Bab. 26 Keterpurukan Maysa
Aku masih duduk di sini, di bangku panjang ruang tunggu rumah sakit. Kejadian semalam seperti mimpi buruk yang ku alami, toko sembako yang selama satu tahun ini aku perjuangkan dan menjadi semakin besar,juga menghasikan banyak uang,kini semuanya hancur, hangus terbakar. Tidak ada sisa lagi. Kejadian ini membuatku frustasi, nyaris tak bisa ku pejamkan mata, karena kesedihan yang teramat dalam, aku benar-benar tidak bisa terima, aku nyaris gila dibuatnya. Aku bahkan tidak sempat berfikir tentang keadaan suamiku. Perselingkuhannya dengan wanita itu membuat aku sangat membencinya.
Tika duduk di sampingku, istri pertama suamiku terlihat lelah,gurat kecemasan tergambar di wajah cantiknya, entah energi dari mana yang dia punya sehingga tanpa keluh terus mendampingi suaminya.
"Kalau saja mba Tika tahu bagaimana perbuatan mas Jono di luar sana,"gumamku lirih yang ternyata dapat di dengarnya.
"Aku sudah tahu May, mas Jono babak belur begitu karena dia berani mengganggu istri orang," jelasnya,tentu saja aku merasa kesal mendengar penjelasannya.
"Kenapa mba Tika tidak memberitahu aku, jadi aku tidak susah payah menyelidiki,"aku menggerutu tidak jelas, marah juga percuma karena semua sudah terjadi.
"Aku minta maaf May, malam ketika kejadian itu mas Jono belum menceritakannya, tapi pagi hari setelah sarapan pagi mas Jono menceritakan semua,"Tika mengambil nafas dan menghembuskannya pelahan, aku masih menunggu penjelasan selanjutnya.
"Dia berada di hotel dengan seorang wanita yang menjadi kekasihnya, kemudian suami wanita itu memergokinya dan menghajarnya,hampir saja laki-laki itu membunuhnya jika tidak di cegah temannya, mas Jono mengaku bersalah, kali ini dia bersikap lebih logis dengan berani berkata jujur dan memberiku pilihan untuk mau memaafkan atau minta bercerai."
"Kamu jawab apa mba?"tanyaku penasaran.
"Kalau kamu berada dalam situasi itu apa pilihanmu May?"dia balik bertanya.
"Sudah jelas aku akan meminta cerai,"tegasku.
"Mas Jono juga berkata seperti itu, Jika kamu minta cerai, dia berjanji akan mengembalikanmu pada ibumu secara baik-baik,"Tika menghapus air mata yang menetes dari matanya.
"Sudah terlalu banyak kebohongan yang dia sembunyikan, aku sudah tidak tahan lagi,"kataku menahan marah,kecewa dan sedih.
"Bukan mas Jono saja yang salah May,andai kamu mau jujur, kamu juga punya kesalahan, pertama: dia mengajakmu menikah tanpa restu ibu,jika kamu berfikir dengan benar kamu tidak akan mau melakukannya, maka tidak akan terjadi sebuah kesalahan,"Tika menatapku dengan tajam, kata-katanya tegas dan lugas membuatku tak bisa menyalahkan,memang di sini aku juga salah.
"Kedua; ketika kamu tahu kalau mas Jono sudah menikah, kamu memutuskan untuk tetap menjadi istrinya, padahal bisa saja kamu mengambil keputusan yang lebih bijak,yaitu meninggalkannya."
Aku menunduk, kubenarkan semua yang dikatakannya, wanita ini seperti sedang menancapkan belati ke dadaku, menusuknya sangat dalam, hingga terasa sangat sakit dan pedih dari setiap kata-katanya, penjelasannya lebih seperti hakim yang sedang mengadili pesakitan di aula persidangan sangat menakutkan, aku merinding ketakutan berada di sampingnya.
"Kamu benar mba Tika, aku memang salah ketika menerima lamaran mas Jono." Kataku membenarkan ucapannya. Kesalahan yang seharusnya bisa ku hindari.
Mba Tika memberi waktu padaku untuk menikmati rasa sakit ini, dia memberi jarak di antara kami, sedikit menjauh dariku dan memejamkan matanya. "Coba kau bayangkan berada di posisiku Maysa." Katanya dengan suara lebih tinggi.
