Chapter 2
Sasuke menunggu di dekat antrian daikanrasha dengan dua tiket di tangan. Iris onyx nya melirik jam untuk kesekian kali nya, berharap agar pukul lima lewat empat puluh lima menit dapat segera tiba sehingga ia bisa bertatapan dengan gadis musim semi yang dicintainya.
Demi 'kencan pertama' dengan Sakura, Sasuke menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya untuk mematut diri di depan kaca dan memastikan jika penampilannya terlihat sempurna hari ini. Ia bahkan menghabiskan waktu lebih lama ketimbang saat pergi bekerja atau saat bertemu dengan Kushina, dan tak seperti biasanya ia begitu bersemangat untuk bersiap dan berangkat satu jam sebelum waktu perjanjian meskipun tempat perjanjian sendiri bisa ditempuh dalam waktu maksimal dua puluh lima menit.
Sasuke menatap beberapa orang yang mendekati bilik penjual tiket daikanrasha dan ia sama sekali tak menemukan sosok Sakura. Jantung nya berdegup lebih keras seperti biasanya dan wajah nya bahkan memanas hanya dengan membayangkan wajah cantik gadis musim semi itu.
Orang-orang mengatakan jika jatuh cinta adalah obat paling ampuh untuk membuat seseorang merasa bahagia, dan hal itu berlaku bagi Sasuke. Ia merasa begitu bahagia hanya dengan memikirkan Sakura dan tersenyum lebih sering, seolah perasaan cinta telah menutupi luka di hati nya sejenak.
"Sasuke!" terdengar suara seseorang yang memanggil nama nya dan membuat Sasuke menoleh. Hal yang dilihatnya pertama kali setelah ia mendongak ialah iris emerald dan senyuman sang gadis musim semi yang membuatnya tersenyum secara spontan.
"Sudah lama menunggu? Maaf, ya, padahal aku sudah berangkat lebih awal, lho," ujar Sakura sambil menundukkan kepala dengan sopan.
"Tidak apa. Waktu perjanjian nya masih dua puluh menit lagi."
Sakura tersenyum dan menghembuskan nafas lega, "Syukurlah. Kuharap kau tidak kesal karena telah menunggu."
Jantung Sasuke kembali berdegup kencang saat ia mendapati senyuman di wajah Sakura. Ia merasa bahagia saat menyadari senyuman itu ditujukan padanya.
"Aku juga belum lama tiba," jawab Sasuke sambil tersenyum tanpa ia sadari dan memberikan sebuah tiket pada Sakura, "Ini untukmu."
"Arigatou," jawab Sakura sambil menerima tiket dengan sebelah tangan dan tangan lain nya membuka tas untuk mengambil dompet nya. Ia mengeluarkan selembar uang kertas dan hendak memberikannya pada Sasuke, namun lelaki itu telah mendorong uang nya kembali sebelum ia sempat mengatakan sesuatu.
"Tidak usah. Aku mentraktirmu hari ini."
"Sungguh? Aku jadi merasa tidak enak telah merepotkanmu."
"Hn."
"Arigatou, Sasuke-san."
"Hn."
Sakura mengernyitkan dahi, ia tak begitu paham dengan maksud gumaman tidak jelas dari Sasuke. Namun ia mengartikannya sebagai persetujuan dan kini berinisiatif menuju vending machine serta membelikan minuman bagi lelaki itu sebagai ucapan terima kasih.
Sakura segera memasukkan uang lima ratus yen dan menekan tombol untuk membeli sekaleng guava juice dan melirik Sasuke, "Kau ingin minum apa? Aku membelikan untukmu."
Sasuke melirik minuman-minuman yang terpajang di vending machine. Jari nya dengan cepat menekan tombol tomato juice ketika iris onyx nya berhasil menemukan kaleng minuman itu.
Sekaleng tomato juice keluar dari vending machine dan Sakura melirik lelaki itu sejenak. Ia menganggap lelaki itu sebagai lelaki yang tak memiliki sopan santun, hal itu terbukti dengan ucapan yang tidak sopan saat di taman dan ucapan terima kasih yang hanya dibalas dengan gumaman tidak jelas, bukan ucapan 'douiteshimashite' seperti yang seharusnya.
"Arigato."
Ucapan Sasuke membuat Sakura terkejut dan untuk sesaat ia terdiam. Ia tak menyangka Sasuke akan mengucapkan terima kasih padanya.
"Huh? Douiteshimashite."
Cairan tomato juice menuruni kerongkongan Sasuke dan membuat perasaan nya jauh lebih baik. Ditambah dengan keberadaan Sakura di sisi nya, membuat mood nya benar-benar baik.
