3. Mas-Mas Jawa Premium
Happy baca 💚
Sorry for typo 🍓
.
.
.
Gistara mengandeng lengan Naka ketika keduanya memasuki ballroom Sangri-La hotel, tempat acara resepsi nikahan Elbayu - teman baik Naka diadakan. Terjebak dalam situasi rumit membuat Gistara akhirnya memutuskan mengabuli permintaan Naka untuk menjadi partner kondangan kakaknya itu.
Oke, biar Gistara ingatkan sekali lagi kenapa dia bisa terjebak dalam situasi rumit ini. Gistara sedang terjerat masalah besar. Kali ini tidak main-main, urusannya hukum perdata dan, atau bisa terancam dipidanakan kalau dalam waktu dan tempo yang sesingkat-singkatnya Gistara tidak lekas membayar ganti rugi untuk para klien jastip yang merasa tertipu. Ya memang orangtua Gistara bisa dibilang mampu dan berada. Harusnya dia bisa bernapas lega andai saja Tuan dan Nyonya Andi Padmaja mau bermurah hati membayarnya denda ganti rugi untuknya. Sayangnya kali ini kedua orangtuanya sepakat dan kukuh untuk tidak memberi kemudahan apa pun bagi putri semata wayang mereka.
Benar kata Naka, ini resepsi pernikahan yang mewah, di bawah sorot lampu ballroom yang dihias indah, suasana malam dipenuhi dengan kegembiraan dan canda tawa para tamu. Naka dan Gistara, kakak beradik yang selalu terlihat kompak, menghadiri acara tersebut dengan penuh semangat, ah, ralat, hanya Naka yang semangat, sementara Gistara setengah hati.
Naka tampak formal mengenakan jas hitam elegan yang berkilau di bawah cahaya lampu kristal, sementara Gistara, tak kalah memukau tampil memukau dalam balutan kebaya hijau toska yang elegan. Kebaya tersebut implementasi dari pesona tradisi tapi dengan sentuhan modern, dipadu dengan detail halus yang menambah keanggunannya. Namun, yang mencuri perhatian adalah pemilihan alas kakinya: sepatu sneakers bertali yang kontras dengan kebaya mewahnya. Kombinasi ini menciptakan kesan yang unik dan segar, menyatukan kesan klasik dengan gaya kasual yang berani. Penampilannya mencerminkan keberanian untuk bereksperimen dan menciptakan gaya yang memadukan kemewahan dengan kenyamanan.
Sungguh, Tara tidak peduli dengan tatapan atau lirikan ganjil orang-orang yang dia temui akibat penampilannya yang terkesan kontras. Memangnya kenapa kondangan pakai sneaker bertali?
"Mas, katanya enggak lama-lama, buruan kasih selamat, makan trus pulang." Wajah Gistara masih tertekuk sempurna. Pikirannya penuh, apalagi di tempat ramai seperti ini.
Naka mendesis pelan. "Katanya mau nyari calon suami tajir, kok malah ngajakin cepet-cepet pulang?!"
"Capek tau, pusing Tara lihat lautan manusia kek gini, habis baterai energi sosialnya."
"Lagaknya!" Naka memencet keras pipi Tara sampai gadis itu mengaduh kencang. "Tuh, lihat Gis. Yang lagi foto sama pengantin, nomor dua dari kiri." Kata Naka lagi, kontan mata Gistara mengikuti pandangan sesuai kata-kata kakaknya. Satu kata, ganteng poll, wajahnya teduh, adem dilihat, kayak ubin masjid. Apalagi pas senyum, bikin siapa pun yang ngelihat pasti meleleh.
"Mau Mas, kenalin dong." Antusias Gistara.
"Sagara Dhaniswara, abangnya Elbayu. Bininya yang kayak artis tuh, cantiknya enggak ada obat, anaknya kembar cowo. Kamu mau jadi pelakor apa gimana, minta dikenalin sama yang udah berpawang." Terang Naka dengan wajah lugasnya. Sungguh, beruntung sekali ini di tempat umum, kalau tidak mungkin sneaker Gistara akan mampir ke atas kepala si Naka-Naka itu.
"Kalau gitu ngapain dijelasin, Mas Naka!" Gistara mulai emosi.
"Yee, dengerin dulu makanya, itu cuma contoh Gigis, cari yang modelan begitu, tampang, kantong, postur semuanya memadai, jadi enggak salah pilih."
"Bulshit, ah!" Tara mencoba abai.
