BANAFSHA | CHAPTER 17

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Setiap manusia membawa waktunya masing-masing. Tak usah risau, jika memang masanya sudah datang, pasti akan Allah mudahkan."

💍🤲💍

IMPIAN hampir semua perempuan pasti bisa menikah dengan didampingi ayah yang bertindak sebagai wali. Ibu yang sudi mendampingi di kala kegelisahan menghampiri, karena berdebar menunggu kabul digaungkan oleh sang calon suami.

Hadirnya sanak saudara yang mendadak berkumpul dalam satu tempat, atau bahkan hal-hal sederhana lainnya yang kian menyemarakkan acara. Namun, sayang semua itu tak berlaku bagi Raiqa, sebab dirinya yang sudah berstatus yatim piatu, serta hidup sebatang kara.

Hari yang seharusnya bahagia, diisi dengan senyum serta tawa ceria, ternyata masih menghadirkan luka. Namun, dia tak ingin terlalu fokus ke sana, tak apa, karena sekarang ada secercah harapan untuk dia bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga.

Dengan lantang dan dalam satu kali tarikan napas, Ghazwan berucap, "Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq."

Lantunan hamdalah tergaung indah dari para tamu undangan, saat kata 'sah' diikrarkan oleh para saksi.

Suasana haru kian terasa, terlebih kala untuk pertama kalinya Raiqa didatangkan dengan diapit oleh Mala serta Anjani, untuk menghampiri Ghazwan yang berdiri gagah di dekat meja akad.

Gaun hitam pekat yang dipasangkan dengan khimar berwarna senada menjadi pilihan Raiqa. Sepasang sepatu berhak setinggi 5 cm semakin membuat penampilannya kian terkesan elegan.

Tidak ada gaun putih ataupun kebaya sebagaimana acara akad pada umumnya. Raiqa ingin tampil beda, tepat di acara bahagia.

Kesederhanaan menjadi point paling penting, tidak ada payet ataupun aksesoris berlebih. Sebatas ditambahkan veil untuk pembeda, antara tamu undangan dengan mempelai pengantin.

Tepat saat jarak keduanya sudah dekat, Mala dan Anjani pamit undur diri. Hanya tersisa Raiqa serta Ghazwan yang tengah saling memandang.

Sangat terlihat dengan jelas, tatapan tulus yang terpancar di kedua mata Ghazwan, bahkan lelaki itu sampai menitikkan air mata saking bahagianya.

"Assalamualaikum, Banafsha," katanya dengan suara sedikit bergetar.

Mendengar hal itu Raiqa sontak menundukkan pandangan. Dengan terbata dia pun menjawab, "Wa-wa-wa'alaikumusalam...."

Sebelum memegang lembut kepala sang istri, Ghazwan tertangkap basah berulang kali mengembuskan napas karena saking gugupnya. Dengan lembut dia pun mendaratkan kecupan singkat tepat di dahi sang istri. Matanya terpejam beberapa saat, menikmati sensasi dada yang berdebar dan bertalu-talu tak tahu malu.

"Allahumma baarikli fi ahli wa baarik li-ahli fiyya warzuqhum minni warzuqniy minhum," doanya seraya memegang puncak kepala Raiqa dengan sebelah tangan, sedangkan tangan lainnya dia tengadahkan.

Tanpa rasa sungkan walau sedikit gemetar, Raiqa mengecup punggung tangan Ghazwan. Ini adalah kali pertama baginya bersentuhan dengan lawan jenis, dan dia sangat bersyukur karena telah berhasil untuk menjadikan sang suami sebagai yang pertama.

Ghazwan menarik lembut pergelangan tangan Raiqa agar duduk bersisian dengannya untuk menandatangani beberapa berkas pernikahan. Setelah selesai, masing-masing dari mereka mendapat buku nikah yang terdiri dari dua eksemplar tersebut.

"Untuk mendapatkan buku ini memang mudah, tapi untuk menjaga agar buku ini tetap bersama itu baru susah. Tapi, susah bukan berarti tidak mungkin, justru dari sanalah kita belajar untuk bisa lebih menghargai apa yang sudah kita miliki."

"Pesan Bapak untuk kalian, selalu ingat bahwa pernikahan adalah ibadah paling lama yang nggak ada tenggat waktunya. Cita-citanya harus lebih diperluas lagi, jangan hanya ingin menua bersama tapi juga ingin bersama hingga Jannah-Nya."

"Bapak doakan, semoga rumah tangga kalian senantiasa diliputi sakinah, mawadah, dan warahmah. Aamiin, insyaallah," tutup sang penghulu begitu ramah menyampaikan wejangan.

