VI. It's a Man's World

Bibiana duduk berselonjor di atas sofa kulit yang berada di tengah ruang rekreasi di dalam rumahnya yang bergaya Mediterania. Dinding berwarna coklat yang senada dengan sofa kulit, tegel khasnya yang berwarna oranye, hijau, dan putih menyamai warna tanaman kering yang menjadi hiasan di dalam rumah.

Orang-orang berlalu lalang di belakangnya. Sebagai kerabat dekat Don Outfit dan juga merupakan mantan Consigliere Outfit, kediaman keluarga Amato tidak pernah sepi. Selalu ada saja yang datang berkunjung walaupun akhir-akhir ini yang datang mengunjunginya hanya Emilio karena ayahnya tidak lagi menerima tamu sejak kesehatannya menurun.

Suara mesin penghisap debu menyaingi suara pot dan ketel dari dapur. Bibiana berusaha menulikan telinganya dan fokus dengan benda persegi panjang yang ada di hadapannya, saluran TV terus menerus berganti bersamaan dengan tekanan dari jemari Bibi di remot yang berada di tangan kanannya.

Matanya menatap kosong saluran TV yang membosankan, entah apa yang menghalanginya selama ini, tetapi dia bertekad akan segera memasang saluran TV berbayar hingga dia bisa menonton apa saja yang dia inginkan di kala senggang daripada mengikuti siaran TV yang membosankan.

"Kabar berita dari ... "

Bzz.

"Bola bergulir dilemparkan oleh .... "

Bzz.

"Teganya kau .... "

Bzz.

Bibiana sudah melewati siaran berita terkini, acara siaran bola, hingga telenovela yang biasa ditonton oleh Gabrielle, pengasuhnya sekaligus asisten rumah tangga yang telah tinggal di rumahnya lebih dari dua dekade lampau. Di siang hari seperti ini, wanita paruh baya itu akan sibuk di dapur dan memerintahkan beberapa penjaga untuk berhenti menakutinya dengan senjata mereka, di malam hari ia akan kembali ke rumahnya.

Bibiana tidak yakin apa para pelayan yang dimiliki Outfit tahu apa pekerjaan mereka yang sebenarnya, tetapi dia yakin meski berada di dalam kegelapan, mereka tidak benar-benar buta seperti yang terlihat. Mereka mungkin tahu apa yang berada di permukaan, tetapi bisnis dan segala macam lainnya, mereka memilih menutup mata. Gaji yang diterima oleh Gabrielle dan pelayan lainnya jelas jauh lebih tinggi daripada gaji yang mereka bisa dapatkan di tempat biasa, bahkan di rumah milyuner sekalipun.

Tangan Bibiana berhenti menekan tombol berikutnya di remot ketika siaran berganti menjadi acara hewan, lebih spesifik lagi, anjing.

Bibiana memperhatikan anjing-anjing yang tengah berkompetisi itu. Anjing Husky itu mirip dengan Ferro, bermata biru, berambut gelap. Dante mirip dengan seekor German Shepherd, rambut gelap, mata gelap. Emilio mungkin lebih mirip dengan Golden Retriever, lalu Alessio ... apa pria itu juga mirip dengan Golden Retriever?

Bibiana terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri hingga tidak menyadari sosok yang berjalan mendekat ke arahnya hingga ia menyadari sosok itu membungkuk tepat di atasnya. Rambutnya yang berkuncir satu bergesekan dengan dada pria itu. Bibiana mendongakkan kepalanya, matanya membulat kaget. "Alessio?"

"Aku tidak tahu kau suka anjing." Alessio masih menatap siaran TV itu dengan seksama sementara Bibiana menelan ludahnya.

Ada satu hal yang Bibiana sadari terhadap pria itu, dia suka merangsek masuk ke dalam kehidupannya dan mengaburkan garis yang telah dia buat sedari awal mereka bertemu. Bibiana tidak nyaman dengan kenyataan ini, tetapi dia tidak bisa berjalan mundur dan membuat garis lagi. Bagaimana pun apa yang pria itu katakan kepadanya kemarin benar, mereka akan menikah dalam tiga bulan lagi, cepat atau lambat mereka harus tetap saling mengenal satu sama lain.

