Bab. 27 Pelajaran Hidup
Tuhan adalah pembuat rencana terbaik bagi umatNya, sebagus apapun rencana manusia jika Tuhan tidak mengijinkan tidak akan terjadi, Maysa menghapus air mata yang menetes di pipinya. Semua mimpi yang sudah dirajutnya satu persatu kini hancur tanpa sisa, bahkan dirinya tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
Saat ini dia hanya mampu menyewa sebuah rumah petak yang kecil. Ranjang kayu sederhana dengan Kasur busa tipis sebagai alas tidurnya,tidak senyaman tempat tidur sebelumnya, bahkan ketika dia tinggal dengan ibunya, kamar tidurnya masih lebih baik.
Hanya rumah petak, tidak ada dapur, kamar tamu atau kamar tengah. Yang masih dia syukuri adalah dia punya kamar mandi sendiri,meskipun kecil dan sangat sederhana. Setidaknya dia tidak perlu antri di kamar mandi umum yang terletak di ujung jalan bersama penduduk lain.
Setelah menata beberapa barang yang di bawanya dari rumah lama, Maysa membersihkan rumah, lalu duduk di tikar yang di gelarnya di depan tempat tidur. Dia harus berfikir keras untuk mencari pekerjaan agar bisa menyambung hidupnya.
Maysa mengenang ibunya, apakah dulu ibu juga seperti ini ketika ayahnya meninggal? Ibunya dulu adalah ibu rumah tangga,semua kebutuhan hidup ayah yang memenuhinya, ayah yang bekerja. Setelah ayah meninggal, ibu yang bekerja untuk menafkahi Maysa dan kakak laki-lakinya. Ibu bekerja apa saja, buruh cuci dan setrika di rumah tetangga, atau berjualan makanan keliling kampung, Maysa pernah ikut menemani ibunya berjualan, dia merasakan panas matahari sangat menyengat dan kelelahan. Begitu susahnya bila meminta ibu membelikan baju,tas atau sepatu baru, karena ibu memang tak punya uang, hasil dari bekerja hanya cukup untuk makan.
Maysa belum mendapatkan ide untuk mencari uang, dia bangkit mengambil tas kecil dan berniat pergi ke rumah Tika.
Kondisi ekonomi mba Tika lebih baik, karena mas Jono sudah membuatkan toko sembako kecil di rumahnya, paling tidak bisa menutup kebutuhan sehari-hari. Maysa merasa sedikit lega, rasa bersalah yang dirasakan kepada perempuan baik ini sedikit berkurang, karena dia yang mengusulkan untuk membangun toko ini. Maysa mengucap salam dan masuk ke dalam rumah. Suasana di dalam rumah masih berantakan, ini sudah biasa dia lihat,karena tiga anak Tika masih kecil dan belum bisa di ajak menata mainannya.
"Assalamu alaikum Dio ... Rania kalian di mana?ini tante Maysa datang,"panggil Maysa pada kedua anak Tika, kalau si sulung jam segini masih di sekolah.
"Wa alaikum salam tante," sahut si kecil dari dalam kamar.
"Kakak Rania mana?"tanyanya sambil mengelus kepalanya.
"Kakak Ran main ke rumah ibang,"jawabnya.
Ibang adalah nama anak tetangga yang seumur dengan Rania.
"Kita rapikan mainan ini yuk,"ajak Maysa padanya.
Tanpa menjawab ajakannya si kecil berlari mengambil keranjang dan memasukkan semua mainan yang berserakan di lantai. Tangan mungil itu cukup terampil memunguti satu persatu mainannya.
"Bersih... dan rapi!" serunya dengan senang.
"Anak pintar, dapat hadiah cium dari tante,"kata Maysa sambil mencium gemas pipinya.
Mba Tika keluar dari kamar dan tersenyum melihat keakraban Maysa dengan Dio.
"Kamu sudah datang May, ada hal yang ingin aku bicarakan,"katanya. Dia menarik tangan dan mengajak Maysa masuk ke dalam kamar, dilihatnya mas Jono yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan pandangan mata yang kosong, Maysa tidak melihat sosok laki-laki tampan, gagah dan menawan dengan tatapan mata yang menggoda, kata-kata rayuan manis yang selalu di dengarnya, kini yang berada di depannya hanyalah sosok laki-laki yang menyedihkan.
Apakah seperti ini akhir dari seorang Jono "Si Penakluk wanita"? Maysa tak dapat menyembunyikan rasa kasihannya,dia sangat prihatin terhadap laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya.