"Kalau yang itu," ujar Naka lagi sembari matanya membidik sebelah kiri pengantin laki-laki. Cakep juga, putih, matanya sedikit sipit, posturnya tinggi tegap nan atletis, lumayan menunjukkan kalau si empunya raga pasti rajin bermesraan sama alat-alat gym.
Mata Gistara berbinar cerah. "Pasti yang itu, ya? Yang mau Mas Naka kenalin?" Jitakan pelan di kepala Gistara oleh Naka.
"Aduh, Mas Naka!" Protesnya diabaikan Naka.
"Itu Nathan. Jonathan Prawira Lazuardi, half blood, Chinese Jawa, bapaknya yang punya pabrik elektronik, sekarang dipegang sama Nathan. Tapi jangan sama dia." Senyum di wajah Tara meluntur seketika.
"Kenapa, sih Mas? Enggak masalah, kan, kalau Chindo?"
"Enggak pa-pa kalau single, anaknya udah tiga, Gigis."
"Duda?"
Jitakan Naka mampir lagi, "Sembarangan, istrinya Nathan sepupunya Elbayu, tuh, yang pakai jilbab cokelat."
Dengkusan Gistara. Jadi, sebaiknya clutch atau sneaker Gistara dulu kira-kira yang enaknya mampir ke atas kepalanya si Naka-Naka ini? Sumpah Tara mulai dicekam emosi, sejak tadi menunjuk ini itu, tapi semuanya sudah berpawang.
"Jangan cemberut gitu, Mas cuma kasih kisi-kisi Gis, cari yang model begitu, aman dari segala sisi."
"Kalau yang itu gimana Mas?" Mata Gistara membidik satu laki-laki yang berada dalam radius tiga ratus meter darinya. Ciri-cirinya sih mirip dengan si Nathan-Nathan tadi, tapi yang ini lebih oke, senyumnya manis, tidak membosankan, apalagi saat mengamati laki-laki yang sedang mengobrol dengan tamu lain itu, terkesan sangat berwibawa. Pasti itu salah satu crazy rich seperti kata Naka.
Mata Naka mengikuti petunjuk Gistara. Lelaki itu segera melepas embusan napas dibarengi dengan sentilan di dahi sang adik.
"Jangan ngawur, itu Rashad Mahawira, adik iparnya Elbayu, suaminya Tsabita. Cakep ya, cucunya Hadinata Grup, warisannya enggak bakal habis tujuh turunan." Informasi yang ditebar Naka barusan seketika membuat Gistara lemas. Sekalinya ada yang sangat memenuhi kriteria suami idaman kenapa sudah berpawang?!
"Dia nyari bini kedua enggak, ya, Mas?" Oke, ini tidak sungguh-sungguh kok, hanya implikasi dari putus asa bercampur lelah, sejak tadi target yang digadangkan tak juga ditemui.
"Jangan macem-macem, seluruh Surabaya juga tahu, kalau Rashad itu bucin mampus sama istrinya, Tsabita."
Bahu Gistara merosot, putus asa menghampiri. "Udah deh pulang aja, enggak ada yang bener, semuanya udah sold out. Mas Naka tukang ngibul."
"Ntar dulu, sabar dong, Gis. Belum ketemu aja."
"Bodo ah, Tara laper mau makan aja."
"Tunggu, Gis! Makan melulu yang dipikirkan." Naka menahan lengan Gistara. Terpaksa gadis itu memaku langkah, tetap berada dalam jangkauan sang kakak.
Di tengah hiruk-pikuk acara, Naka yang tengah mengobrol dengan beberapa tamu tiba-tiba melihat seseorang yang familiar. Dia melirik Gistara dan berkata, "Pssst. Gis," ucapnya disertai tepukan di lengan sang adik. "Lihat, arah jam tiga sore." Pandangan Gistara mengikuti kata-kata Naka.
Mata Tara refleks mengedar ke arah yang ditunjuk Naka. Buffet tempat prasmanan belum ramai, para tamu masih sibuk antre naik ke atas bidakara untuk mengucapkan selamat pada sepasang pengantin. Mata Tara hanya menangkap tiga orang di sana, satu perempuan paruh baya, sementara satunya lagi petugas yang menjaga katering sepertinya, terlihat dari gerakan tangannya yang sibuk membuka tutup makanan - mengecek satu persatu menu yang berjejer, sementara satu sosok lagi, tinggi tegap, rambutnya kelam tertata rapi, mengenakan kemeja putih berdasi, tapi minus jas yang tidak lagi melekat di tubuh atletisnya.
"Mas-Mas Jawa Premium," ucap Naka, sembari tersenyum ganjil pada sang adik.
