tarik ke samping oleh seseorang. Beberapa detik setelah ia menghindar, ada mobil yang melewatinya. Mobil yang nyaris menjadikannya Banshee Gepeng. Luna bergidik membayangkannya. Nggak banget, deh.
Luna menoleh ke Penyelamatnya. Ia adalah seorang gadis seumurannya yang mengenakan kacamata dan berambut hitam sebahu. Ia melepaskan tangan Luna sambil berkata, "Kan nggak lucu kalau di hari pertama yang indah ini ada kematian mengenaskan di lapangan parkir."
Luna terkekeh lalu berkata, "Makasih, ya. Hampir aja hari pertama di SMA gue hancur karena gue mati." Luna menoleh ke belakang, mencari mobil berawarna hitam yang tadi nyaris menghabisi nyawanya. "Awas aja kalau gue sampai ketemu orang nyang mengendarai mobil tadi, gue abisin. Enak aja ngancurin masa-masa SMA gue."
Gadis itu terkekeh. "Lucu lo. Masa-masa SMA lo aja belum dimulai. Gimana bisa hancur?"
Iya juga ya, pikir Luna. Bodo amat deh.
Gadis itu mengulurkan tangannya, "Gue Gina. Lo?"
"Luna," jawab Luna sambil menyambut uluran tangan Gina. "Lo kelas sepuluh kan?" tanya Luna memastikan.
"Yap." Gina menangguk. "Lo juga, pasti. Nah, lo udah lihat kelas lo belum?" tanyanya.
"Belum," jawab Luna. "Gue baru aja nyampe."
"Gue juga belum," kata Gina. "Ya udah yuk, bareng."
Sebelum mereka bisa beranjak pergi meninggalkan lapangan parkir, seseorang berseru dan menepuk bahu Luna. "Maaf," katanya.
Luna menoleh dan mendapati cowok jangkung dengan rambut hitam acak-acakan sedang menatapnya.
"Maaf kenapa?" tanya Luna heran. Sepertinya pemuda ini tidak melakukan kesalahan apa-apa.
"Gue tadi nyaris nabrak lo," jawabnya.
Luna melotot. "Lo hampir aja ngabisin nyawa gue. Lo pikir gue nggak pengen merasakan indahnya masa-masa SMA? Lo bisa nyetir gak sih? Kalau nyetir lihat jalan dong! Punya mata kan? Kalau gue ketabrak gimana?!"
"Kalau lo ketabrak ya lo mati," kata pemuda itu sambil menggaruk tengkuknya dengan wajah bayi tanpa dosa.
Luna melotot sementara Gina terkekeh. Sebelum Luna bisa mengomel lagi, Gina sudah menarik tangan Luna, "Udah ah, gak penting. Lihat kelas aja, yuk."
Luna pun mengikuti Gina. Tapi sebelum benar-benar meninggalkan lapangan parkir, ia menoleh ke arah pemuda tadi lalu mendesis, "Awas lu."
Pemuda itu hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum meminta maaf.[]
a.n ini kependekan ya? Lmao, bodo lah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top