J-Hope : Umbrella

"Tugasku adalah melindungi mu dari panas dan hujan. Tapi, bukan berarti kau juga akan melindungiku dari luka dan air mata"




Gemuruh sorak sorai penonton mewarnai sirkuit tempat di adakannya ajang motogp musim ini, teriakan saling bersahutan memanggil nama jagoan mereka.

Dan aku berdiri di sisi seorang pria, dengan pakaian yang bisa di bilang kekurangan bahan. Mungkin bagi yang melihatnya, aku tampak sexy dengan balutan rok mini pendek warna hitam ketat, di padukan dengan atasan yang hanya menutupi sebagian tubuhku.

Panas terik matahari seakan tak berhak untuk menghanguskan semangat para pecinta ajang balapan.
Sesekali pria di sampingku memamerkan senyum sejuta wattnya, membuat aku yang berdiri tepat di sampingnya harus siap terkena aliran listrik bersekala kecil, yang membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari seharusnya.

Jung Hoseok, mendorong payung yang ku pegang kearahku. Aku menatapnya bingung, "Apa yang anda lakukan? Nanti anda kepanasan!"

Ucapku, sambil mendorong kembali payung yang ku pegang kearahnya. Atau lebih tepatnya aku memayungi Jung Hoseok.

"Sepertinya kau lebih membutuhkan payung itu dari pada aku, wajahmu sangat merah. Pakailah, aku tak apa, lagi pula sebentar lagi aku akan panas-panasan," ujarnya sambil tersenyum manis, sejenak aku terpaku pada senyum tulus yang di suguhkannya.

Tapi ... Aku sadar, tugasku adalah memayunginya. Tak peduli hujan lebat atau panas terik, aku harus lebih mengutamakan kenyamanannya.

Ku ulas sebuah senyum, "Kamsahamnida, tapi ini sudah jadi tugasku, aku harus memastikan bahwa anda nyaman."

Hoseok menghembuskan nafas jengkel, namun dia tak berusaha kembali untuk membuatku memakai payung yang seharusnya ku gunakan untuknya.

********************

Balapan selesai dengan Jung Hoseok berakhir di posisi dua. Ya, itu tidak buruk. Mengingat cuaca hari ini begitu panas, tapi dia mampu menangani segala sesuatu dengan baik.

Aku keluar dari kamar mandi setelah selesai berganti pakaian, tentu aku tidak mau berkeliaran dengan pakaian kurang bahan seperti tadi. Aku mematut diriku di cermin, hingga sebuah bayangan tertangkap rentina mataku.

Bayangan seorang gadis cantik blasteran Amerika-Korea, Jeanne Kim. Cepat-cepat aku menyelesaikan urusanku, terlalu malas jika harus lama-lama bersama dengan kekasih dari Jung Hoseok.

Ya, Jeanne adalah kekasih dari Hoseok, pria yang jadi idola wanita itu telah memiliki seorang kekasih. Lagi pula siapa yang akan menolak seorang Jeanne, gadis itu terlalu sempurna.

"Kau gadis yang jadi Umbrella Girl Hoseok tadi 'kan?" suaranya seperti gemerisik dedaunan, begitu indah. Aku saja yang wanita sampai terpana apalagi para pria di luar sana.

Aku mengangguk pelan, "Iyah, aku Umbrella Girl Jung Hoseok."

Jeanne mengangguk pelan, lalu dia berbalik menghadapku, "Jangan berfikir untuk mencurinya dariku, bitch."

"Ne? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," apa katanya tadi? Mencuri? Yang benar saja, aku tidak pernah dekat dengannya, dan tiba-tiba dia memakiku. Berengsek, dia kira aku wanita macam apa.

"Jangan berpura-pura bodoh, dari caramu melihat Hoseok saja aku sudah tahu. Bahwa kau memiliki perasaan padanya," perkataannya sukses membuat aku terkejut, aku bergeming tak mampu untuk membalas perkataannya.

"Jadi benar dugaanku, anggap saja ini peringatan," gadis itu berlalu dengan senyum separo di bibirnya, meninggalkan aku yang masih diam di tempat.

Apa perasaanku pada Hoseok begitu terlihat jelas?

***********************

"(Yn)!" aku berbalik begitu namaku di panggil, lelaki dengan senyum selebar kuda itu berlari menghampiriku.
Bersamaan dengan langkahnya jantungku berdetak lebih cepat, bersamaan dengan senyumnya senyumku pun ikut terbentuk.

"Kau mau kemana? Ayo ikut pesta makan malam bersama kami, kau juga kan bagian dari tim," ajaknya masih dengan senyuman paling bahagia.

