Tersesat - RM

Dengan kecepatan luar biasa aku memelintir keras pedal gas, kami saling berlomba untuk sampai ke garis pantai. Aku dan Jimin menyanggupi tantangan dari Jungkook dan Taehyung selepas kami tiba di Saipan.

Kali ini kami berencana untuk shooting dan melakukan pemotretan season ketiga dari bon voyage, tentu saja kami semua sangat antusias. Kami akan berlibur ditambah lagi ini pertama kalinya bagi kami berkunjung ke Saipan.

Jungkook melihat pemandangan pantai dari van yang tengah kami kendarai, matanya terlihat berbinar memandangi lautan biru yang diterpa sinar matahari, ditambah lagi rentetan jet air yang siap dimainkan.
“Hyeong, nanti kita balapan ya?” ucap Jungkook tanpa mengalihkan pandangannya.

Tidak ada yang menyanggupi ucapan Jungkook, masing-masing dari mereka tengah sibuk dengan urusannya masing-masing. Lama menunggu pertanyaannya yang tak kunjung dijawab Jungkook memaksa Namjoon yang tengah duduk di sampingnya.

“Joonie hyeong nanti kita balapan, ya!” ucap Jungkook mengadahkan wajahnya ke depan Namjoon yang tengah sibuk memeriksa tabletnya.
Ia melepaskan headset yang masih bertengger di telinganya, “Eh, ada apa Jungkook-ah?”

“Ahh, hyeong kau tidak mendengarku.”

Jungkook kembali pada posisinya dengan nada yang sedikit kesal, tatapannya kembali teralih pada pemandangan pantai di luar. Melihat itu Namjoon sadar apa yang Jungkook minta tadi, baiklah aku lebih baik menjadi suka relawan sekarang.

“Baiklah, nanti kita bermain.”

“Yess!!” Jungkook menggerakkan tubuhnya kegirangan, dia memang sepenuhnya bayi kami.

“Tapi Jimin dan Taehyung harus ikut, tidak boleh tidak.” Mengingat Jin hyeong dan Hobi yang pasti tidak akan mau ikut dengan hal-hal ekstrem, belum lagi dengan Suga hyeong yang tertidur sejak awal sampai di bandara.

“Hyeong!!”

“Hyeong, aku ingin istirahat,” ucap Taehyung dan Jimin bersautan, mereka merengek tak ingin langsung menyeburkan diri mereka di lautan.

“Tidak boleh tidak, kalian sudah dengar kan? atau mau nanti malam tidur denganku?”

“Hyeong,” ucap mereka dengan nada mengeluh, aku tersenyum melihat kelakuan mereka berdua. Mereka sudah seperti sepasang kembar, menyenangkan sekali mempermainkan mereka.

Setelah mengganti pakaian dengan baju renang, kami berempat sudah siap dengan motor jet kami masing-masing. Taehyung dan Jimin masih sama terlihat dengan wajah malasnya walaupun tidak menutupi seberapa antusiasnya mereka, dan Jungkook yang tengah serius dengan ekspresi siapnya.

Setelah mendengar teriakan dari penjaga pantai tanda pertandingan di mulai, kami semua bergerak kesetanan dengan sangat cepat. Masih ingat beberapa menit yang lalu bagaimana malasnya aku, Taehyung dan Jimin untuk bermain. Tapi, entah kenapa hempasan angin di tengah langit yang sangat cerah benar-benar menyenangkan.

Air terciprat semakin banyak ketika pedal gas kutarik semakin kencang, di sisi kanan Jungkook terlihat melaju lebih dulu saling menyalip dengan Taehyung. Di sisi kiri Jimin juga tidak kalah, walaupun lebih sering tertawa bahkan aku tidak yakin ia melihat ke depan atau tidak, matanya hampir menghilang karena terus-terusan tertawan.

Aku paham sekarang kenapa banyak yang suka dengan olahraga ekstrem, aku merasa sangat bebas sekarang bahkan jantungku berdegup gembira mengikuti angin dan air yang berlomba. Aku memejamkan mata menikmati hembusan angin yang enerpa kulit wajahku, sangat damai rasanya.

Semakin lama mataku terpejam, semakin menghilang juga suara teriakan dan tawa dari trio maknae di sampingku. ‘Kemana perginya mereka?’ pikirku. Merasa suara mereka tak dapat kudengar lagi aku membuka mataku dan terkejut ketika dihadapanku sudah terpampang hamparan pantai dan pepohonan yang mengitarinya, aku tak sempat tuk menghentikan mesin tersebut sampai akhirnya mendarat terpaksa karena menyentuh pasir putih tersebut.

Jet air tersebut juga tak serta merta mati, benda tersebut terus melaju sampai akhirnya menabrak salah satu pohon dan akhirnya benar-benar berhenti. Tubuhku kaku terkejut dengan yang barusan terjadi, ‘serius celaka ini.’

Aku mencoba untuk bangun dan menjauh dari benda tersebut, kurasa aku tidak akan menaikinya lagi beberapa tahun kedepan. Lagi-lagi aku menatap telapak tanganku karena kekacauan barusan. “Aasshhh.” Aku menggeram kesal.
Belum selesai masalah jet yang mungkin sudah wafat dan tidak bisa digunakan lagi, aku tersadar bahwa sekarang aku berada di pulau yang entah berada di mana. Aku menatap ke arah lautan, namun benar hanya ada lautan di hadapanku, sejauh mata memandang hanya ada warna biru dengan sedikit pantulan sinar matahari.