Terasa sesak sudah dadaku, seolah udara di sekitarku habis tanpa sisa, aku berdiri untuk bernafas, ku pukul dadaku agar terasa lebih leluasa. Wanita di sebelahku yang biasanya lembut dan hanya diam, kini sangat tegas dan pedas ucapannya. Mungkin sudah habis kesabaran yang dimilikinya.Dengan jelas dia menegaskan jika aku menolak mas Jono maka laki-laki itu pun tidak bisa berbuat lebih. Seperti itu juga yang akan ku katakan pada wanita-wanita yang sedang berselingkuh dengan suamiku.
Krieeet..... pintu kamar perawatan UGD terbuka, seorang laki-laki setengah baya yang memakai jas putih mendekati kami.
"Keluarga pak Karjono."
"Saya dok, saya istrinya."
Mba Tika menyahut pertanyaan dokter.
"Mari ikut saya bu, ada yang ingin saya sampaikan."
"Baik dok."
Mba Tika mengikuti dokter menuju ruangannya. Dia lebih berhak mengetahui kondisi mas Jono,karena dia yang merawatnya selama ini.
Tapi sudah setengah jam menunggu, mba Tika belum kembali. Bagaimana kalau mas Jono membutuhkan bantuan, aku sudah merasa bosan, terus terang saja aku sudah tidak ingin bertemu laki-laki pendusta itu.
"Apa aku pulang saja ya? Toh di sini aku juga tidak berbuat apa-apa."
Baru saja aku bermaksud pergi, seorang perawat memanggil,"Keluarga pak Karjono."
"Ya saya,"jawabku.
"Silakan mengurus pembayaran di ruang perawatan, hari ini akan dilakukan tindakan untuk lukanya yang mengalami infeksi."
"Sialan,"aku memaki dalam hati,giliran aku yang harus bayar tagihan rumah sakit.
"Maaf bu, silakan diselesaikan administrasinya,"tegur perawat itu.
"Iya suster, saya ke sana."
Aku segera meninggalkan perawat itu, namun aku juga bingung harus membayar dengan apa, Sebagian besar uang aku tinggalkan di toko ikut terbakar, sementara uang yang berada di bank,sebagian besar sudah kugunakan membayar tagihan supplier barang dan perawatan mas Jono satu pekan kemarin, aku melirik perhiasan di tanganku, yah terpaksa harus merelakan.
***
Makin hari kondisi mas Jono semakin memprihatinkan, secara fisik sebenarnya lukanya sudah hampir sembuh, tapi keadaan psikisnya yang menurun, kebakaran yang menghabiskan toko sembako, benar-benar membuatnya terpuruk. Dia hanya melamun seharian dan mengabaikan semua orang. Mba Tika juga susah menyuapinya karena mas Jono tidak mau makan sama sekali.
Bukan hanya mas Jono saja yang merasa kehilangan, aku juga sangat terpukul dengan peristiwa terbakarnya toko kami, karena pendapatan kami berasal dari toko itu. Tagihan dari supplier yang belum dibayar,serta karyawan yang meminta gajinya juga membuatku semakin pusing. Mas Jono juga terpaksa kami bawa pulang, rawat jalan saja, supaya tagihan rumah sakit tidak semakin banyak.
Mba Tika membawa mas Jono pulang ke rumahnya.Dia yang akan merawatnya, bila di rumahku dia akan semakin stress karena banyak orang yang menagih hutang, kerugian toko sangat besar, bukan hanya itu, para penagih hutang memberi tempo satu pekan untuk pelunasan, mereka mengancam akan menyita rumah dan mobil, bila tidak segera dilunasi.
Aku meminta pendapat mba Tika untuk menyelesaikan masalah ini. Dia juga tidak bisa memberikan solusi yang terbaik,karena sudah tidak ada lagi cara yang bisa ku lakukan, terpaksa aku menjual mobil, motor dan rumah yang saat ini kutempati.
Mba Tika mempersilakan aku untuk tinggal di rumahnya, aku menolak masih ada sedikit uang yang bisa kugunakan untuk menyewa rumah. Aku merasa benar-benar terpuruk. Setelah satu tahun hidup serba berlebihan dan penuh kesenangan, kini aku hidup sendiri tanpa tujuan yang jelas, rumahku terjual, toko sembako yang menghasilkan uang sudah habis. Aku hanya bisa menangis dan menyalahkan kebodohanku sendiri, aku tak pernah membayangkan akan mengalami kehidupan seperti ini, lebih parah dari sebelumnya, kalau dulu aku miskin, tapi masih ada rumah tinggal da nada ibu yang menemani.
Aku merasa sangat leth dan juga sedih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top