II. Bibi's Story
Menerima fakta kalau dia adalah anak dari salah satu anggota mafia paling sadis di Chicago tidaklah mudah. Bibiana Amato belajar hal itu dari berbagai pil pahit yang ayahnya berusaha sembunyikan dan tutupi dalam-dalam. Serapat apa pun pintu sebuah jeruji besi, tentu ada celah yang dapat dimasuki oleh Outfit, begitu juga rahasia yang awalnya ayahnya berusaha simpan-- setidaknya hingga ia cukup umur.
Saat usianya delapan tahun, Bibiana mulai memahami kenapa teman-temannya yang dulu dekat dengannya mulai menjauhinya. Lewat telinga kecilnya, Bibi mendengar apa yang para orang tua anak-anak itu katakan tentang ayahnya. Selama ini yang Bibiana kenal, ayahnya hanyalah seorang dokter gigi anak yang mempunyai klinik di tepi kota. Namun, fakta di baliknya jauh lebih menyenangkan, ayahnya juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai consigliere Outfit.
Antonio Amato membereskan apa yang dianggap perlu. Menghubungi pengacara untuk membereskan apa yang masuk ke dalam pengadilan atau kepolisian, membersihkan jejak-jejak DNA dari para korban--dengan mencabuti gigi mereka satu per satu--, hingga berhubungan langsung dengan Don Outfit.
Bibiana mendengar desas-desus dan berbagai pertanyaan dari orang tua teman-temannya, bagaimana seorang Antonio Amato yang terkenal bersih dan baik hati memiliki hubungan dengan Luciano Belucci atau dengan anggota keluarga Belucci lainnya. Keluarga Belucci memiliki track record yang tidak bisa dikatakan bersih, beberapa dari mereka terang-terangan memperlihatkan bisnis haramnya, mereka juga tidak tersentuh oleh hukum. Polisi cenderung tutup mata dan berbalik arah bila sudah menyangkut hal yang terjadi di dalam ranah bisnis keluarga Belucci.
Bila ada perkelahian di Asphere dan saksi memanggil polisi, polisi itu hanya akan berdiri di depan Asphere tanpa bisa melakukan apa pun. Apa yang terjadi di dalam bisnis milik keluarga Belucci hanya akan bisa dibereskan oleh keluarga Belucci itu sendiri. Bila Ferro memutuskan untuk menyerahkannya kepada kepolisian, maka akan diserahkan kepada kepolisian. Bila Ferro memutuskan untuk menyelesaikannya sendiri, maka bersiaplah, karena tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi di balik pintu Asphere.
Hanya karena Antonio memiliki keterkaitan dengan keluarga Belucci, teman-temannya yang lain diminta untuk menjauhinya. Masa kecil Bibiana cenderung biasa-biasa saja seperti anak lainnya, ketidakhadiran ibu dan teman-temannya dapat dengan mudah digantikan oleh ayahnya dan Dante.
Bibiana tidak ingat apa memori pertamanya tentang Dante. Pria itu selalu berada di sana, di sebelahnya, di sisinya, terkadang mengawasinya dari jauh, terkadang berada di dekatnya tanpa kata. Tentu saja membosankan menemani bocah perempuan ketika ia berada di usia remajanya yang ingin menghabiskan berbagai waktunya bersama teman-temannya, bukan bermain pesta minum teh bersamanya. Bibiana tahu pria itu bosan, tetapi Dante tidak pernah mengatakan apapun. Dia lebih banyak diam ketika berada di sebelahnya.
Satu-satunya perubahan drastis dari masa kecilnya hanyalah ketika mendapati suatu malam ketika Dante datang ke rumahnya dengan wajah babak belur dan luka sabetan panjang di pinggangnya. Ayahnya menjahit luka Dante tanpa banyak kata sementara dia berdiri di ambang pintu menatap pria itu dengan raut ketakutan.