"Sepertinya mas Jono butuh perawatan khusus mba, kita bawa ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter," saran Maysa.
"Kau benar May, aku juga berfikir seperti itu. Tapi biaya pengobatannya tidak murah, bagaimana kita akan menanggungnya?"
Maysa tidak menjawab. Dia ingat kalau dirinya bermaksud mencari pekerjaan. Dia sudah tidak memiliki cukup uang untuk pengobatan suaminya.
"Mba Tika, bisa mencari pinjaman kepada tetangga, atau bu RT,"Maysa memberi saran.
***
Maysa Pov
Dokter menyarankan mas Jono sebaiknya di rawat di rumah sakit jiwa, agar bisa lebih terkontrol kesehatannya. Aku dan mba Tika mengikuti sarannya, meski kami juga belum tahu bagaimana cara mendapatkan biaya pengobatannya.
Hari itu kami membawa mas Jono ke RSJ, memberikan surat rujukan dari dokter dan menunggu konfirmasi dari rumah sakit, sepanjang perjalanan mas Jono tidak menampakkan reaksi apa-apa, pandangan matanya kosong, bisa ku bayangkan betapa shocknya dia menerima keadaan ini, kalau saja aku menjadi dia, mungkin aku bisa gila, kerja kerasnya membangun toko bertahun-tahun musnah tidak bersisa bahkan menanggung kerugian dan hutang yang banyak, beruntung aku masih waras dengan musibah yang menimpa.
Setelah mengikuti beberapa prosedur pemeriksaan di rumah sakit, akhirnya mas Jono mendapat kamar untuk perawatan, mba Tika membayarkan administrasi rumah sakit dan kembali ke kamar inap mas Jono.
"Sudah beres administrasinya?" tanyaku waktu mba Tika masuk kamar.
Dia mengangguk,"Biaya satu bulan sudah aman."
Aku sengaja tidak menanyakan dari mana dia mendapatkan uang untuk biaya perawatan mas Jono, yang penting sudah bayar,pikirku. Kita akan memikirkan biaya untuk perawatan selanjutnya,karena kita tidak tahu berapa lama mas Jono akan di rawat di sini.
Mba Tika membuka koper baju mas Jono dan merapikannya di almari, semua perlengkapan pribadinya juga sudah dia siapkan dengan teliti. Dia juga mengajak bicara suaminya,meskipun dia tahu kalau suminya tidak merespon sama sekali.
Aku duduk di kursi mengamati pasangan yang sebenarnya memiliki ikatan yang kuat, meski berkali-kali sang suami menyakiti, mba Tika tidak pernah berhenti memaafkan dan melayaninya dengan baik.
"Apa mba Tika tidak merasa sakit hati, bosan, marah, cemburu atau dendam dengan sikap mas Jono?" tanyaku.Aku heran saja, di jaman sekarang ketika semua orang hidup untuk mendapatkan kesenangan, mba Tika seolah-olah hanya mencari kesusahan dalam hidup saja.
"Sama saja May, aku juga punya perasaan seperti itu, marah, benci, dendam,bosan dan lain-lain. Tapi aku sudah menerimya sebagai suamiku, aku harus menerima semua kekurangannya.Aku selalu mendoakan supaya dia bisa sadar dan menjadi lebih baik."
"Tapi kapan mas Jono akan sadar,mba? Dia selalu saja menyakiti hatimu."
"Tuhan Maha Mendengar, Tuhan juga pasti akan mengabulkan doa-doaku, semua butuh waktu Maysa, aku juga selalu mendoakanmu agar kamu bisa sadar dan bersikap baik padaku. Dan Tuhan mengabulkan, kamu bisa menjadi bagian dalam hidupku.memaafkan dan menerima kekurangan orang lain itu tidak mudah Maysa.Tapi kalau kamu bisa melakukannya kamu akan mendapat kebahagiaan yang besar."
Aku belum bisa mencerna kata-katanya, terlalu sulit memaafkan kesalahan orang lain, meskipun aku secara jujur mengakui bahwa aku ingin semua kesalahnku dimaafkan.
"Pasti ada hikmah di balik musibah yang kita alami."
Mba Tika menatapku dengan optimis.
"Sekarang, kamu sudah dapat ide untuk mencari uang?"
"Mungkin aku akan coba melamar bekerja di toko sebagai pelayan,"jawabku.
Mba Tika tersenyum,"Setidaknya kamu akan mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari."
Aku mengangguk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top