"Ferro pernah menitipkan anjingnya kepadaku beberapa tahun lalu." Bila ada satu kejutan mengenai Ferro mungkin itu terkait anjing yang ia miliki, alih-alih anjing besar seperti yang biasa berpatroli di rumahnya, pria itu punya anjing kecil yang dititipkan kepadanya beberapa bulan beberapa tahun lalu.

"Kau tidak ingin memiliki hewan peliharaan sendiri?" Alessio bangkit, mata biru pria itu menatapnya lurus, Bibiana tidak tahu apa yang pria itu tengah pikirkan saat ini ketika ia tiba-tiba memegang rambutnya yang dikuncir lalu menarik ikat rambutnya turun.

"Hey." Bibiana memprotes.

"Aku ambil ini." Alessio menyimpan ikat rambutnya di dalam saku celananya. "Jadi? Apa kau tidak mau memiliki peliharaanmu sendiri?"

"Kurasa aku terlalu sibuk untuk itu, lagipula hewan peliharaan adalah sebuah komitmen besar."

Alessio mengangguk paham. "Rumahmu bagus."

"Tentu saja, ini rumah orang tuaku, ibuku sendiri yang mendesain rumah ini, dia yang memilih tegel Italia yang kau injak itu." Senyum kecil terbentuk di bibir Bibiana, rumah ini merupakan satu-satunya hubungan yang ia miliki terhadap ibunya sebelum Leila meninggal. Ada buku resep ibunya di sini, selimut yang dirajut oleh ibunya, juga hal-hal yang berbau seperti Leila. "Ada apa kau ke sini?" Alessio mungkin tunangannya, tetapi tetap saja mengejutkan melihat pria itu tiba-tiba datang ke rumahnya tanpa pemberitahuan sebelumnya.

"Kupikir kita telah sepakat kemarin?" Alessio menarik alisnya ke atas, sebuah jejak jenaka terbentuk di mata dan bibirnya.

Bibiana mengerutkan keningnya bingung. "Aku tahu kita berjanji untuk saling mengenal, tapi .... "

"Tidak secepat itu?" Alessio bertanya kembali, entah kenapa pertanyaan pria itu sama seperti saat mereka pertama kali bertemu. Mau tak mau Bibiana mengangguk kembali, Alessio tidak hanya merangsek masuk melewati zona nyamannya, pria ini mengacaukannya. "Aku kira ini saat yang tepat untuk mengajakmu berkencan."

"Berkencan?" Bibiana menaikkan alisnya sangsi. Tidak pernah ada seorang pun yang berani mengajaknya berkencan. Dante terlalu menyeramkan untuk bocah-bocah di masa lampau, pria itu bahkan mematahkan lengan salah satu teman sekolahnya karena hampir menciumnya. Sementara setelah itu, tidak ada seorang pun yang berani mengajaknya kencan karena posisi ayahnya dan sepupunya yang terlalu berpengaruh di Outfit. "Di hari Selasa?" Bibiana bertanya kembali.

"Ya."

"Kau tidak bekerja?"

"Aku baru saja hendak mengajakmu ke tempat kerjaku." Bibiana mengangguk lagi, dari yang pernah Emilio katakan kepadanya di kedai es krim Stella, Alessio bekerja di salah satu griya seni sebagai seorang akuntan, keahlian pria itu cuci uang. Dia tidak seperti Dante atau pria-pria lainnya yang bekerja di lapangan, tempat kerja Alessio dikelilingi dengan lukisan dan antik mahal, bukan potongan badan manusia.

Bibiana mempertimbangkan beberapa saat, daripada menghabiskan waktu di rumahnya menonton acara TV yang membosankan, mungkin dia bisa mengambil kesempatan ini untuk lebih mengenal Alessio. Bibiana kembali mengangguk. "Aku akan mengganti bajuku dan memberitahu Papa terlebih dahulu."

"Baiklah, aku akan menemui Antonio."

***

Tiga puluh menit kemudian Bibiana telah siap dengan sundress berwarna putih dan sepatu wedges. Ia berjalan menuju kantor ayahnya ketika mendengar Antonio dan Alessio tengah berbincang mengenai sesuatu yang tidak ia mengerti.

"Kesehatanmu menurun, Antonio."

"Aku tahu." Antonio menarik napas berat. Akhir-akhir ini lebih berat daripada sebelumnya, kondisinya tidak bisa dengan mudah disembunyikan lagi seperti dahulu.