"Kenapa kau belum tidur, Bibi?" Dante bertanya kepadanya, pria itu tersenyum sembari meringis menahan perih ketika Antonio menjahit lukanya satu per satu.
Antonio berbalik, terlihat cukup terkejut melihat anaknya yang berdiri di tepi pintu. "Bibi."
"Kenapa ada banyak darah?" Bibiana menatap lembar demi lembar perban berlumur darah yang tergeletak di lantai.
"Ada banyak darah, eh?" Dante terkekeh. "Seharusnya aku tidak ke sini." Pria itu berucap pelan ke arah Antonio.
Antonio mendengkus, jari jemarinya menjahit luka di pinggang Dante lalu mengikatnya, membalur antiseptik di atasnya lalu menutupnya dengan perban. "Terlalu terlambat untuk mengatakan itu, Nak. Pergi temui Luis untuk tindakan lebih lanjut."
"Apa yang terjadi?" Bibiana mendekat, ia kembali bertanya. "Apa kau terlibat kejahatan?"
"Kejahatan?" Dante melirik ke arah Antonio lalu menatap Bibiana kembali. "Apa maksudmu dengan kejahatan, Bibi?"
"Orang tua Mandy bilang ayahku membantu penjahat." Dengan polosnya Bibiana menjelaskan kepada Dante sementara pria yang usianya jauh lebih tua darinya itu merapikan anak-anak rambutnya yang mencuat keluar dari ikatan rambutnya.
"Hm." Dante bergumam, ia menarik tangannya yang telah lancang menyentuh rambut gadis itu saat ia masih kotor setelah bergumul di atas tanah dengan seseorang hingga akhirnya ia mendapatkan luka sabetan. Dante terdiam cukup lama, berusaha menemukan kata yang tepat untuk menjelaskan apa maksud perkataan orang tua teman-teman Bibiana, tetapi tidak berbohong kepada gadis itu. "Antonio punya banyak teman, bukan?" Bibiana mengangguk, Dante tersenyum. "Dari semua teman ayahmu ada yang jahat dan ada yang baik."
"Jadi ayahku tidak hanya membantu yang jahat?"
Dante tertawa kecil, dia menjelaskan sesederhana mungkin kepada gadis kecil itu. "Ya, dia membantu semua orang, yang jahat dan baik." Dante meringis pelan ketika merasakan denyutan nyeri dari lukanya saat ia bergerak. "Hanya saja orang-orang hanya fokus kepada bagian jahatnya saja."
"Kenapa?"
"Apa yang menyenangkan dari menceritakan kebaikan seseorang, Bibi?"
Antonio menghela napas panjang, dia menutup kotak obatnya. "Sudah cukup. Tidurlah, Bibiana." Antonio menghalau Bibi, memaksa gadis itu keluar dari ruang tamunya dan segera kembali ke kamarnya. Dengan berat hati gadis itu mengikuti perintah ayahnya, samar-samar ia masih bisa mendengar suara Antonio yang memperingati Dante. "Dia masih terlalu muda."
"Kau tidak bisa menyembunyikan anakmu dari kejamnya dunia, Antonio." Dante membalasnya. "Walaupun kau tidak ingin mengakuinya, dia masih termasuk dari Outfit. Perlindungan Outfit terhadapnya hanya terhadap ancaman luar yang membahayakan nyawanya, tetapi tidak dengan perundungan yang teman-temannya lakukan atau tatapan sinis yang para orang tua itu berikan karena pekerjaanmu."
Bibiana mendengar ayahnya mendesah keras sebelum akhirnya ia menutup pintu kamarnya dan memanjat naik ke atas kasur. Kata-kata Dante berputar di benaknya. Outfit dan kejamnya dunia. Apa maksudnya itu semua?
***
Bibiana membuka pintu kedai es krim milik Stella, kekasih Marc. Dari sekian banyak bisnis yang bisa wanita itu pilih, Bibi tidak mengerti kenapa Stella memutuskan untuk membuka kedai es krim, bukan sebuah butik, salon, atau mungkin sebuah bar yang identik dengan pekerjaannya sebelumnya.