Tak berbeda dengan Sasuke, Sakura sendiri juga merasa senang saat ini. Ia berharap dapat lebih akrab dengan Sasuke sehingga dapat mengajak lelaki itu untuk naik daikanrasha bersama. Ia merasa senang dapat bertemu dengan seseorang yang memiliki hobi yang sama akhirnya.
Iris emerald Sakura bertemu pandang dengan iris onyx Sasuke tanpa sengaja dan mereka berdua sama-sama memalingkan wajah seketika. Sasuke dengan perasaan gugup dan jantung yang berdebar diluar kendali serta nafas yang terasa sesak seketika.
Entah mengapa Sakura juga merasa gugup dan canggung dengan tatapan Sasuke yang ditujukan padanya. Cara menatap Sasuke berbeda dengan lelaki lain, lelaki itu menatapnya seolah-olah hanya dirinya lah objek yang berada dihadapan lelaki itu saat ini. Ditambah dengan wajah tampan lelaki itu, membuat tatapan lelaki itu terasa semakin spesial dan mampu membuat gadis-gadis merasa tersanjung hanya dengan tatapan nya.
"Um.. etto... kita akan mengantri daikanrasha sekarang?" Sakura membuka mulut untuk mengajukan pertanyaan dengan canggung.
"Kau ingin sekarang?"
"Sekarang tidak terlalu cepat jika ingin melihat sunset tepat saat berada di puncak, kan?"
"Kurasa tidak."
"Baiklah, kalau begitu sekarang saja."
Sakura segera berjalan menuju antrian dengan langkah cepat. Ia merasa senang saat menyadari antrian daikanrasha hari ini sangat sedikit. Hanya terdapat dua orang di depan mereka.
Kedua orang itu telah masuk ke dalam bilik daikanrasha ketika Sakura sampai di garis antrian dan petugas tengah menutup pintu bilik daikanrasha. Sakura dan Sasuke segera menunjukkan tiket mereka dan petugas merobeknya serta mempersilahkan mereka berdua masuk ke dalam bilik.
Daikanrasha mulai bergerak naik secara perlahan dan kali ini Sasuke dan Sakura duduk bersebelahan agar dapat lebih menikmati pemandangan tanpa terhalang tubuh masing-masing.
Sasuke berusaha keras agar tetap terlihat tenang dengan ekspresi wajah datar. Namun hati nya semakin berkecamuk dengan sang gadis musim semi yang kini berada di samping nya. Ia bahkan bisa menghirup aroma bunga sakura dari rambut gadis itu.
"Sasuke-san, apa musim favoritmu?" tanya Sakura dengan maksud mencairkan keheningan yang menjemukan.
Sasuke berpikir sejenak. Ia tidak suka musim semi meskipun menurut orang-orang musim semi adalah musim terbaik. Musim semi merupakan musim dimana orang-orang berkumpul untuk hanami dan membuat Sasuke teringat akan kesepian nya dan membuatnya muak. Musim panas terlalu panas dan hampir tak ada orang yang menyukainya. Sementara musim gugur terkesan begitu menyedihkan dan mood ikut terasa suram dengan daun-daun yang berguguran. Ia tertarik dengan salju-salju putih yang bertumpuk dan bola-bola salju putih bersih yang berjatuhan dari langit, sehingga dapat disimpulkan jika ia menyukai musim dingin.
"Musim dingin, bagaimana denganmu?"
Sakura membelalakan mata saat mendengar jawaban Sasuke. Lagi-lagi terdapat kesamaan diantara dirinya dan Sasuke.
"Benarkah?! Aku juga menyukai musim dingin. Kukira aku satu-satunya orang yang menyukai musim dingin."
"Hn? Apakah menyukai musim dingin adalah hal yang salah?"
Sakura menggeleng, "Menurutku sih tidak. Namun banyak orang yang menganggapnya aneh. Menurut mereka, musim semi adalah yang terbaik. Namun aku merasa muak dengan musim semi."
"Bukankah kau bisa melihat bunga sakura bermekaran di musim semi?" ujar Sasuke dengan maksud sedikit berbasa-basi.
"Memang sih. Tapi tetap saja menyebalkan. Marga dan nama ku berkaitan dengan musim semi dan warna rambut asli ku seperti ini. Aku merasa terlalu berlebihan dan muak."
"Bahkan aku juga mencium aroma bunga sakura dari rambutmu," goda Sasuke yang membuat ekspresi wajah Sakura berubah seketika.
"Serius? Kau menciumnya? Apa-apaan, itu?" ucap Sakura dengan wajah jengkel.
"Hn. Kau benar-benar mengingatkanku akan bunga sakura dan musim semi."
"Sasuke! Ah!" pekik Sakura dengan jengkel dan ia tanpa sadar memukul lengan Sasuke dengan keras.
Sasuke segera melirik tangan nya sendiri yang tiba-tiba saja terasa sakit dan Sakura buru-buru menundukkan kepala dengan perasaan bersalah.