Setelah selesai, mereka duduk di pelaminan yang bisa dikatakan sangat amat sederhana, justru cenderung seperti dekorasi lamaran karena saking simpelnya.

Hanya ada satu kursi panjang yang diperuntukkan bagi kedua mempelai, tidak ada kursi lain yang biasanya diperuntukkan bagi para orang tua. Begitupun dengan gentong ampau, tidak ada sama sekali.

"Terima kasih Mas sudah berkenan untuk mewujudkan impian saya," tutur Raiqa dengan suara serupa bisikan.

Ghazwan tersenyum begitu manis. "Kembali kasih, Dek, Mas juga mau bilang terima kasih karena Adek sudah berkenan untuk menyempurnakan separuh agama, Mas."

"Dek?"

Ghazwan mengangguk kecil. "Ndak suka dengan panggilannya?"

Raiqa menggeleng singkat. "Suka, tapi sedikit asing."

Ghazwan terkekeh kecil. "Nanti juga biasa, bukan begitu, Adek?"

Raiqa sedikit tersipu, tapi sebisa mungkin dia tetap memasang mimik wajah yang tidak begitu kentara.

"Saya ada sesuatu untuk Mas," katanya.

"Apa itu?" sahut Ghazwan antusias saat melihat kotak kecil yang ditunjukkan Raiqa.

"Dibuka, Mas," pintanya.

Ghazwan menurut patuh. "Ini untuk Mas?"

Tentu saja Raiqa langsung mengangguk mantap. "Jam tangannya dipakai ya, Mas. Kita akan punya banyak waktu bersama, aamiin insyaallah. Jam itu sebagai pengingat, supaya Mas lebih bisa menghargai waktu, mau sesingkat apa pun itu. Mas suka?"

"Masyaallah, Mas suka banget lho, Dek," katanya dengan raut berbinar-binar.

"Mas juga punya sesuatu untuk Adek," imbuh Ghazwan lalu menyerahkannya pada Raiqa.

Kening perempuan itu sedikit mengerut, saat mendapati sebuah cermin kecil yang dibungkus kotak hitam. "Ini untuk apa, Mas?"

"Coba apa yang Adek lihat di sana."

"Wajah saya, lha, Mas."

"Salah, coba lihat lebih dekat lagi. Di sana terpampang nyata wujud seorang bidadari."

Raiqa geleng-geleng kepala. "Mas ini malah ngegombal!"

"Mas serius lho, Dek."

"Boleh tahu, kenapa Mas ngasih saya cermin?"

"Perempuan sangat suka sekali bercermin, betul?"

Raiqa mengangguk setuju.

"Maka dari itulah Mas memberi apa yang Adek sukai. Mas ingin selalu melihat senyum Adek di setiap waktu. Dan cermin itulah yang nantinya akan bersaksi di hadapan Mas kalau senyuman Adeklah yang paling manis," sahut Ghazwan diakhiri kekehan.

"Mas kira ini cermin ajaib apa?"

"Ajaib lho itu, bisa menampilkan senyum manis bidadari surga Mas. Limited edition, dan hanya dimiliki oleh Adek seorang lagi."

"Ish, kenapa mendadak jadi penggombal ulung?"

Ghazwan menjawil gemas hidung Raiqa. "Mas versi seperti ini langka, dan hanya akan muncul kalau berdua sama Adek."

"Hidup di bumi gini amat, yang sana tunangan, yang sini nikahan, yang sono asik pacaran. Kayaknya kita harus pindah ke Mars, An!" oceh Raziq yang baru saja datang bersama Anjani, bermaksud untuk mengucapkan selamat pada pasangan halal itu.

"Harap maklum, namanya juga penganten baru," timpal Anjani sedikit menggoda Raiqa dengan cara menyenggol bahu sahabatnya.

"Ya udah yok kita juga pengantenan," ajaknya tanpa tahu malu.

Anjani membulatkan kedua matanya. "Ngajak nikah udah kayak ngajak jajan cilok. Situ sehat, Mas?"

"Mumpung masih ada tuh pak penghulunya."

Bulu kuduk Anjani meremang seketika. "Dihh!"

Ghazwan dan Raiqa tertawa puas melihat perdebatan yang tengah dilakoni Anjani dan juga Raziq.

💍 BERSAMBUNG 💍

Padalarang, 11 Januari 2024

Alhamdulillah akhirnya sah, hehe 🤭 ... Gimana nih vibes kondangan onlinenya dapet nggak?

Maaf banget ini, WP kayaknya eror Chapter 17 & 18 isinya sama. Bismillah kali ini nggak ya. Maaf atas ketidaknyamanan 🙏☺️

Masih mau dilanjoott?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top