"Aku semakin tua." Stella berkomentar. "Dan setelah memutuskan tidak punya anak, kurasa sudah jauh dari kata cukup melihat anak-anak yang masuk dan membeli es krim."
Bibiana meletakkan tasnya di atas meja. Selain dirinya sudah ada Rocco, Marc, Stella, dan bahkan, Emilio, keponakannya yang seumuran dengannya. Lima orang dewasa itu duduk di atas sofa berwarna biru muda mengelilingi meja berbentuk persegi yang ada di dalam ruangan bernuansa retro.
"Jadi itu alasanmu membuka kedai es krim?" Bibiana mengangkat alisnya, dia merebut es krim sundae bertabur cokelat, kacang, dan wafer dari hadapan Emilio lalu menyantapnya.
"Mereka semua bertanya, aku hanya menjawab." Stella memutar bola matanya kesal. "Lagipula para pria di Outfit tidak akan masuk ke tempatku hanya untuk memakan es krim. Ini tidak seperti bar atau club."
"Lalu kenapa kita berkumpul di sini?" Bibiana menoleh melihat Rocco dan Marc bergantian lalu menatap Emilio. "Dan apa yang kau lakukan di sini?"
"Untuk membicarakan pernikahanmu tentu saja." Emilio yang paling pertama bersuara. Membicarakan pernikahan, the elephant in the room, gajah di dalam rungan, masalah terbesar yang harus mereka hadapi saat ini.
"Apa aku punya pilihan?"
"Tentu saja bila kau melihat siapa yang akan Ferro jodohkan denganmu." Emilio mengeluarkan lembar demi lembar kertas, tidak ada salahnya dia bekerja di bidang IT, segala hal juga tetek bengek yang berhubungan dengan komputer, hacking, perubahan data internal, hingga mencari informasi seseorang adalah hal yang terlampau mudah untuknya.
Belum sempat Emilio menyerahkan berkas itu ke tangan Bibiana, Rocco menghentikan gerakannya dan mengambil tumpukan kertas itu terlebih dahulu. Sebagai seseorang yang memiliki hierarki tertinggi di antara mereka saat ini, baik Emilio maupun Bibiana hanya mampu memberengut kesal dan diam, tidak memprotes aksi Rocco yang merebut informasi yang Emilio kumpulkan itu.
Rocco membaca cepat lembar demi lembar informasi itu, alisnya terangkat naik, ia lalu mendesah keras. "Dia ... baik."
"Baik dalam artian apa?" Bibiana ingin merebut kertas itu kembali, tetapi tangan Marc lebih dahulu mengambilnya dan ganti membaca deretan informasi itu. "Apa dia membunuh seseorang dengan mudah? Atau baik karena dia memberi pengampunan? Setidaknya dia tidak seperti Ferro yang menyiksa seseorang terlebih dahulu sebelum membunuhnya. Apa yang kau khawatirkan Rocco?"
"Kau tahu Daniella." Bukan rahasia lagi bila dahulu Daniella dan Rocco adalah sepasang kekasih sebelum Charles Gage menginginkan Daniella dan Ferro menyerahkan wanita itu ke tangan Gage. Sejauh ini belum ada hal berarti di dalam pernikahan mereka, selain keabsenan Rocco di setiap kegiatan yang menjadikan pasangan itu sebagai bintang utama. Pernikahan keduanya, kelahiran anak-anak mereka, serta pesta ulang tahun, Gage melarang Rocco menemui istrinya atau berada di dalam jarak dekat. Rocco dengan senang hati mengikuti larangan itu, dia tidak ingin Daniella mendapatkan masalah karena keberadaan dirinya. "Aku hanya berharap kau tidak mendapatkan seseorang seperti Ferro atau pun Gage."