Aku menunduk, tak berani menatapnya, "Aku mau pulang. Ah, kurasa itu tidak perlu. Aku tidak nyaman jika ikut pesta bersama kalian, lagi pula kontribusiku tidak terlalu banyak dalam tim," aku masih menunduk, lebih setia memandangi marmer dari pada wajah Hoseok.
Sekalipun aku sangat ingin memandangnya.

Tanganku di cekal oleh Hoseok, membuat jantungku berkerja lebih keras.

"A-apa yang anda lakukan?"

"Kau harus ikut makan malam, karena kontribusimu sangat besar padaku. Kajja!"
Ucapnya sambil menarik pergelangan tanganku, dan aku tak mampu melawan gravitasi yang begitu kuat.

Biarlah hari ini aku memuaskan dahaga akan dirinya, tak peduli pada dunia, yang berteriak aku tak tahu diri karena mencintai pria yang telah jelas pemiliknya.

*******************

Jeanne menatapku tajam, begitu melihatku datang dengan di gandeng Hoseok. Sadar akan arti tatapannya, segera ku lepas genggaman Hoseok, meski tak dapat ku pungkiri bahwa aku merasakan kekosongan, kala tangan yang begitu hangat itu tak lagi ku genggam.

Makan malam berjalan dengan lancar, hingga interupsi Hoseok menyita perhatian semua orang. Dia berdiri dengan senyum lebar.

"Maaf telah menginterupsi makan malam kalian, hari ini aku punya pengumuman yang sangat penting," tangannya terulur menyambut tangan Jeanne, mereka berdiri lalu memamerkan cincin di jari manis mereka masing-masing.

Nafasku tercekat di tenggorokan, riuh tepuk tangan dan teriakan tak percaya saling bersahutan. Tangan mereka saling berkelindan, Hoseok mengangkat tangannya menghentikan sorakan semua orang.

"Seperti yang kalian lihat, aku dan Jeanne sebentar lagi akan menikah. Tolong restui kami!" Hoseok dan Jeanne membungkuk sopan, seolah tengah meminta restu dari orang tua mereka.

Dan lagi sorakan restu untuk mereka menggema, menenggelamkan aku dalam perasaan terluka.
Menghakimi aku dalam perasaan yang bahkan tak sempat tersampaikan. Cinta dalam diam, bukankah itu sangat menyesakan?

************************

Aku berjalan gontai menuju halte bus terdekat, perkataan Hoseok tadi masih setia bergelayut dalam pikiran tak sedikitpun enyah. Berkali-kali aku menghembus nafas dalam-dalam untuk menghilangkan sesak, namun rasa sesak itu masih berdiam diri disana, urung pergi meski berpuluh kali aku mencoba menghilangkannya.

"(Yn), kau tidak berniat tidur di halte bus 'kan?" aku terperanjat kaget begitu mendengar suara yang begitu familiar, lelaki itu terkekeh pelan melihatku yang terkejut karena kehadirannya.

"Kenapa kau ada di sini? Apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku penuh kebingungan, seharusnya ia sedang bersama kekasihnya. Tapi, kenapa ia malah ada di halte bus?

Hoseok tersenyum hangat, "Memangnya apa lagi? Aku sedang menunggu bus. Aku juga harus pulang kerumah, tadi aku melihatmu berjalan sendirian, aku rasa tidak baik jika membiarkanmu menunggu di halte bus sendirian, dan ini sudah larut malam," ujarnya masih dengan senyum yang sama.

Dia tidak menyadari bahwa perlakuan hangatnya barusan sukses menambah luka baru , sikap perhatiannya selama ini adalah sumber dari perasaanku yang terus menumpuk padanya, kenapa dia harus seramah dan seperhatian ini padaku? Jika pada akhirnya dia tidak bisa bertanggung jawab atas perasaanku.

"Lalu mobilmu? Kau menyimpannya dimana?"

"Ah itu, Jeanne membawanya. Dia bilang ada urusan mendadak dengan clientnya, jadi dia membawanya. Kau kedinginan?" Hoseok melepas jaketnya begitu melihatku menggigil kedinginan, selangkah lagi dia berhasil menyampirkan jaket berwarna abu itu di tubuhku. Tapi, kakiku lebih dulu melangkah mundur.

Jaket itu teronggok jatuh di dinginnya trotoar, aku menunduk menyembunyikan wajahku karena merasa bersalah. Hoseok terdiam beberapa detik begitu melihat penolakanku, lalu ia membungkuk mengambil jaketnya kembali.

"Jangan terlalu perhatian padaku, jangan bersikap seolah kau peduli segala hal tentangku, jangan bersikap terlalu ramah padaku," entah darimana aku dapat keberanian untuk berkata seperti itu pada Hoseok.

