DANGER - RM

RM
.
.
.

Sebenarnya aku cukup sadar untuk mengetahui bahwa diriku bukanlah orang yang populer di sekolah. Aku hanya seorang kutu buku dengan kaca mata tebal dan buku yang terlihat lebih tebal lagi.

Tapi, satu hal yang membuatku tak percaya adalah kau, kau salah satu dewi sekolah ini datang padaku dan mengutarakan perasaan tersebut. Perasaan yang bahkan tak pernah aku bayangkan akan datang dari mulutmu bahkan aku bayangkan akan datang dari siapapun.

Haruskah aku cukup percaya diri untuk menerima ajakanmu untuk berkencan?

Aku melihat sosoknya yang masih berdiri menunggu jawaban dariku, ia terlihat berkacak pinggang karena kesal melihat aku yang melongo terlalu lama.

“Hei Namjoon-ah Aku menunggumu.”

“Eh, maaf maaf Aku mau berkencan denganmu.”

Ia terlihat hampir bersorak kegirangan karena jawabanku, lalu tak lama ia memelukku sesaat sebelum pergi meninggalkan aku yang masih mematung memandang punggunya yang menjauh.

“Namjoon jangan lupa besok ya, kencan pertama kita.”

Ia berteriak dari kejauhan sambil tersenyum dan melambaikan tangannya sebagai ucapan salam.

Keesokan harinya,  aku merapihkan kemeja lengan panjang dan celana hitam bahanku, ditambah dengan sedikit gel untuk merapihkan rambutku. Aku sengaja mengganti kacamataku dengan model lain agar terlihat berbeda dari biasanya.

Aku melihat lima orang yang berdiri di depan taman bermain menungguku, mereka adalah teman-temannya yang juga ia ajak pada kencan pertama kami.

Aku langsung menghampirinya.

Aku sangat senang karena sebelumnya aku tidak pernah pergi ke taman bermain, bahkan sekarang bersama dengan teman-temanku.

“Oh, jadi ini pacar barumu ya? wah, jadi sekarang seleramu seperti ini, hahaha. ”

“Hei, tentu saja tidaklah, ini juga kulakukan karena taruhan bodohmu itu kan.”

Aku tersenyum menghampiri mereka, namun setelah mendengar setiap percakapan mereka senyumanku pudar dengan perlahan.

“Tunggu, tunggu apa maksud kalian dengan taruhan?”

“Ahh, jadi begini bocah, dia perempuan yang mengajakmu berkencan berhasil memenangkan taruhannya karena berhasil mengajakmu berkencan.”

Aku menatap bingung meminta penjelasan padanya, apa yang temannya katakan padaku benar atau tidak.

“Oh tidak tidak, lihat matanya berair hei, kau tidak mau melanjutkan kencan dengannya?”

“Tidak!" Jawab seseorang yang menjadi kekasihku sejak kemarin.

Ia menjawab dingin pertanyaan temannya, hatikupun ikut merasakan dinginnya jawaban tersebut. Sungguh singkat namun menyayat.

“Hei, setidaknya ajak saja dia berjalan-jalan, lihat dia sudah menyetrika pakaiannya sangat licin untuk berkencan denganmu.”

Temannya menyentuh pakaianku sambil mengejekku, tak ada sedikitpun kepedulian yang terlihat dari sorot matanya.

“Aduh anak mama sayang sekali, lain kali ya pergi kencannya.”

Ia menyiram sekujur tubuhku dengan sebotol soda yang dipegangnya, lalu tawa keluar dari mulut mereka pergi meninggalkanku sendirian.

Bukannya aku yang tak sadar bahwa aku sedang dilecehkan sekarang, aku hanya ingin tau seberapa jauh dia akan bermain-main denganku.

Setelah puas tertawa dan melecehkanku mereka berlima pergi meninggalkan aku yang masih berdiri dengan seluruh pakaian yang basah.

“Hei!!” Sergahku sebelum mereka berjalan lebih menjauh.

Aku mengepalkan tanganku, dengan sekuat tenaga aku melayangkan tinjuku dan berhasil mendarat tepat di pipi pria yang menyiramku dengan sebotol soda tadi.

Sungguh puas melepaskan perasaan seperti ini, aku tidak peduli lagi dengan dia yang mempermainkanku atau teman-temannya yang mungkin akan geram dan mengkeroyoki diriku.

Sungguh lega melepaskan perasaan yang biasa aku pendam, aku sama sekali tidak malu dengan tampilan diriku. Aku hanya tidak tahan dengan mereka yang mempermainkanku secara berlebihan ditambah ia yang mempermainkan hatiku seenaknya.

Walaupun sebenarnya..

Aku berjalan menjauh dari taman bermain, meninggalkan mereka yang masih sibuk dengan pria yang baru saja mendapatkan tinju dariku.

Rasa lega memang muncul dalam diriku, namun perasaan sakit hati lebih besar daripada rasa lega tersebut. Entah aku yang terlalu polos atau bodoh, tapi sungguh hatiku terasa bergetar mengetahui perasaannya hanyalah main-main padaku.