"Gomenasai. Aku terbiasa seperti itu pada Naruto."
Sasuke segera meletakkan telapak tangan kanan nya ke lengan kiri nya. Pukulan Sakura cukup keras dan terasa sakit.
"Hn."
"Maksudnya? Kau baik-baik saja? Tidak sakit, kan?"
"Tidak."
"Ah... syukurlah," ucap Sakura dengan lega sambil menatap keluar. Matahari sudah hampir terbenam dan bilik daikanrasha mereka telah berada di puncak.
Warna langit hari ini begitu cantik. Perpaduan antara warna jingga, ungu dan merah muda yang bercampur menjadi satu tak dapat ditemui setiap hari dan terasa begitu indah.
Sakura segera mengeluarkan ponsel nya dan mengambil gambar pemandangan dari dalam bilik daikanrasha yang menurutnya sangat layak untuk diabadikan. Begitupun dengan Sasuke yang juga mengeluarkan ponsle nya dan ikut mengambil gambar.
Baik Sasuke maupun Sakura tak bertukar kata dan terus menatap kearah matahari yang terbenam hingga tak lagi terlihat. Satu putaran sudah hampir selesai dan Sasuke berharap agar waktu dapat berhenti saat ini sehingga ia terus bersama dengan Sakura.
"Pemandangan hari ini benar-benar bagus, ya," ujar Sakura sambil tersenyum.
Sasuke menganggukan kepala. Tentu saja pemandangan hari ini benar-benar indah, ditambah dengan bertemu dengan Sakura maka akan semakin sempurna.
"Sakura, ingin makan malam bersama?" tawar Sasuke sambil melirik ponsel nya. Jam telah menunjukkan pukul enam lewat sepuluh menit dan ia memiliki janji bersama Kushina pukul setengah tujuh malam.
"Boleh saja. Kau ingin makan dimana?"
"Restaurant cepat saji bagaimana? Aku memiliki janji dengan seseorang pukul setengah tujuh," ujar Sasuke dengan berat hati saat menyebutkan janji bersama Kushina.
Sakura sedikit terkejut dan entah kenapa mood nya memburuk saat mendengar ucapan Sasuke mengenai janji bersama seseorang. Ia merasa kecewa dan berharap jika orang tersebut bukanlah kekasih Sasuke.
"Boleh. Bagaimana dengan Yoshinoya di dekat tempat ini saja?"
"Kau ingin makan disana?"
Sakura tertawa canggung dengan wajah sedikit memerah dan berkata, "Ingin, sih. Namun kalau kau ingin makan di tempat lain juga tidak apa-apa."
"Kalau begitu makan disana saja," jawab Sasuke yang dibalas dengan senyuman oleh Sakura, senyuman yang membuat Sasuke ikut merasa senang.
.
.
"Itadakimasu," ucap Sakura sambil mengambil sumpit yang diletakkan diatas nampan.
"Hn. Itadakimasu."
Sakura mulai memakan beef bowl dengan perlahan dan mengambil sepotong daging yang digoreng dengan tepung serta memakan nya. Ia menyukai makanan di Yoshinoya yang menurutnya cukup terjangkau dan lebih baik dibandingkan gerai fast food lain nya.
Sasuke menelan daging dengan cepat dan berusaha menikmati makanan. Sebetulnya ia tak terlalu menyukai makanan Yoshinoya yang menurutnya terlalu manis, namun ia tak ingin menolak keinginan Sakura dan menyetujuinya begitu saja.
Ponsel Sasuke berbunyi dan ia segera melihat nama penelpon. Kushina telah menelpon nya dan ia telah terlambat sepuluh menit dari waktu perjanjian. Sasuke berniat menghiraukannya, namun ia terpaksa mengangkatnya agar tak menganggu pengunjung lain.
Sasuke segera bangkit berdiri dan meninggalkan tempat duduk serta mengangkat telepon.
"Sasuke-kun, kau dimana? Aku sudah tiba di restaurant."
"Gomen, Kushina-chan. Aku akan berangkat sekarang."
"Kau belum berangkat?!" terdengar suara Kushina yang meninggi. "Tidak biasanya kau terlambat. Ada apa denganmu, huh?"
"Akan kujelaskan nanti. Pesanlah makanan terlebih dulu, Kushina-chan"
"Cepatlah. Aku menunggumu, Sasuke-kun."
Sasuke segera kembali ke tempat duduk dan menghabiskan minum dengan tergesa-gesa. Ia bahkan tak menyentuh makanan nya yang baru saja dimakan beberapa suap.
"Sakura, aku harus pergi sekarang. Terima kasih telah menemaniku naik daikanrasha bersama."
"Terima kasih telah membayariku makan malam dan tiket daikanrasha. Aku akan mentraktirmu nanti. Berhati-hatilah di jalan."