"Kau memiliki banyak musuh yang mengincarmu."

"Sekali lagi, aku tahu, Alessio."

"Bukankah ini alasan kenapa Ferro memilihku menjadi pasangan Bibiana?" Alessio berbicara dengan nada rendah kepada ayahnya. "Karena aku pilihan yang aman untuk putrimu."

"Karena kau juga menawarkan diri." Antonio terbatuk. "Pria lainnya yang menawarkan diri ... tidaklah tepat. Kau pilihan terbaik di antara yang terburuk."

Bibiana tahu mereka tengah membicarakan dirinya dan pernikahan ini. Dia tahu kondisi ayahnya memburuk, tetapi dia tidak tahu seburuk apa kondisi ayahnya saat ini hingga memilih untuk menikahkannya sesegera mungkin.

"Apa dia tahu?" Alessio bertanya, Antonio menggeleng.

"Dia tidak boleh tahu."

"Kenapa? Kukira akan lebih baik bila dia tahu."

Antonio memejamkan matanya lebih lama daripada sebelumnya. "Mari kita lihat yang mana lebih duluan tiba, kepergianku atau kedatangannya."

"Antonio." Alessio memperingati.

"Papa." Kedua pria itu berhenti berbicara saat Bibiana masuk ke dalam ruang kantor dan tersenyum lebar kepada keduanya.

"Bibi," seperti biasa, ayahnya menyambutnya dengan senyum ramah. Antonio Amato punya banyak musuh karena dia salah satu eksekutor Outfit, bertahan hidup selama ini adalah sebuah keberuntungan ketika ada banyak sekali orang yang ingin membunuhnya, tidak hanya di luar Outfit, tetapi juga di dalamnya. "Kudengar dari Alessio kau akan pergi ke griya seni yang ia kelola di downtown."

"Seperti yang dia ceritakan kepadamu." Bibiana mengembangkan senyum tipis. Bibiana berjalan mendekati ayahnya lalu mengecup kedua pipinya. "Aku akan segera kembali."

"Jaga putriku, Ale."

"Dengan nyawaku, Antonio." Alessio menarik napas berat ketika meninggalkan ruang kerja Antonio.

"Kondisi ayahku tidak terlihat baik, bukan?" Bibiana membuka percakapan ketika mereka berjalan keluar dari rumahnya.

"Dia pria yang baik." Alessio memberikan komentar sambil lalu. Antonio memang bukan pria paling suci yang pernah ia temui, tetapi dia salah satu yang terbaik yang ada di dalam Outfit. Antonio membunuh, tetapi pria itu membunuh dengan alasan. Tidak seperti beberapa pria lain yang membunuh karena kesenangan mereka terganggu.

"Begitu yang orang-orang katakan kepadaku." Bibiana menoleh ke belakang, melihat rumahnya yang megah dan besar. "Aku mendengar percakapanmu dengan ayahku."

Alessio menegang sesaat, dia berusaha rileks kembali ketika mengulurkan tangannya untuk membuka pintu BMW miliknya. "Oh ya? Apa yang kau dengar?"

"Bahwa Ferro memilihmu dari para pria yang menawarkan dirinya untuk menikahiku." Bibiana masuk ke dalam mobil, tidak lama kemudian Alessio mengikutinya dan duduk di bangku pengemudi. "Aku juga tahu ayahku sakit kanker. Pankreas. Dia berusaha menyembunyikannya dariku, tapi aku tahu."

"Bibi, dia berusaha menemukan seseorang yang tepat untuk menjagamu setelah dia tiada." Alessio menerobos beberapa garis pembatas yang Bibiana miliki dalam satu waktu.

"I'm sorry that you have to marry me instead." Bibiana tertawa miris, matanya berair, membicarakan sakit yang ayahnya alami tidaklah mudah. Ini adalah dunia lelaki, tanpa Dante dan tanpa ayahnya di sisinya, Bibiana tidak akan bertahan lama di dalam Outfit. Orang-orang akan berusaha menguasai aset yang dimiliki oleh keluarga Amato, cepat atau lambat, dia pun juga akan menjadi salah satu dari bagian aset itu. Bukan Bibiana Amato, bukan dirinya sendiri, hanya salah satu aset penghias rumah yang dipanggil istri.