"Apa benar istri Ferro dikurung di dalam penjara bawah tanah?" Emilio bertanya dengan nada penuh konspirasi. Entah berapa kali ia berusaha menggali informasi tentang istri Ferro itu, bahkan data yang terkubur di dalam FBI pun sudah hangus, habis tak bersisa. Dia hanya menemukan satu file kosong berisi nama Ferro berikut deretan bisnis dan usaha pria itu di berbagai negara, tetapi tentang keluarga seperti anak istrinya, nihil.
Hanya ada nama wanita itu di dalam akta lahir Luca atau pun akta pernikahan mereka, selepas itu tidak ada informasi apa-apa lagi. Bahkan ketika Emilio mencari data wanita itu, dia hanya bisa menebak bila wanita itu pernah masuk ke dalam program perlindungan saksi negara. "Aku mencari informasinya, tetapi nihil, kosong. Bahkan seorang Ferro pun seharusnya tidak bisa melakukan itu. Bukan hanya Outfit yang melindungi istri Ferro, tetapi juga negara." Tanpa sadar Emilio membongkar rahasianya sendiri. Ia segera menutup mulutnya ketika melihat tatapan horor yang diberikan oleh Rocco, Marc, bahkan Stella. "A-apa?"
"Sebaiknya kau tidak tahu apa-apa. Bila Ferro tahu, dia bisa saja membunuhmu." Rocco memperingatinya dengan nada tajam. "Dia akan tahu." Rocco mengingatkannya kembali. "Dia selalu tahu. Lebih baik kau tidak mencari masalah, Emilio."
Bibiana mendengkus, ia mengambil setumpuk kertas yang telah diabaikan oleh Marc lalu membaca informasi yang ada di dalamnya. Alessio Riviera, usianya tidak beda jauh darinya, hanya dua tahun lebih tua. Sementara pekerjaannya, Bibiana membaca informasi tentang pekerjaan pria itu. Seperti Emilio, dia tidak bekerja di lapangan, tetapi lebih ke masalah internal. Dia seorang akuntan.
"Dia akuntan." Bibiana mengangkat alisnya, terkejut. "Ada berapa banyak uang yang telah dia cuci seumur hidupnya?" Dia sungguh tidak percaya Ferro memilih orang ini dari sekian banyak pria yang mungkin jauh lebih tua atau jauh lebih memiliki koneksi.
"Bila dia seorang akuntan artinya dia tidak membunuh." Stella menyimpulkan.
"Jarang." Marc menambahkan. "Kita tidak tahu sejauh apa lingkup pekerjaannya selama ini."
"Setidaknya dia bukan pria lapangan seperti Marc." Stella berkomentar. "Kau tidak perlu khawatir dia memiliki misi berbahaya yang akan membawa kabar kematiannya setiap saat."
"Hey." Marc menyikut Stella. "Apa itu yang kau pikirkan tentang aku?"
"I'm getting old, Marc." Stella tertawa kecil, nada suaranya ringan, nyaris tanpa beban ketika ia mengucapkan kalimat selanjutnya. "Aku tidak ingin memiliki anak yang harus mewarisi pekerjaanmu, tetapi aku juga tidak ingin hidup hingga tua tanpa seorang pun di sisiku. You need to stay alive."
Marc tersenyum kepada kekasihnya itu. Setelah beberapa tahun menjalin kasih, dia tahu apa yang wanitanya pikirkan. Stella tidak ingin dia pergi secepat para pekerja lapangan lainnya, tetapi juga tidak ingin memiliki anak yang akan menerima beban mereka nanti. "We have each other."
"Kalian bisa saling berbagi kasih di tempat lain." Bibiana pura-pura mual sementara Rocco memperhatikannya.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Dengan perjodohan ini? Tidak. Tapi apa aku punya pilihan lain?"
"Apa kau sudah bertanya kepada Antonio?" Rocco melihat Bibiana yang mengangguk. "Apa yang dia katakan?"
Kali ini gadis itu mengangkat wajahnya dari tumpukan kertas berisi informasi itu lalu menatap Rocco tidak mengerti. "Anehnya, dia tidak mengatakan apa pun. Sementara Ferro, dia hanya bilang ayahku tidak ingin aku terluka."