"Hn."
"Jaa ne," Sakura melambaik tangan pada Sasuke yang hanya membalas dengan mengangkat tangan serta tergesa-gesa meninggalkan restaurant.
Sakura meringis saat Sasuke telah meninggalkan restaurant. Ia lupa meminta nomor telepon lelaki itu untuk mengajaknya bertemu nanti.
.
.
"Sasuke-kun, mengapa kau lama sekali? Aku merindukanmu, tahu."
Sasuke berpura-pura tersenyum meskipun bibir nya terasa kaku akibat terlalu banyak tersenyum pada Sakura.
"Gomenasai, Kushina-chan. Aku juga merindukanmu."
Kushina segera mengecup bibir Sasuke tanpa mempedulikan tamu-tamu restaurant lain nya dan tersenyum lebar.
"Itu sebagai kompensasi karena telah membuatku menunggu."
"Kalau meminta lebih juga tidak apa-apa," goda Sasuke dan membuat Kushina kembali tersenyum. Namun sesaat kemudian raut wajah Kushina langsung terlihat masam.
"Ingin, sih. Namun Minato baru saja kembali. Maka aku tak bisa sering-sering bertemu denganmu."
Sasuke bersorak dalam hati. Dengan Kushina yang tak bisa sering bertemu dengan nya, maka ia akan memiliki lebih banyak waktu untuk bertemu Sakura tanpa harus terburu-buru seperti saat ini.
Seorang pelayan menghampiri meja Kushina dan membawakan dua gelas tomato juice serta calamari dan bruschetta dengan tomat yang menggiurkan.
"Sasuke-kun, aku sudah memesankan menu favorit mu yang biasanya. Tidak apa-apa, kan?"
"Hn."
Sasuke segera mengambil sepotong bruschetta dan memakan nya dengan perlahan serta meminum tomato juice.
"Mengapa tadi kau terlambat, Sasuke-kun?"
"Aku naik daikanrasha bersama temanku," jawab Sasuke dengan jujur.
"Teman? Kau tidak selingkuh, kan?"
"Tentu saja tidak, Kushina-chan. Aku tidak akan berselingkuh darimu," Sasuke berkata dengan ekspresi dan nada suara yang menenagkan. "Tenang saja."
"Benarkah? Lain kali jika kau ingin naik daikanrasha, ajak saja aku. Kau tidak perlu mengajak temanmu lagi."
"Aku sangat suka naik daikanrasha, lho. Bagaimana kalau aku mengajakmu naik daikanrasha dua hari sekali? Aku tidak ingin membuatmu bosan, Kushina-chan."
Kushina menggeleng hingga rambut merah nya ikut bergoyang mengikuti gerakan kepala nya, "Jangankan dua hari sekali, setiap hari pun tidak apa-apa asal bersama denganmu. Yang penting aku bisa bertemu denganmu, itu saja."
Sasuke merada khawatir jika Kushina serius dengan ucapan nya. Namun ia merasa lega dengan kepulangan suami Kushina saat ini. Setidaknya sekarang ia tidak perlu sering-sering bertemu dengan wanita itu.
"Aku benar-benar tak sabar menunggu Minato kembali meninggalkan rumah, deh. Kalau dia tidak ada, aku bisa pergi bersama denganmu."
"Bukankah Naruto merasa senang dengan kepulangan ayah nya?"
Kushina mengangguk dengan wajah muram, "Iya, sih. Namun aku kan tidak. Perasaan cintaku padanya sudah luntur sejak ia sering meninggalkanku sendiri."
Sasuke melirik kearah salah satu meja dan melirik meja-meja lain nya dengan tatapan tajam. Sejak tadi ia merasa seseorang memperhatikannya, namun semua orang tampak sibuk ketika ia memperhatikan mereka.
"Bersabarlah, Kushina-chan. Kau bisa menghubungiku kapanpun yang kau mau."
Kushina menggelengkan kepala dan berkata dengan suara parau, "Bagaimana jika Minato mengetahui hubungan kita? Kau yang akan disalahkan, Sasuke-kun."
"Kurasa kau benar, "jawab Sasuke sambil menatap Kushina lekat-lekat. "Tenang saja. Asalkan berhati-hati pasti akan baik-baik saja."
Kushina tersenyum lebar dan mengenggam tangan Sasuke di bawah meja dengan erat, "Aku tak ingin berpisah denganmu, Sasuke-kun."
Sasuke kembali menangkat sudut bibir dengan paksa dan membentuk senyuman tipis yang menurut Kushina begitu menawan meskipun sudut bibir nya berkedut-kedut.
"Begitupun denganku."
Kushina mengenggam tangan Sasuke cukup lama sebelum melepaskannya dan bangkit berdiri, "Sasuke-kun, aku ingin ke toilet."