"Kukira kau melewatkan bagian di mana Antonio berkata bahwa aku menawarkan diriku untuk menikahimu." Alessio mengambil sebuah tissue lalu menyerahkannya ke Bibiana. "Tidak perlu merasa bersalah, ini adalah salah satu pilihanku."

"Kenapa?" Bibiana melihat mata biru pria itu, dia tidak mengerti. Wajahnya biasa saja, selain rambut merahnya, seluruh bagian wajahnya lebih mirip Antonio dibanding Leila. Tubuhnya tidak seperti Martina yang seumpama gitar spanyol, melekuk di tempat yang tepat. Para pria di dalam Outfit tentu pernah mencicipi para wanita yang berada di Ashpere, sekali atau dua kali, Bibi yakin Alessio pun seperti itu. Ah, mungkin aset yang dia miliki menjadi salah satu alasan kenapa pria ini ingin menikahinya.

"Because it is you, Bibi." Sejak pertama melihat Bibiana, karena wanita itu adalah Bibiana. Well, Alessio bukanlah pria yang sentimental, tetapi harus dia akui ada sesuatu dalam diri Bibiana yang menariknya bagai magnet, dia ingin mengabaikan gadis itu, melupakannya dan menguburnya sedalam mungkin di dalam ingatannya, tetapi ketika penawaran itu dibuka, dia menjadi orang pertama yang menawarkan diri meski itu berarti dia harus kehilangan ketenangannya karena berhubungan dengan keluarga Amato.

Bibiana mengatupkan bibirnya cukup lama, dia melihat jalanan yang ramai dengan kendaraan sebelum bertanya kembali. "Nama belakangmu unik, Rivierra, aku tidak pernah mendengar salah satu keluarga bernama Rivierra."

"Karena ayahku bukan bagian dari Outfit." Alessio menjelaskan. "Mungkin kau mengenal nama keluarga ibuku, Russo."

"Oh," Bibiana mengenal nama itu, salah satu nama keluarga tertua dan terpandang di kalangan imigran Italia.

"Valentina Russo kabur dari Outfit bersama ayahku, Ryan Rivierra, saat tengah mengandungku." Alessio membuka kisahnya dengan nada tenang, tidak ada nada getir atau pun amarah di dalam suaranya. "Kita tinggal berpindah-pindah selama beberapa waktu sebelum akhirnya menetap di Meksiko dan Outfit mencium keberadaan orang tuaku."

Bibiana tahu akhir kisah ini, tidak ada seorang pun yang selamat ketika mereka berusaha kabur dari Outfit.

"Ayahku meninggal, satu tembakan di kepala. It was a mercy killing. Outfit membawaku dan Valentina kembali ke Chicago." Bibiana heran kenapa Alessio memanggil ibunya sendiri dengan sebutan Valentina, bukan ibu atau madre.

"Apa yang terjadi setelah mereka membawamu ke Chicago?" Bibiana bertanya dengan nada penasaran.

"Kakekku, ayah Valentina, menolak mengakuiku sebagai cucunya. Mereka membuangku." Alessio menoleh sekilas, menatap Bibiana. "Membuangku adalah sebuah anugerah, sungguh."

"Sungguh?" Bibiana bertanya sangsi.

"Aku bertemu denganmu di salah satu rumah singgah itu. Gadis sepuluh tahun dengan wajah berkerut dalam di hari ulang tahunnya, gaun pink, balon pink, aku bertanya-tanya apa yang membuatnya begitu marah di hari di mana ia seharusnya berbahagia. And that's how I met you, Bibi."

Bibiana menahan napasnya, entah kenapa kali ini seperti Dante yang mengirimkan pria ini kepadanya. Dia ingat acara ulang tahunnya itu, Dante yang membawanya ke sana karena tidak ada seorang pun yang datang ke acara ulang tahunnya. Orang tua teman-temannya takut kepada ayahnya dan daripada merengek mengamuk di hari ulang tahunnya, Dante membawanya ke tempat itu, memindahkan segala ornamen pesta ulang tahunnya ke sana. Dia ingin mengistirahatkan pikirannya dari Dante, tetapi pria itu selalu memiliki cara untuk masuk kembali ke dalam benaknya. Keberadaan Dante di dalam hati dan otaknya sudah terpatri terlalu dalam.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top