Pria itu menarik napas panjang, kali ini tidak lagi berkomentar. "Temui saja dia. Kelihatannya dia cukup baik."
"Kau tidak mengenalnya?" Bibiana mengerutkan keningnya. Biasanya mereka saling mengenali satu sama lain, tetapi sosok Alessio tidak diketahui oleh sepupu-sepupunya, bahkan Emilio harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mencari data pria itu.
"Tidak." Rocco menjawab singkat. "Mereka yang tidak memiliki pekerjaan lapangan memang jarang tersorot. Apalagi dia bekerja sebagai akuntan di ... " Rocco membaca nama perusahaan tempat Alessio bekerja. "Sebuah griya seni." Rocco mengangkat alisnya. "Sepertinya spesialisasinya memang mencuci uang."
"Dia tidak pernah ke Lady Luck?"
Rocco menggeleng kembali. "Tidak semua yang datang ke Lady Luck menggunakan kartu anggota keluarga mereka, Bibi."
"Baiklah." Alasan Rocco masih cukup dapat diterima, dia juga bisa menerima bila Alessio tidak sama seperti anggota Outfit yang lain atau pun orang-orang yang sebaya dengannya.
Setelah menghabiskan es krim sundae milik Emilio, Bibiana bangkit berdiri, masih ada hal lain yang harus mereka lakukan selain berkumpul di tempat ini. Bahkan Rocco pun telah lebih dahulu meninggalkan mereka untuk bersiap kembali ke Las Vegas.
"Terima kasih, Stella." Bibiana tersenyum kepada wanita itu lalu keluar dari kedai sementara Emilio terburu-buru mengikutinya. "Kau tidak segera kembali ke kantormu, Emilio?"
"Tidak." Emilio menggeleng, langkah kaki pria itu menyamai langkahnya. "Apa menurutmu Ferro .... "
"Sebaiknya kau berhenti berbicara tentang Ferro. Rocco sudah memperingatimu." Bibiana mengingatkannya.
"Tidak, aku tidak akan membicarakan istri Ferro." Emilio mendekatinya lalu berbisik. "Tanpa sengaja aku menemukan file ini." Emilio memberikan sebuah flashdisc kepadanya.
"Tanpa sengaja?" Bibiana tidak percaya kepada keponakannya ini lagi. Tidak ada seorang pun yang tanpa sengaja melakukan sesuatu lalu tanpa sengaja mendalaminya. "Apa ini?"
"Dante Amato." Bibiana menghentikan langkahnya, ia menatap Emilio menuntut penjelasan. "Apa kau tahu bila akta kematian pria itu belum terbit?"
"He is dead." Bibiana menekan setiap patah katanya.
"Sudah berapa lama dia mati, Bibi? Tujuh? Delapan tahun?" Emilio berusaha menjelaskan kepada Bibi. "Kenapa ayahmu tidak melaporkan kematiannya? Bukalah flashdisc yang aku berikan kepadamu. Aku menemukan jawabannya."
"Jelaskan kepadaku sekarang."
"Dante tidak memiliki keluarga, tidak ada seorang pun yang bisa melakukan pemeriksaan DNA dengannya. Tubuhnya hangus, terpanggang, hingga tidak bisa dikenali lagi. Tidak ada yang bisa memastikan itu benar-benar Dante atau bukan." Emilio berbisik pelan. "Aku memeriksa laporan polisi, hanya satu orang yang mengindetifikasinya sebagai Dante. Detektif Alan Darlings, pria itu dimutasi ke daerah lain beberapa tahun lalu, mungkin setahun setelah kematian Dante. Tidak ada lagi kelanjutan dari Alan." Melihat cahaya di mata Bibiana yang meredup dan wajah gadis itu yang bertekuk semakin dalam, Emilio melanjutkan. "Dante bisa saja masih hidup saat ini."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top