"Hn."
Kushina meninggalkan meja dan Sasuke melirik ponsel nya sendiri. Ia tersadar jika ia belum sempat meminta nomor ponsel Sakura dan merasa menyesal. Ia segera mengalihkan pandangan saat menyadari terdapat beberapa orang yang melewati meja nya.
Terdapat sebuah kertas putih yang terlipat di atas meja nya dan Sasuke mengernyitkan dahi. Tak ada kertas putih itu sebelumnya dan rasa penasaran membuatnya melihat isi kertas itu.
--------------------------------------------------------
Besok datanglah ke Royal Garden Hotel pukul dua belas siang. Ibu mu ingin bertemu denganmu, Sasuke.
--------------------------------------------------------
Pesan itu begitu singkat, namun isi surat itu begitu jelas. Sasuke tak mengerti bagaimana 'ibu' nya mengetahui keberadaan nya dan tiba-tiba saja mengajaknya bertemu seperti ini.
Emosi yang bercampur aduk mulai menyeruak. Ia marah pada orang-orang yang tak menginginkannya dan bertanya-tanya apa tujuan ibu nya mengajaknya bertemu saat ini. Namun di sisi lain ia merasa sedih dan ingin melihat sosok sang ibu untuk pertama kali nya.
Sasuke menarik nafas dalam-dalam dan emnghembuskan perlahan serta menundukkan kepala. Ia menahan emosi yang hendak ditampilkannya, berusaha agar ekspresi wajah dan nada suara nya tetap datar seperti biasanya.
Ia telah memutuskan untuk menemui sang ibu.
.
.
Sasuke tiba di lobby hotel lima belas menit sebelum waktu perjanjian dan menatap sekeliling. Ia bahkan tak tahu seperti apa sosok yang dicarinya, namun ia menduga jika sosok sang ibu adalah seseorang yang mirip dengan nya.
Seorang pria dengan jas hitam segera menghampiri Sasuke dan berkata, "Apakah kau yang bernama Sasuke?"
Sasuke mengernyitkan dahi dan menatap orang itu lekat-lekat. Orang itu jelas bukan seorang wanita, maka dapat disimpulkan jika orang itu bukan ibu nya.
"Siapa kau?"
"Ikutlah denganku. Nyonya ingin bertemu denganmu."
Sasuke tak begitu mengerti dengan maksud pria itu, namun ia yakin jika orang itu memang ditugaskan untuk menjemputnya. Ia berjalan mengikuti orang itu menuju elevator.
Orang itu menekan tombol tiga puluh delapan dan lift segera bergerak menuju lantai tiga puluh delapan dengan perlahan. Jantung Sasuke sedikit berdebar-debar seiring dengan elevator yang bergerak naik. Tiba-tiba saja ia merasa jijik dengan dirinya sendiri dan merasa tak pantas bertemu dengan ibu nya. Ia khawatir jika sang ibu mungkin saja sudah mengetahui 'pekerjaan sampingan' nya.
Elevator terbuka di lantai tiga puluh delapan dan Sasuke seolah menyeret dirinya sendiri untuk mengikuti lelaki itu menuju salah satu dari enam pintu yang terlihat. Lelaki itu menekan bel dan pintu segera terbuka.
Ruangan hotel itu begitu besar bagaikan sebuah apartment lengkap dengan ruang tamu dan ruang keluarga. Seorang lelaki lain nya yang tadi membuka pintu segera masuk ke dalam ruangan dan memberitahukan sang nyonya jika tamu yang ditunggunya telah tiba.
Sasuke berjalan dengan ragu mengikuti lelaki yang tadi membawanya ke ruangan tersebut dan mengikuti lelaki itu untuk melepaskan alas kaki. Jantung nya berdegup keras dan ia sedikit menunduk.
Di ruang tamu terlihat seorang wanita yang terlihat seperti baru berusia tiga puluhan awal meskipun ia sangat yakin jika usia wanita itu lebih tua dibandingkan penampilan nya. Wajah wanita itu begitu cantik dan gesture wanita itu begitu anggun, ditambah dengan perhiasan mahal dan pakaian mewah yang dikenakan nya menunjukkan kekayaan dan status wanita itu sebagai seorang wanita terhormat.
Di samping wanita itu terdapat seorang lelaki muda dengan rambut panjang yang terikat serta mata yang indah, mirip dengan wanita yang berada di samping nya. Lelaki itu menatap Sasuke dari ujung kaki hingga kepala secara sekilas dengan sinis.
Sasuke merasa canggung dan hanya berdiri meskipun terdapat sofa yang tak diduduki siapapun. Jantungnya berdegup keras dan mulut nya seolah tak bisa digerakkan. Otak nya terasa kosong hingga ia tak tahu apa yang harus dikatakan nya.
