Bab. 4 Sikap Maysa
Semenjak ibu sakit, Maysa lebih berhati-hati untuk meninggalkannya di rumah sendirian. Meskipun hatinya sangat ingin menerima ajakan Jono untuk keluar rumah, tapi dia harus memastikan jika ibunya baik-baik saja. Maysa melihat Jono yang menunggunya di luar rumah.
Dua hari kemudian, Maysa minta ijin kepada ibunya untuk berjualan. Sebenarnya Maysa tidak benar-benar berjualan, dia pergi bersenang –senang bersama Jono di pasar malam. Maysa mulai berbohong kepada ibunya. Keinginannya bertemu Jono lebih besar daripada sikap jujur kepada ibunya.
"Kamu cantik sekali hari ini Maysa." Puji Jono.
"Ah biasa."
Mulutnya mengatakan seperti itu,tapi hatinya sangat senang dan berbunga-bunga. Maysa tidak pernah di puji seperti itu, dia tentu saja merasa senang.
"Masih ada lagi wahana yang belum kamu coba? Barangkali ada yang terlewat" Jono memastikan jika Maysa masih ingin mencoba wahana permainan yang lain.
"Tidak, sudah cukup."
Sambil melihat semua wahana permainan yang ada di pasar malam, Maysa meyakinkan dirinya jika semua yang ada di sana sudah dia coba semuanya.
Angin yang berhembus lembut memainkan anak rambut Maysa, cahaya lampu semarak warna-warni membuat perempuan itu tampak memesona,Jono semakin suka dan sangat ingin membelai wajahnya, namun sekuat hati dia menahannya, tak ingin memberi kesan pada Maysa jika dia laki-laki kurang ajar.
'Duh, cantiknya... pipi yang halus itu membuatku ingin menyentuhnya."
Jono memalingkan muka ke arah yang lain, menahan gejolak hatinya agar tidak bertindak terlalu jauh.
Maysa yang belum pernah bergaul dengan laki-laki manapun, dia belum pernah berpacaran. Bahkan menyukai seorang laki-lakipun dia juga belum pernah, hingga dia tidak tahu menahu tentang maksud Jono, dia merasa nyaman saja berteman dengannya. Berbeda dengan Jono yang sudah beristri, maka ketertarikannya dengan Maysa selalu mendorongnya untuk mendapatkan perlakuan lebih.
"May, apa kamu sudah pernah menyukai seorang laki-laki?"
" Hem... sudah"
"Sudah, siapa?"
"Dia cinta pertamaku, laki-laki yang sangat aku cintai."
Jono menahan rasa kesal dan cemburu.
"Siapa laki-laki itu?"
" Ehmmm... dia .... ayahku."
Jono hanya melongo, Maysa tertawa melihat ekspresinya, sungguh lucu menurutnya.
"Maksudnya gimana May?"
"Aku tidak pernah mencintai siapapun, laki-laki yang aku cintai hanya ayahku."
"Oh... syukurlah."
Jono merasa lega mendengar jawaban Maysa. Maka dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya pada perempuan itu.
"Kita jadian May, kamu mau jadi pacarku?"
"Saya belum bisa jawab, kita jalani sebagai teman dulu..."
Harus Maysa akui selama berteman dengan Jono dia merasa sangat senang, tapi untuk menjadi pacarnya, Maysa masih ragu, karena dia belum mengenal Jono dengan baik.
"Kita coba jalani dulu saja, aku akan sabar menunggu kesiapanmu, May."
Sebenarnya Jono merasa kecewa, dia ingin Maysa menerimanya menjadi pacar, atau langsung saja menikah.
***
Hari-hari berikutnya, Jono semakin sering mengajak Maysa keluar, untuk belanja di kota, atau makan di rumah makan. Jarak dari desa ke kota cukup jauh, sehingga Maysa sering terlewat waktu sholatnya, Dia berangkat pagi dengan Jono sampai rumah sore, bahkan menjelang malam. Semula Maysa merasa bersalah meninggalkan satu sholat, tapi Jono selalu berhasil menghiburnya, karena Jono sendiri tidak pernah melaksanakan sholat.
Jika ibunya bertanya Maysa selalu berbohong, dia mengatakan pergi berjualan ke pasar, dan pasarnya ramai,hingga pulang ke rumah sudah sore. Maysa pulang dengan membawa uang dan bahan makanan,sehingga ibu memercayainya jika dia benar-benar pergi ke pasar untuk berjualan.
Sore ini, ketika Maysa baru pulang, Ibu sudah menunggunya di depan rumah, Ibu tidak sendiri. Disampingnya ada Mba Mita, anaknya Bu Lastri yang bekerja di kota. Maysa yang melihat ibunya segera menemui dan mencium tangannya.
