1. Mengatasi Masalah Dengan Masalah
Gimana prolognya kemarin?
Suka?
Kagak?
B aja?
Wes bacaen aja dulu, rek. Siapa tau suka.
Kalau enggak suka? Yowes baca aja dulu gitu loh. Siapa tau jadi cinta. Eh🤐
Warning🚫
Cerita ini agak 'ngayal babu' ya, Wak.
Mengandung humor 'garing' saking garingnya kek kerupuk upil. Eh.
Maybe bakal ada bahasa kasar khas Surabaya (Cak-Cuk-Cek)
Happy baca 💜
Sorry for typo 🍓
.
.
.
Gistara mengerjap pelan saat merasai goyangan mengguncang lengan kanannya. Gistara Swasti Padmaja lebih akrab dipanggil Tara; belum sepenuhnya tersadar dari lelapnya, matanya mengeriyip lantas gadis itu menggeliat pelan, sedang berupaya mengumpulkan nyawa. Sepasang retinanya mengedip beberapa kali merasai silau terpaan lampu kamar yang menyorot angkuh di atas langit-langit.
Gistara mengerang pelan. Matanya kembali terpejam akibat kantuk yang belum sepenuhnya tandas. Kali ini gumaman kecil melontar dari bibirnya. Bukan lagi guncangan yang terasa, tapi tamparan lumayan keras di lengannya seketika membuyarkan mimpi sang gadis. Siapa gerangan yang menganggu tidurnya? Tidak tahukah, semalaman Gistara harus begadang gara-gara pikirannya dipenuhi oleh banyak hal dan masalah.
"Bangun, tidur melulu sih, anak gadis! Dicari orang, Gis." Itu suara perempuan yang Gistara kenali. Super cerewet dan hobi menginterupsi ketenangannya. Tetapi ... Gistara sangat menyayanginya, kok.
"Klimbrak-klimbruk, byak-byuk, wes kayak gombal amoh kamu itu, Gis!" Lagi manuver berbentuk omelan menyambangi telinga Gistara. Apa berhenti sampai di situ? Tentu tidak saudara-saudara.
"Mama hitung sampai lima, kalau enggak bangun juga mama siram kamu pakai air segalon, Gistara Swasti Padmaja!" Perempuan paruh baya yang menyebut dirinya mama menghela langkah meninggalkan kamar sang putri. Sedikit lega, Gistara kembali memejamkan mata, tapi belum lima menit suara berisik menyatroni kamarnya kembali.
"Satu." Suara itu lagi. Gistara tergagap bangun, duduk menyandar di kepala ranjang seraya jemarinya sibuk mengucek mata. "Dua-" mama lanjut menghitung.
"Ma-Ma, ini sudah bangun loh." Rengek Gistara sigap.
"Kamu habis ngapain, Gis?" Cecar mama menatap putrinya penuh selidik.
"Tidur gini loh, Ma," sahut Gistara asal. Iya harus meringis menahan denyut nyeri ketika tangan mama mampir menjewer sebelah kupingnya dengan tatapan tajam.
"Ditanya serius jawabnya ngasal. Itu dua orang di luar nyariin kamu, katanya kamu kabur, lari dari tanggungjawab?!" Cecar mama kembali. Gistara menekap mulut. Airmukanya berubah keruh. Seketika kengerian tergambar jelas di wajah cantiknya yang sembap.
"Ma-Ma-Ma, tolongin Tara, ya." Gistara kontan dikuasai cemas. Dua orang yang mama maksud di luar pasti salah duanya korban penipuan tas branded oleh teman Gistara sendiri. Ah sial! Tara merutuk sendiri. Kenapa dia bisa ceroboh sekali, percaya begitu saja pada Renata- saat temannya itu menawarkan join bisnis jastip jual-beli tas branded dari luar negeri?!Renata kabur membawa semua uang hasil penjualan tas yang ternyata ka-we tapi diklaim asli. Lebih parahnya lagi payment full sudah dibayarkan, barang tidak kunjung datang alias zonk. Sudah bisa ditebak, Gistara yang merupakan partner meski tidak tahu apa-apa otomatis menjadi sasaran customer yang merasa tertipu mentah-mentah. Mana kebanyakan customer yang digaet Gistara adalah teman dekat.
"Kali ini apa lagi, Gistara?! Pusing mama sama tingkah kamu. Anak gadis cuma satu tapi bikin kepala mau pecah terus-terusan!" Mama mendumal sepanjang langkah.
"Maaa, tolongin Tara, pleasee."