"Benar-benar tak punya tata krama, hn?" sindir lelaki berambut panjang itu sambil menatap Sasuke dengan jijik.
Mikoto menatap putra sulung nya dengan tatapan tajam dan menatap Sasuke dengan tatapan yang seolah mengatakan 'Maaf'.
"Mungkin dia hanya gugup, Itachi," ujar wanita itu sambil melirik putra nya sejenak.
"Duduklah, Sasuke. Kau sudah makan?" tanya Mikoto sambil tersenyum ramah.
Sasuke segera duduk di sofa yang berhadapan dengan wanita dan lelaki yang tak dikenalnya itu serta menganggukan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan padanya, "Sudah."
"Baguslah. Kau ingin minum sesuatu? Kau pasti haus, kan?"
Sasuke menatap wanita yang menurutnya adalah ibu nya. Wanita itu menanyakan begitu banyak pertanyaan mengenai dirinya dan berusaha menunjukkan perhatian seperti yang dilakukan para ibu pada umum nya.
Perasaan Sasuke kembali berkecamuk. Ia yakin wanita itu adalah wanita yang baik, namun ia bertanya-tanya dengan alasan wanita itu 'membuang' dirinya.
"Tidak, terima kasih," jawab Sasuke setelah menyadari tatapan tajam dan sinis yang ditujukan lelaki muda dihadapan nya.
"Bagaimana dengan kabarmu saat ini, Sasuke?" ujar Mikoto sambil tersenyum. "Kudengar kau mengambil jurusan musik di universitas. Apakah itu benar?"
"Hn."
Mikoto kembali tersenyum meskipun pada saat yang sama hati nya terasa sakit. Menatap Sasuke membuatnya merasa seolah melihat pantulan dirinya sendiri dalam versi pria, namun di saat yang sama juga mengingatkan perbuatan tak bermoral yang dilakukan seorang bajingan di masa lampau.
Naluri keibuan membuat Mikoto bersikap ramah kepada sang putra haram yang tak pernah ditemuinya sejak ia menyerahkan sendiri anak itu ke panti asuhan meskipun pada awalnya ia mengira akan bersikap biasa-biasa saja pada anak itu.
Berbeda dengan Mikoto, Itachi merasa benar-benar marah dengan seonggok sampah berbentuk manusia yang menampakkan diri dihadapan nya. Itachi bahkan dengan sengaja mengajak bertemu di kamar hotel agar setelahnya tak perlu repot-repot membuang perabot apapun yang telah tersentuh sampah. Ia bahkan mengingatkan dirinya untuk tak menduduki sofa ataupun menginap di kamar hotel yang telah dikunjungi sampah itu.
"Sudah bagus ibu ku bertanya padamu, sampah. Jika kau memiliki tata krama, maka kau seharusnya menjawab pertanyaan ibu ku," ujar Itachi dengan tatapan mengintimidasi.
Mikoto menepuk bahu putra sulung nya dengan agak keras dan berbisik, "Jangan begitu, Itachi. Bagaimanapun Sasuke masih merupakan adikmu."
"Aku adalah satu-satunya anak dari otou-san dan okaa-san," jawab Itachi dengan suara keras yang disengaja dengan maksud agar 'sampah' dihadapannya mengetahui status dirinya sendiri.
Sasuke tersentak dengan ucapan lelaki muda yang merupakan saudara tiri nya itu. Seharusnya ia sudah kebal dengan segala ucapan dan tatapan sinis yang ditujukan padanya, namun kali ini hati nya malah terasa sakit. Ia lelah dengan perlakuan sinis yang ditujukan padanya hanya karena ia merupakan seorang putra haram hasil pemerkosaan seorang nyonya terhormat.
Lelaki yang tadi mengantar Sasuke tampak terkejut mendengar suara Itachi yang begitu keras hingga terdengar sampai ke ruangan tempatnya berada. Selama ini ia mengenal sosok sang tuan muda yang menurutnya sabar dan bukan seseorang yang mudah menunjukkan emosi, namun kali ini sikap Itachi sangat berbeda hingga menghancurkan persepsi orang-orang disekitarnya terhadap dirinya.
"Maaf. Aku memang tak mendapatkan banyak pendidikan mengenai tata krama," jawab Sasuke dengan ekspresi dan nada suara yang masih terlihat datar.
"Sudah kuduga," balas Itachi dengan sinis yang membuat Mikoto menatapnya dengan sangat tajam.
"Maaf, ya, Sasuke. Mungkin aniki mu sedang berada dalam mood yang buruk. Padahal biasanya dia tidak seperti ini, lho."