Hoseok menatapku tak mengerti, "Ne? Apa maksudmu?"

"Aku bilang jangan bersikap seolah kau peduli segala hal tentangku!" sentakku, lelaki itu tampak terkejut mendengar suara lantangku.

Aku masih enggan untuk menatap wajah Hoseok, kedua tanganku terkepal di sisi tubuhku.

"Ada apa denganmu? Kenapa aku tidak boleh perhatian padamu? Kau itu sudah ku anggap sebagai adikku sendiri, jadi bagaimana bisa aku mengacuhkanmu?"

"Justru karena kau hanya menganggapku sebagai adikmu! Aku muak kau perlakukan seperti seorang adik! Aku juga seorang wanita, tak bisakah kau mengerti itu?!" Hoseok terdiam, mungkin kebingungan dengan apa yang aku katakan. Dapat ku lihat dia tidak nyaman dengan keadaan ini, tapi apa peduliku? Aku sudah terlanjur berkata seperti itu, jadi mari kita selesaikan cinta sepihak ini.

"(Yn) ...... "

"Apa kau tidak sadar?" sela ku, aku memberanikan diri untuk menatap manik mata yang selama ini membuatku jatuh. "Perhatian dan sikap ramahmu itu dapat menyakiti orang lain? Apa kau tidak tahu? Jika sikap peduli mu itu membuat orang lain terbebani. Dan aku salah satu orang itu!"

Dadaku terasa mau meledak kala mataku menatap manik Hoseok, tak ku temukan perasaan yang sama denganku di matanya. Hanya aku yang begitu menyedihkan tampak jelas di manik matanya.

"Bagaimana bisa kau tidak menyadari bahwa aku punya perasaan lebih padamu? Aku menganggapmu sebagai seorang pria, bukan seorang kakak. Tapi, hari ini aku tahu bahwa perasaanku, tidak pernah berbalas."

Air mata yang ku tahan sejak tadi luruh juga, aku menghapusnya dengan kasar.
Semantara Hoseok masih bergeming di tempatnya. Aku tak tahu apa yang tengah di pikirkannya, yang ku tahu aku pasti amat menyedihkan saat ini.

Hoseok berkali-kali menggigit bibir bawahnya gugup, sementara aku sudah sesegukan. Bus yang ku tunggu tak akan datang dalam beberapa menit, demi apapun aku berharap bus itu datang lebih cepat.

"(Yn), aku tak tahu jika sikapku bisa membuatmu berpikir seperti ini, aku .... "

"Jangan di pikirkan," lagi aku menyela ucapannya, saat ini aku tidak menginginkan penjelasan apapun darinya. "Anggap saja aku sedang mabuk dan bicara ngawur, lupakan saja ucapanku tadi."

Bus yang ku tunggu datang tak lama kemudian, tak ingin melewatkan kesempatan untuk kabur maka secepat kilat aku masuk bus, meninggalkan dirinya yang masih tak beranjak.

Malam itu aku habiskan untuk mengutuki diri ku sendiri, di sertai tangis pilu yang tak kunjung reda. Menyadari betapa bodohnya aku berkata seperti itu, mungkin setelah ini Hoseok akan menjaga jarak denganku. Bunuh saja aku jika itu sampai terjadi.

***********************

Semenjak kejadian aku menyatakan perasaan pada Hoseok, aku tidak berani muncul di perusahaan. Aku memilih mendekam di dalam apartemen mungilku.

Berbagai macam pemikiran mampir dalam kepalaku, seperti bagaimana jika dia merasa risih dengan apa yang aku katakan? Atau bagaimana jika dia merasa ilfeel kepadaku?

Maka aku sudah memutuskan untuk berhenti berkerja sebagai umbrella girl, tak peduli dengan apa yang akan di pikirkan orang lain karena keputusan ku yang terkesan mendadak.

Aku sampai di perusahaan tepat pukul 10 pagi, berkali-kali aku menghembuskan nafas dalam-dalam demi meredam gugup dan ragu yang tiba-tiba saja menyerang.

"Aku bisa, aku harus bisa, ini mudah."

Kira-kira seperti itulah kata-kata penyemangat yang ku bisikan pada diriku sendiri, sekalipun rasa ragu kembali menghinggapi. Namun aku tak dapat mundur lagi, setelah berhadapan langsung dengan direktur utama perusahan ini.

"Sungguh di sayangkan kau mengundurkan diri dari perusahaan, padahal kau adalah umbrella girl yang sangat berperan dalam balapan Hoseok," ucapnya penuh sesal, aku hanya menunduk dan menggumamkan kata maaf.