Cukup sekali pergantian langit dari terang menjadi gelap, Gistara mutlak disidang orangtuanya. Mama mencak-mencak syok mendengar putri semata wayangnya mendapatkan masalah besar.
"Makanya kalau enggak punya pengalaman bisnis enggak usah sok-sokan join bisnis! Kalau sudah begini siapa yang repot, Gistara?!" Adalah omelan mama ketika mengingat dua orang yang datang tadi pagi -- mengaku sebagai korban penipuan jastip tas branded oleh Gistara.
Gistara melabuhkan pandangan ke lantai marmer tanpa berani menatap balik sang mama. Kalau sudah mama sudah mengeluarkan suara delapan oktafnya, biasanya sepasang matanya juga seperti melesatkan kilatan petir seperti di komik-komik yang suka Gistara baca.
"Maaf, Ma, Tara pikir semuanya aman." Gistara menyatukan dua telunjuk, kepalanya masih betah menunduk.
Sementara duduk di sisi sang mama, daripada omelan, papanya lebih sering menguarkan decakan panjang disertai gelengan. "Sembilan ratus delapan puluh juta itu bukan nominal kecil, Tara. Tabungan kamu ada berapa?" Cecar sang papa - langsung digelengi Gistara.
"Ze-ro," sahut Gistara memenggal kosakata super pelan, jempol dan telunjuknya refleks membentuk lingkaran menjawab tanya sang papa. Papanya kembali melepaskan embusan napas. "Udah habis buat bayar ganti rugi juga, Pa,"imbuhnya.
"Bisnis itu enggak bisa modal kepercayaan saja, Tara, kalau sudah begini terus bagaimana?" Papanya kembali bersuara.
"Empat tahun kuliah bisnis kamu ini ngapain saja sih, Tara!" Mama yang gemas mencubit lengan putrinya super kecil, Gistara refleks mengaduh merasai panas yang menjalar kulitnya akibat gesekan kuku mama. Evelyn Padmaja benar-benar murka kali ini.
"Tara kuliah jurusan bisnis, kan, sekadar mengenyangkan egonya Mama sama Papa," sahut Gistara enteng. Ya, memang Gistara menjalankan pendidikan di universitas hanya sebatas ingin menyenangkan hati orangtuanya. Yang memilih jurusan papanya, yang memilihkan kampus juga papanya. Alih-alih memanfaatkan ilmu yang didapat, lepas wisuda gadis 24 tahun itu malah berpindah haluan menjadi freelance desain grafis.
"Terus-terusin kurang ajarnya ya, Tara!" Lagi, jemari mama mampir, kali ini kuping Gistara yang menjadi sasaran.
"Mama sadis banget, Tara ini anaknya mama apa bukan sih?" Ringis Gistara.
"Ya memang papa ada dan sangat bisa sekali membayar ganti rugi atas kesalahan fatal kamu, tapi kalau papa bantu terus-terusan kamu enggak belajar dari kesalahan, Tara." Andi Padmaja membuat statement.
Gistara memamerkan raut sendunya. "Pa, please, kali ini aja bantuin Tara. Ini yang terakhir, janji deh." Gistara mengiba.
"Enggak usah didengerin Pa, janjinya Tara itu palsu semua." Mama menyambar ucapan putrinya. Mata papa bersitatap sekilas dengan mama, ada anggukan samar dari keduanya seperti kode - yang Gistara tangkap itu memiliki arti yang tidak baik.
"Kali ini ... No, Tara." Tuh, kan. Feeling Gistara benar. Dari kode menjadi keputusan papa. Andi Padmaja menggeleng tegas. Laki-laki paruh baya itu membidik putri semata wayangnya dengan tatapan datar. Gistara hapal sekali, kalau sudah memamerkan ekspresi datarnya itu sama artinya sang papa tidak mau ada bantahan atau perdebatan lagi.
"Papa ada opsi lain, kamu kerja sama papa, nanti potong gaji, atau sekalian papa nikahin kamu sama orang kaya, biar suamimu nanti yang ngurus utang-utangmu."
Rona Gistara berubah pasi. Opsi yang terakhir itu terdengar horor sekali.
"Pa-pa-pa, Tara enggak mau kerja sama papa." Membayangkan duduk di kubikel selama berjam-jam adalah bentuk dari siksaan menurut Gistara. "Apalagi nikah, enggak mau, Pa!" Tolak Gistara mentah-mentah.
"Kalau gitu sana, minta bantuan orangtua kamu yang lain." Mama menukas dengan ekspresi garangnya. Gistara menunduk pasrah. Dia tahu siapa yang dimaksud 'orangtua lain' oleh mamanya.