Itachi mendengus mendengar ucapan ibu nya. Sejak kapan ia memiliki sampah sebagai adik nya? Ia malah berharap sampah itu tak mengakuinya sebagai kakak sehingga ia tak perlu repot-repot menyangkal 'sampah' sebagai adik nya. Kalaupun 'sampah' itu mengakuinya sebagai kakak, ia juga tak akan sudi menganggap 'sampah' itu sebagai adik.
Itachi benar-benar menyesal mengabulkan permintaan ibu nya untuk melihat wajah sang putra haram untuk pertama kali nya setelah dua puluh tahun tak bertemu meskipun sebetulnya ayah nya tak mengizinkannya. Jika saja ibu nya tak mengetahui rencana nya untuk bertemu Sasuke, maka pembicaraan akan langsung dimulai pada inti nya sejak 'sampah' itu tiba.
"Apakah kau memiliki rencana melanjutkan studi keluar negeri setelah lulus, Sasuke?" tanya Mikoto dengan maksud berbasa-basi.
"Hn. Aku sedang menabung...." Terdapat jeda sebelum Sasuke melanjutkan ucapan nya, "-okaa-san."
Terdapat perasaan senang ketika Mikoto mendengar panggilan 'okaa-san' yang ditujukan padanya. Namun emosi Itachi benar-benar tak terkendali dan ia kembali menatap sinis serta berkata, "Seharusnya kau memanggil Nyonya, bukan okaa-san, sampah."
"Tidak. Kalau kau memanggil okaa-san juga tidak apa-apa," balas Mikoto sambil kembali menatap Itachi dengan tajam.
Merasa jengah, Itachi segera membuka mulut untuk memulai inti percakapan tanpa menggubris sang ibu yang masih ingin berbasa-basi pada Sasuke.
"Seorang sampah sepertimu tak seharusnya memanggil ibu ku dengan sebutan 'okaa-san'," ujar Itachi dengan sinis. "Buah benar-benar jatuh tak jauh dari pohon nya, hn? Si ayah menjadi pemerkosa, putra nya menjadi pria simpanan ibu dari sahabatnya sendiri. Menjijikan."
Mikoto membelalakan mata meskipun ia sendiri sudah tahu mengenai hal itu. Ia terkejut dengan Itachi yang membicarakan hal itu secara terang-terangan dihadapan yang bersangkutan.
Wajah Sasuke pucat seketika dan ia benar-benar terkejut. Ia tak tahu darimana kakak tiri nya mendapat informasi mengenai status dirinya sebagai pria simpanan yang hanya diketahui oleh Kushina dan dirinya sendiri. Ia tak yakin Kushina akan membocorkan hal itu pada siapapun.
"Itu..." Sasuke memutus ucapan nya sendiri, otak nya benar-benar kosong seketika. Dengan tatapan tajam Itachi, ia kembali membuka mulutnya setelah ia merasa lebih tenang.
"Hn. Aku memang pria simpanan."
Sasuke menahan dirinya sendiri, emosi nya benar-benar kacau dan ia tak tahan dengan penghakiman yang diberikan pada dirinya sendiri. Ia merasa lega sekaligus menyesal di saat yang sama karena telah datang menemui ibu nya. Ia merasa lega dengan ibu nya yang menerimanya dengan tangan terbuka, namun ia menyesal telah datang hanya untuk menyakiti hati nya sendiri.
Sasuke tak merasa perlu menjelaskan alasan dari perbuatan nya. Sebuah perbuata yang salah, apapun alasan nya, tak akan diterima dan ia memilih untuk diam saja.
"Kau ingin tahu tujuanku memanggilmu?"
"Tentu saja."
"Aku dan okaa-san ku telah mencari informasi mengenai dirimu dan kami telah mengetahui banyak hal tentang kehidupanmu, termasuk profesimu sebagai pianis di café yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalmu," Itachi menatap Sasuke lekat-lekat. "Sampah tak seharusnya berusaha mendekati cahaya dan berusaha menjadi bayang-bayang di tengah cahaya."
Sasuke tak menjawab dan menunggu Itachi melanjutkan ucapan nya. Ia paham dengan maksud ucapan Itachi yang intinya meminta agar ia tak menonjolkan diri sehingga identitas ibu nya akan terungkap.
"Aku tak ingin seorang sampah tanpa harga diri sepertimu terus mempermalukan ibu ku dengan tingkah laku mu. Maka aku berniat melenyapkanmu pada awalnya," ujar Itachi dengan sinis. "Namun untuk yang pertama dan terakhir kali nya, aku ingin memberi bantuan pada sampah."
"Maaf, kurasa aku tidak memerlukan nya. Terima kasih atas penawaranmu," tolak Sasuke dengan memberanikan diri menatap Itachi.
Itachi tersentak dengan tindakan Sasuke yang berani-beraninya menatap dirinya. Namun ia tak menggubrisnya dan segera melanjutkan ucapan nya.