"Assalamu alaikum, Bu."
"Wa alaikum salam, sore Maysa."sapa mba Mita.
"Wa alaikum salam, ayo masuk May," kata Ibu sambil menuntun Maysa ke dalam rumah.
" Nak Mita juga masuk sekalian."
"Tidak Bu, saya pamit pulang saja. Ayo May, assalamu alaikum."
"Wa alaikum salam." jawab May.
Mba Mita segera keluar dari halaman rumah Maysa, Dia pulang ke rumahnya. Maysa dan Ibu segera masuk ke dalam rumahnya. Maysa bermaksud masuk ke dalam kamar ketika ibu menahan langkahnya, dan mengajaknya duduk di bangku ruang tamu.
"Maysa, kamu seharian ini dari mana saja?" tanya Ibu.
"Maysa berjualan di pasar Bu." jawabnya.
"Kamu tidak berbohong kepada Ibu?" selidik Ibu.
Maysa menggeleng. Namun jantungnya berdebar-debar. Karena selama ini dia tidak pernah berbohong kepada ibunya. Dia berusaha menyembunyikan rasa takut yang mulai menghampiri.
"Ibu tadi ke pasar, dan tidak melihatmu di sana. Jualanmu juga tidak ada. Semula ibu mau minta uang untuk membayar listrik di rumah. hari ini harus di bayar,jika tidak di bayar maka listrik mati."
Ibu menahan rasa kecewa yang ada di dalam hatinya. Anak perempuan yang selama ini menurut, jujur dan tidak pernah neko-neko, sekarang berubah. Ibu masih berusaha sabar menghadapi sikap tidak jujur Maysa.
"Katakan saja pada Ibu, Maysa. Sebenarnya kamu pergi ke mana?"
Maysa tetap tidak menjawab. Rasa takutnya lebih besar dari pada keberaniannya. Dia menunduk.
"Baik Maysa, Ibu katakan ya, tadi Ibu bertemu dengan Nak Mita di pasar. Melihat ibu kebingungan mencarimu dia menawarkan bantuan. Saat itu Ibu tidak punya pilihan lain, sehingga Ibu menceritakan keperluan ibu mencarimu. Nak Mita yang membantu Ibu membayar listrik. Tapi sebenarnya ibu malu, karena Ibu merasa yakin kamu punya uang."
Ibu menarik nafas dalam sebelum melanjutkan ceritanya,"Nak Mita bilang, dia pernah melihatmu pergi bersama laki-laki, kamu bonceng motornya. Ibu berharap apa yang dilihat Nak Mita tidak benar, karena itu berkatalah yang jujur."
Maysa semakin menunduk, sebenarnya dia bisa saja mengatakan apa yang dilihat Mba Mita itu salah, tapi mulutnya sangat sulit untuk berbicara.
"Maysa, sampai kapan kamu akan diam saja?"
"Sampai kapan kamu akan berhubungan dengan laki-laki itu?"
Ibu mulai tidak bisa menahan marahnya, karena sikap Maysa yang memilih diam.
"Baik, kalo kamu tidak mau berbicara, maka besok Ibu tidak mengijinkanmu keluar rumah!"
"Kenapa ibu lebih percaya kata-kata Mba Mita." Maysa mulai terusik, dia lupa pada rasa takutnya. Dia tidak suka ibu melarangnya keluar rumah. Itu berarti dia tidak bisa bertemu dengan Jono.
"Karena kamu diam saja, May. Kamu tidak mau mengatakan pada Ibu yang sejujurnya."
"Mba Mita tidak benar Bu, bisa saja yang dia lihat itu orang lain."
" Lalu, kamu kemana waktu Ibu datang ke pasar? Ibu mencarimu, kamu tidak ada, jualanmu juga tidak ada, orang yang di pasar ibu tanya, mereka jawab tidak tahu."
Ibu menatap Maysa dengan tatapan kecewa.
"Aku sedang ada perlu, aku pergi untuk mengambil dagangan, aku ke rumah bu Haji Pranowo," bohong Maysa.
"Dan Kamu fikir ibu percaya perkataanmu ini. Tidak Maysa, kamu sudah berbohong kepada Ibu."
Maysa memalingkan mukanya, entah apa yang harus dikatakan supaya ibu bisa memercayainya. Dia betul-betul kehabisan kata untuk menutupi kesalahannya. Kebohongannya akan terkuak, dan dia tidak siap jika harus mengakhiri hubungan yang baru dibangunnya dengan Jono.
hai para pembaca...
terima kasih sudah mau mampir.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top