Aku tidak punya pilihan lain selain mundur dari posisiku, tak mungkin aku biarkan perasaan ku pada Hoseok terus berkembang, dan tak mungkin pula aku membiarkan Hoseok merasa tak nyaman berada di sampingku.

"Baiklah (yn)-ssi, semoga beruntung dengan pekerjaan baru mu. Kalau ada waktu kami akan berkunjung ke restoran tempat mu bekerja," Direktur Min bangkit diri duduknya, aku segera mengikutinya.

Dia menjabat tanganku, "Pastikan anda berkunjung, Direktur," aku pamit lalu keluar dari ruangannya.

Langkahku terhenti begitu seorang pria berdiri di hadapanku.
Hoseok berdiri dengan santai, namun matanya mengisyaratkan bahwa ada banyak hal yang ingin di sampaikan oleh lelaki itu.

"Ikut aku."


Aku duduk berhadapan dengan Hoseok, sedari tadi baik aku maupun dirinya tak ada yang berniat untuk membuka suara.

"Kau tak ingin minta maaf?" ucapnya sambil menatapku seperti biasanya, aku mendongkak menatap matanya.

"Untuk?"

"Kau keluar dari perusahaan dan meninggalkan aku, bagaimana bisa kau tidak merasa bersalah? Jika aku bertanding lagi dan kau tidak di sampingku, lalu aku kalah apa kau akan bertanggung jawab?"

Ujarnya menggebu, matanya menatapku tidak terima. Aku menunduk tak berani menatap matanya yang mengisyaratkan ketidak relaan atas kepergianku.

"Mian, karena meninggalkanmu. Aku hanya merasa tidak akan sanggup jika harus berada di sekitar mu terus-menerus, aku tidak yakin perasaanku akan hilang sesuai dengan waktu yang berjalan, aku hanya merasa perlu untuk menjaga jarak denganmu," Hoseok menghela nafas begitu mendengar penjelasanku.

"Kenapa malah membahas tentang itu, apa kau tahu aku mencoba untuk melupakan kejadian itu? (Yn), aku benar-benar minta maaf, aku tidak tahu jika semua perhatian dan kepedulianku padamu membuat perasaan itu berkembang. Aku tidak pernah berfikir jika kau mungkin akan memiliki perasaan lebih padaku.
Selama ini aku slalu menganggapmu sebagai adik, ini salah ku karena terlambat untuk menyadarinya. Maafkan aku."

Aku menggigit bibir bawahku kuat, perasaan malu dan bersalah kembali datang, aku benar-benar malu karena perbuatanku sendiri. Dan sekarang orang yang selalu ada untukku pun malah merasa canggung karena pengakuan konyolku.

"Hoseok-ssi, aku tidak berniat membuatmu tidak nyaman. Tolong lupakan semua perkataan ku waktu itu, sepertinya aku terlalu mabuk saat itu. Tolong maafkan perkataanku waktu itu," berkali-kali aku membungkuk memohon maaf padanya, namun dia hanya berkata agar aku tidak meminta maaf lagi padanya.

Dia mengulurkan sebuah undangan berwarna merah, terdapat inisial namanya dan Jeanne disana, aku mendongkak menatap manik matanya.

"Maaf membuat hatimu patah kembali, aku harap kau bisa mengerti perasaanku padamu. Aku menyayangimu sudah seperti adikku sendiri, maaf karena perasaanmu yang tak terbalas, aku yakin akan ada seorang pria di luar sana yang lebih baik dariku. Dan aku harap kau bisa datang ke pernikahanku."

Aku bergeming, masih diam di tempatku. Mataku terasa panas, jantungku terasa berdetak sangat lambat. Aku kembali menunduk terlalu sakit jika harus bertatapan dengannya. Jadi, ini adalah akhir dari kisah yang bahkan tak sempat di mulai.

Hoseok pamit, meninggalkan aku dalam kesedihan tak berkesudahan.
Jadi, begini rasanya cinta tak berbalas. Andai dulu aku punya keberanian lebih untuk menyatakan perasaanku padanya.

Mungkin bukan dia, tapi akulah gadis yang akan bersanding dengannya.
Ternyata rasa takutku untuk menyatakan perasaanku padamu, malah membuatku kehilangan mu dalam hidupku.

Andai aku bergerak lebih cepat, andai ...



Dan pada akhirnya aku tak bisa membuat Hobie jadi brengsek 😂😂😂
Dia terlalu ucuuul untuk di jadikan pria brengsek 😂😂 gak tega aku bikin dia jadi cowok jahat, maunya sih hobie tuh di sayang2 tapi yaaa gimana yah pemilik hatiku masih Seok Jin eaaak :D
Thanks to ArataKim yang sudah bikinin cover untuk Bangtan Imagine :)
Okeh plese vote and comment juseyo ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top