“Seingatku tadi aku tidak melaju sejauh ini.”

“Tolong!!” ‘Tolong!’ Loh, kenapa suaraku bergema? aku terkejut mendengar gema yang keluar ketika aku berteriak tadi.

‘Tidak mungkin kan.’

“Tolong!!” ‘Tolong!’ Lagi-lagi suara gema terdengar, mana mungkin tempat lapang seperti ini bisa menghasilkan gema. Aku merinding sendiri dibuatnya, mataku memencar ke segala arah. Namun, tak ada apa-apa di sana, benar-benar hanya ada lautan luas, pantai dan rimbunan pepohonan di belakang sana.

“Apa aku harus melihat di belakang sana.” Aku berputar melihat deretan pepohonan di sepanjang pulau tersebut.

“Ahh, mungkin aku datang dari sisi lain pantai ini, mungkin tadi aku sempat berputar dan berakhir di sini.”

“Pasti mereka sudah mencariku di sana.”

Aku bergidik sendiri karena tempat ini terlampau sunyi, ditambah lagi karena aku mengoceh sendiri. Biasanya aku suka berbicara sendiri, tapi tidak dalam kondisi seperti ini. Ini terasa mengerikan.

Di hadapanku terdapat pepohonan yang terlihat seperti kelapa, namun sedikit bereda bada dahan-dahannya yang memiliki corak garis-garis berwarna ungu.

“Wah, pohon ini unik sekali.” Aku mencoba untuk menyentuh dahan tersebut, namun ku urungkan ketika sepasang titik kecil berwarna kuning menyala tiba-tiba muncul pada dahan berwarna keunguan tersebut.

Corak tersebut tiba-tiba bergerak dengan cepat “Aaahh!! TIDAAK!! ULAR!!” Aku berteriak sekencang-kencangnya, panik melihat belasan ular yang tiba-tiba bergerak kearahku. Dengan cepat aku berlari ke hutan untuk menghindari ular-ular tersebut.

Semakin dalam semakin dalam aku berlari, hutan terasa semakin lebat dan gelap. Cahaya matahari hampir tak menyentuh permukaan tanah, semua yang ada di tempat ini terasa sangat basah dan lembap. Aku menolehkan kepalaku ke belakang, mendesah lega ketika memastikan ular-ular tersebut tidak ada lagi yang menyerangku.

Tubuhku bersandar kelelahan pada bebatuan di sampingku. Tubuhku tersungkur ketika baru saja bersandar pada bebatuan tersebut. Terlihat seekor hewan besar menyentak keras punggungku, mataku melotot ketakutan melihatnya. Hewan tersebut sangat besar menurutku, mungkin ukurannya dua kali lebih besar dari sapi, ditambah lagi tubuhnya yang dipenuhi lumut dan berwarna hitam legam.

Hewan tersebut berjalan kearahku, dengan tatapannya yang tak lepas dari tubuhku yang sudah jelas adalah mangsanya , ia mendekatkan mulutnya yang menggertak lalu bersuara nyaring seperti seekor sapi yang akan dijagal.

Tubuhku beringsut mundur mendengarnya, suaranya semakin membabi buta. Sampai bunyi-bunyi sautan muncul membuatnya terdengar semakin menyeramkan. Aku mencoba untuk bangkit dan berlari kembali sampai kelelahan.
Hingga akhirnya tubuhku mati rasa karena berlari, pakaianku  renangku sudah tak berbentuk karena tergores dedaunan mungkin, aku tidak bisa membedakan yang mana tumbuhan dan mana yang hewan, yang jelas semua yang ada di sini menyeramkan.

Ditambah lagi perutku yang sudah meronta-ronta, terakhir kuisi subuh tadi di bandara itupun hanya dengan roti isi. Mataku terasa berputar, begitupun dengan kepalaku. Apa terjadi gempa bumi ya? Rasanya terlalu lemas untuk berlindung jika terjadi gempa bumi, kurasa ini waktunya untukku pasrah.
Bunyi-bunyi pekikan kembali terdengar, semain kencang dan semakin mengerikan. Aku berusaha untuk menutup telingaku, sungguh tubuhku sudah tidak kuat untuk berlari bahkan untuk menggeser tubuhku.
Tubuhku limbung sampai bunyi pekikan yang paling nyaring terdengar.

HYEONG!!”

Mataku terbuka paksa, dengan nafas yang terengah-engah dan keringat yang mengucur deras di sekujur tubuhku. Mataku mengelilingi dengan takut, takut aku terbangun di tengah tempat singgah mahluk menyeramkan tadi.

“Hyeong! Hyeong!! kau kenapa? mimpi buruk ya? hyeong tertidur semenjak di van, aku khawatir hyeong sakit sampai dibangunkan saja tidak bangun-bangun.”

Baru sadar Jungkook ada di hadapanku, terlihat Jungkook menyeka keringatku dengan kain basah. Nafasku berangsur kembali normal, aku melenguh lega membayangkan ternyata ini hanyalah mimpi.

“Mimpi yang menyeramkan Kook, sanagt menyeramkan.”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top