Sebentar. Gistara tidak asing dengan wajahnya. Sepertinya pernah bertemu, hanya saja ada banyak perubahan pada sosok itu. Kulitnya dulu agak cokelat sekarang jadi bersih dan putih, sorot matanya tajam dibingkai dengan sepasang alis lebat.
"Mas Naka, itu bukannya Kak Erlan, ya?" Gistara mengikuti arah tatapan Naka dan segera mengenali wajah lama yang tampak tidak terlalu mengesankan baginya.
Tawa Naka lepas begitu saja. "Ingat aja kamu sama dia, Gis. Nah, itu target utama kita, mas-mas Jawa premium. Single, karir oke, cocok buat kamu, Gis."
Erlangga, teman lama Naka yang telah lama tidak bertemu, sedang berbicara dengan perempuan paruh baya sambil menikmati segelas minuman di tangannya. Naka yang tidak sabar segera melangkah mendekat bersama Gistara. Ketika mereka akhirnya bertemu, senyum lebar muncul di wajah Naka. "Erlan!" seru Naka penuh kegembiraan. "Lama enggak jumpa, Bro! Gimana kabar lo?"
"Naka?" sahut Erlangga. "Janaka Hirarchy Padmaja."
Naka memberi pelukan hangat kepada Erlangga, sementara Gistara ikut menyapa dengan anggukan kepala, sebagai tanda ramah tamah.
Naka dan Erlan segera terlibat dalam percakapan penuh kenangan, mengingat kembali masa-masa muda yang menyenangkan. Naka menceritakan berbagai kejadian sejak terakhir kali mereka bertemu, sedangkan Erlangga mengungkapkan betapa senangnya dia bisa bertemu kembali dengan teman lamanya di acara istimewa seperti ini.
"Teman lama Erlan, Ma. Naka, yang dulu sering main ke rumah." Erlan mengenalkan Naka pada perempuan paruh baya yang ternyata adalah ibunya.
Naka segera salim tangan. "Apa kabar Tante Saras?" Mamanya Erlan menyambutnya tak kalah ramah.
"Alhamdulillah baik, kok lama enggak pernah ke rumah lagi?"
"Sibuk kuliah sama berkarir Tan."
"Main-main ke rumah kalau luang ya, Naka, kalau perlu ajak main itu Erlan, biar enggak ngurusin kerjaan terus, sampai lupa nyari jodoh."
"Ma, please." Interupsi Erlangga.
Atensi mamanya Erlan beralih pada Gistara. "Nah, kalau yang cantik ini siapanya Naka? Pasti istrinya ya?" Pertanyaan yang seketika mendapat gelengan Naka.
"Bukan Tante, ini Gistara adiknya Naka."
Erlangga refleks menukas, "Tara? Gistara Swasti Padmaja? Yang dulu suka nangis sama umbelan?" Naka mengangguk, lantas keduanya sama-sama meledakkan tawa.
Seketika Gistara merasa terusik dengan statement Erlangga. "Dulu yang suka jailin Tara sampai nangis kan, Mas Erlan!" Protesnya tidak terima.
Gistara sedikit terkesiap tiba-tiba merasakan usapan lembut di lengannya dari mamanya Erlan. "Sudah ya, Cantik, jangan digubris, Erlan memang suka jail. Gistara sudah punya calon belum, Nak?" Pertanyaan tanpa basa-basi yang kontan digelengi Gistara.
"Kalau Tante jodohin sama Erlangga mau, enggak?"
"Ma," sahut Erlangga. Gistara melirik sekilas, ekspresi lelaki itu yang tadi tertawa telah berubah dingin.
"Ayo ikut Tante, kita ngobrol berdua, biarin Naka di sini sama Erlan. Enggak usah ditanggapi anaknya Tante satu itu emang rada bengal." Tante Saras menghela Gistara duduk di meja khusus tamu VIP.
Gistara yang awalnya canggung, mulai merasa nyaman dengan kehadiran mamanya Erlan. Dan, percakapan pun semakin mengalir dengan lancar. Mereka berdua tertawa bersama, berbagi cerita dan kejailan Erlangga dulu saat Gistara masih kecil, dan menikmati suasana pesta dengan lebih ceria.
Sementara Naka bersama Erlan, duduk tidak jauh dari tempat Gistara dan Saras. Entah, hanya perasaan Gistara atau memang benar, beberapa kali matanya menangkap Erlan mencuri lirikan ke arahnya.
______
Mas-Mas Jawa Premium gak, tuh? 😂
12-09-2024
1543
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top