Nania dan Andrew Padmaja. Andrew merupakan kakak sulung papanya. Keduanya telah merawat Gistara sejak bayi. Kala itu Nania dan Evelyn -mamanya Gistara sama-sama sedang mengandung. Nania hamil calon anak kedua, sementara Evelyn mengandung anak pertamanya. Menjalani kehamilan sama-sama dengan rentang usia kandungan yang tidak beda jauh, persalinan mereka pun hanya selang beberapa hari. Namun sayang, bayi perempuan Nania harus kembali ke sisi Tuhan tepat di usia satu minggu. Sementara Evelyn harus menjalani perawatan usai mengalami eklampsia sindrom. Secara otomatis Gistara kecil dirawat oleh Nania sampai mamanya benar-benar pulih.
____
"Capek gue Mas, hidup kok dipenuhi masalah mulu," keluh Gistara. Bosan mendengar rentet omelan mamanya, gadis itu pamit pergi ke rumah orangtua keduanya yang sempat disinggung mama Gistara.
Naka lantas menimpali cepat, "Ya wajar, itu namanya kamu manusia, Gis. Kalau hidupmu dipenuhi wijen berarti kamu onde-onde." Definisi kakak kurang ajar yang selalu bikin emosi Gistara memuncak. tawa Naka meledak, tanpa menunjukkan belas kasihan sedikit pun pada sang adik.
Gistara kadang merasa beruntung, lahir sebagai anak tunggal, ternyata dia tidak sendirian. Ada Janaka Hirarchy Padmaja - si Abang sepupu yang telah bertransformasi seperti saudara kandung. Yang Gistara tahu katanya sepupu itu bukan mahram, dihalalkan menikah, artinya tidak boleh berdekatan, kan? Namun, pengecualian untuk Gistara dan Naka. Keduanya meski memiliki hubungan sepupu juga merupakan saudara sepersusuan, karena sejak bayi Gistara diasuh oleh mamanya Naka.
Saudara sepersusuan otomatis menjadi Mahram. Sama halnya seperti mahram dalam pertalian nasab.
"Udah, jangan cengeng. Ntar malam ikut Mas." Naka berkata lagi usai tawanya mereda.
Binar di mata Gistara kembali muncul. "Mau bantuin gue, kan, Mas?" Yang ditanya mengangguk. Siapa tahu Mas Naka benar-benar memiliki harta karun atau deposit rahasia yang bisa Gistara pinjam dahulu. "Serius Mas? Tabungan lo banyak juga, ya?"
Guling di kasur melayang ke atas kepala Gistara. "Ya kali aku harus nguras tabungan cuma buat bayarin masalahmu, Gis."
"Ish, Mas Nakaaa." Rengek Gistara manja.
"Ntar malam kamu ikut Mas ke kondangan. Dandan yang cakep jangan lupa."
Mata Gistara menyipit.
"Pardon! Tanpa dandan gue udah cakep kali!" Protes Tara. "Lagian ogah banget nemenin Mas Naka kondangan, kakak macam apa itu?! Enggak ada empatinya sama sekali, padahal adiknha lagi kena musibah. Nyesel gue jadi adik lo, Mas."
"Dengerin dulu Gis. Justru ini Mas mau kasih solusi. Kamu temenin Mas kondangan, ini yang nikah Elbayu loh, yang punya DNA Architecture. Ntar di sana pasti banyak tuh temennya Mas yang tajir, sekelas pengusaha, crazy rich juga pasti pasti ada, kesempatan kamu buat deketin salah satu dari mereka, syukur-syukur bisa langsung digebet, habis itu kamu nikahin, trus nanti suamimu itu yang bakal nyelesein masalahmu, Lil Sister."
Gistara mendelik. Ide gila macam apa itu? Sekalian saja Gistara jadi Ani-Ani. Hape mana hape, Gistara mau bikin tiktok, terus kepoin akunnya Sahabat Ani-Ani Surabaya, siapa tahu banyak tips biar jadi ani-ani yang sukses tujuh turunan.
Astaghfirullah ...
"Mas Naka! Ini namanya lo enggak ngasih solusi tapi malah nambahin masalah." Frustrasi terpampang nyata di wajah cantik Gistara.
"Ya, Mas, kan bukan pegadaian yang mengatasi masalah tanpa masalah, Gigis."
___
Bhahahaaa ...
Wes talah, pokoknya yang ringan-ringan aja ya.
Heeei ayo talah rek, jangan pelit tekan bintangnya, yo.
28-08-24
1555
Tabik
Chan 💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top