"Bukankah kau ingin melanjutkan studi musik di luar negeri? Dengan bantuanku, kau bisa melanjutkan hidupmu tanpa menjadi pria simpanan. Dan aku tak menerima penolakan."
Sasuke bertanya-tanya dengan bentuk bantuan yang hendak diberikan padanya. Itachi mengeluarkan sebuah map dengan kertas di dalam nya serta meminta Sasuke menandatangani nya.
"Yang perlu kau lakukan hanyalah menjauh dari kehidupan kami dan jangan pernah menujukkan jati dirimu sebagai putra haram ibu ku pada siapapun. Aku akan memberikan apartment, mobil dan uang tunai senilai satu juta dollar serta membayar biaya pendidikanmu hingga selesai dalam jangka waktu normal. Kau bisa memilih negara manapun yang kau inginkan untuk studi musik mu."
Sasuke membaca isi surat perjanjian itu dan terbelalak dengan isi surat yang memintanya untuk pergi sesegera mungkin. Ia merasa tak siap meninggalkan kehidupan nya saat ini, termasuk meninggalkan gadis musim semi yang dicintainya.
"Bolehkah aku menunggu hingga menyelesaikan studi ku?"
Itachi berpikir sejenak dan berkata, "Kuberikan waktu satu tahun bagimu untuk menyelesaikan studi. Setelahnya kau harus pergi dan tidak kembali hingga waktu yang kutentukan."
Sasuke menimbang sejenak, satu tahun adalah waktu yang seharusnya cukup lama dan ia dapat menggunakannya untuk mempersiapkan diri. Dengan tangan bergetar, ia meraih pen yang disodorkan padanya dan membubuhkan tanda tangan nya di atas surat perjanjian itu.
"Ini nomor teleponku, hubungi aku ketika kau siap berangkat," Itachi memberikan nomor telpon nya di atas secarik kertas pada Sasuke. "Jangan mencoba kabur, aku dapat menemukanmu dimanapun kau bersembunyi."
"Arigatou gozaimasu," jawab Sasuke dengan suara bergetar.
"Kau boleh pergi sekarang."
"Permisi," ujar Sasuke sambil menundukkan kepala tanpa mempedulikan Itachi yang tersenyum sinis.
Mikoto bangkit berdiri tanpa menghiraukan Itachi yang tampak kesal dan mengantar Sasuke hingga sampai ke pintu. Ia mengulurkan tangan dan memeluk Sasuke erat-erat seolah tak ingin melepasnya. Pertemuan nya dengan Sasuke saat ini adalah yang terakhir dan ia ingin memeluk putra nya untuk pertama dan yang terakhir kali nya.
Perasaan Sasuke menghangat dan ia tak bisa menahan diri. Mata nya memanas dan setetes air mata yang sejak tadi ditahan nya mulai mengalir. Ia tak pernah merasakan pelukan seorang ibu dan ketika ia merasakan nya saat ini, ia malah ingin merasakannya lebih.
"Jaga dirimu baik-baik, Sasuke."
"Kau juga, Nyonya."
Mikoto menepuk punggung Sasuke dan memeluknya dengan erat, "Jangan memanggilku Nyonya. Panggil saja okaa-san."
Sebuah pengakuan akan eksistensi diri dari sang ibu membuat air mata Sasuke mengalir semakin deras.
"Arigatou gozaimasu, okaa-san."
Sasuke mengeratkan pelukannya, seolah tak ingin melepaskan nya. Setelah cukup lama, mereka saling melepaskan pelukan masing-masing dan Mikoto mengeluarkan selembar cek.
"Ambillah ini. Kau pasti membutuhkannya. Anggap saja ini hadiah pertama dan terakhir dari okaa-san untukmu."
"Arigatou gozaimasu."
Mikoto memaksakan diri untuk tersenyum dan terus menatap Sasuke yang pergi bersama dengan pegawai nya meninggalkan ruangan hingga kedua sosok itu menghilang.
Tak berbeda dengan sang ibu, Sasuke pun memaksakan diri tersenyum dan menatap sosok sang ibu hingga ia masuk ke dalam elevator bersama pegawai lelaki yang mengantarnya menuju lobby. Segera setelah ia masuk ke dalam elevator, air mata nya mengalir tak terkendali dan ia terisak tanpa mempedulikan siapapun yang melihatnya. Perasaan yang selama ini dipendam nya tak bisa lagi dipendamnya dan kini telah melesak keluar.
-TBC-
-----------------------------------------------------------------------
Author's Note :
-----------------------------------------------------------------------
Awalnya aku berniat update ini setelah 50 vote buat target pribadiku. Tapi berhubung setiap fanfict ternyata beda", jadinya aku update fanfict ini walaupun belum mencapai target vote.
Chapter selanjutnya bakal diupdate beberapa hari lagi & merupakan chapter terakhir dari fanfict ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top