Setetes bening turun dari mataku, tidak banyak namun keberadaannya masih dapat kurasakan.

Sungguh bodoh aku menangisi dirinya, kukira ia serius dengan perasaannya ternyata di balik senyumannya itu hanyalah candaan baginya.

Aku menyusuri setiap toko yang kulewati, aku sama sekali tak peduli dengan tatapan pengguna jalan yang terus berbisik melihat kearahku, cucuran air soda di tubuhkupun tidak aku pungkiri sama sekali.

Sampai sebuah suara membuyarkan lamunanku, aku menghentikan jalanku dan menatap wanita yang sedang tersenyum kearahku.

“Maaf tuan, toko kami baru buka hari ini kami menawarkan diskon 70% untuk pengunjung hari ini.”

Ah, ternyata seorang SPG, aku melihat selebaran yang ia berikan, terlihat toko yang dihiasi balon dan karangan bunga ucapan selamat di depannya.

Baiklah, mungkin bukan hal yang buruk, setidaknya harus ada satu hal baik hari ini.

Aku berjalan di koridor sekolah, entah kenapa hari ini terlihat sangat berbeda dari biasanya. Sejak aku memasuki pintu gerbang aku sudah mendengar bisik-bisik dan tatapan yang sangat berbeda dari biasanya.

Bahkan biasanya tidak ada satupun yang menatapku, seakan keberadaanku tak terlihat sama sekali. Namun entah hal aneh apa yang terdapat pada diriku hari ini, tatapan mereka tidak pernah lepas dariku.

Sebenarnya tatapan itu sudah kulihat dari kemarin, tepatnya sejak aku keluar dari salon yang sedang promo itu.

Aku sendiri tidak mengerti kenapa mereka menatapku, yang aku tau aku sedikit tidak nyaman dengan penampilanku sekarang. Aku jadi harus kerepotan dengan rambutku yang sekarang, ditambah lagi dengan adikku yang sangat heboh melihat diriku ketika pulang kemarin.

Ia sibuk memilih pakaian untukku pergi sekolah sekarang, bahkan ia sampai keluar untuk membelikanku kaca mata baru yang kukenakan hari ini.

Sesekali bisik-bisik yang tadi kudengar terdengar jelas di telingkaku.

Hei dia siapa? aku tak pernah melihatnya.’ Ucap salah satu perempuan yang berdiri di samping UKS.

‘Sama aku juga tidak pernah melihatnya.’

Aku melirik sedikit pada perempuan tersebut, bukannya mereka itu teman sekelasku? apa keberadaanku selama ini benar-benar tidak pernah dianggap.

‘Dia tampan juga.’

‘Benar, apa dia murid baru? dia dari kelas mana ya?’

Aku semakin heran mendengar ucapan siswi lain yang kulewati, sebetulnya aku sedikit malu mendengarnya menyebutku tampan tapi tetap saja apa memang keberadaanku sangat tidak penting dulu? ah, benar aku memang pecundang.

Aku memasuki kelas dengan diam-diam seperti biasa, namun reaksi murid-murid lainnya terlihat sangat berbeda. Mereka menatapku dengan tatapan yang tidak kumengerti.

Waah jadi dia di kelas itu, ah coba saja kita sekelas.’ Ucap salah satu wanita yang mengikutinya sejak dari gerbang.

Aku menunduk ragu melihat tatapannya, berjalan kearah tempat dudukku di belakang.

Eh, kenapa dia duduk di situ?’

‘Bukannya itu mejanya Kim Namjoon anak culun itu?’

Seorang wanita yang sama dengan orang yang mempermainkanku kemarin datang menghampiriku, ia menundukkan tubuhnya tepat di atas mejaku.

“Hai, Kau murid baru ya?”

Aku terkejut dengan ucapannya, ada apa itu dengan ucapan dan ekspresinya permainan apa lagi yang ia coba lakukan denganku.

“Maaf, apa tidak cukup Kau mempermainkanku kemarin?”

Aku sedikit membentaknya, karena makin kesal dengan ulahnya sungguh aku tidak bisa mempercayai dengan apa yang wanita ini pikirkan.

Maksudnya?”


“Maksudnya? apa yang Kau maksud dengan maksudnya, Aku tidak peduli dengan taruhan-taruhanmu lagi yang jelas Aku tidak ingin melihatmu.”

“Hah, jadi Kau? Kau K-Kim Namjoon!?”

"Ya, aku Kim Namjoon!! ingat itu, kalau Kau mencoba untuk mempermainkanku lagi akan kupastikan Kau berada dalam bahaya."

Entah keberanian dari mana aku berhasil melawannya, seakan semua rasa percaya diri berkumpul pada diriku, tak ada lagi rasa malu yang kurasakan sekarang.

Matanya membulat mendengar ucapanku, ia menutup mulutnya dan pergi menjauh dari mejaku.

Aku menetralkan diriku dan kembali menjadi Kim Namjoon yang biasa berkutit dengan banyak buku-buku tebal ditambah sebuah kaca mata yang bertengger, namun bedanya sekarang aku berani melihat diriku sendiri.

.
.
.
.
.
.
.
fin~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top