Bab. 25 Kebakaran
Maysa Pov
"Kita mau kemana lagi bu?"
Pertanyaan pak wahyu, supir yang menemaniku menyelidiki kasus penganiayaan terhadap suamiku.
Aku belum menjawab pertanyaannya, karena aku juga bingung harus melakukan apa.
"Kita kembali ke rumah saja pak,"akhirnya kuputuskan pulang ke rumah,dari pada berada di jalan seperti ini.
"Ya bu," jawabnya,sembari menghidupkan mesin mobil dan menjalankannya dengan kecepatan sedang.
Laki-laki paruh baya yang bekerja sebagai sopir di toko ini,termasuk karyawan yang baik. Sudah hampir lima tahun lamanya bekerja. Pak Wahyu kelihatan sangat lelah, aku baru menyadari kalau dia berangkat dari pagi, dan sampai malam ini belum istirahat.
"Kita cari makan dulu pak,"kataku,
"Baik bu,"jawabnya, sambil mmengarahkan mobilnya untuk berjalan lebih pelan.
"Kita mau makan di mana bu?"tanyanya.
"Di warung makan padang saja pak."
"Itu bu, di depan ada warung makan padang, sepertinya tempatnya bersih dan ramai pengunjung,"pak Wahyu segera menepi dan memarkirkan mobil di depan warung itu.
Selanjutnya kami memesan makanan dan menunggu hingga pesanan makanan datang. Warung makan yang bersih dan ramai, meski tempatnya sederhana dan tidak terlalu luas. Jika saja tidak ada pak Wahyu, aku lebih memilih pulang ke rumah dan bergelung dengan kasur dan bantal.
Pak Wahyu kelihatan sangat lahap menyantap makanan, mungkin rasanya sangat lezat, aku mencoba memasukkan satu sendok nasi dan lauk ke dalam mulutku, benar rasanya sangat lezat. Jika tidak ada masalah yang sedang ku alami makanan ini pasti sangat sesuai dengan seleraku.
**
Sampai di rumah, suasananya sangat lengang, lampu depan saja yang dinyalakan, Apa mba Tika membawa mas Jono ke rumahnya? Biarlah, aku tidak mau tahu. Aku segera masuk ke dalam rumah dan menyalakan lampu.
Aku duduk di sofa ruang tamu, sepertinya baru kemarin aku membeli rumah ini dan mengisi perabotannya satu-satu sesuai keinginanku. Sofa yang berwarna merah maron ini, korden dan guci hiasan rumah, Televisi flat, almari hias, meja makan dan kitchen set di dapur, aku juga yang memilih dan mengatur tempatnya.
Mas Jono benar-benar pandai menipuku dengan kata-kata manis, sikapnya yang berubah menjadi baik, ternyata hanya kamuflase untuk menutupi kebohongannya, aku sudah tak sanggup lagi untuk melanjutkan pernikahan ini.
Tut....tut... tut... ada telepon masuk, aku segera mengangkatnya.
[Halo...]
[Assalamu alaikum Maysa]
{Wa alaikum salam, mba Tika, sekarang ada dimana?]
[Aku bawa mas Jono ke rumah sakit, takut lukanya infeksi.]
[Ya mba,ngga apa-apa]
[Kamu sudah dapat info, siapa pelakunya]
[Iya mba, besok saja aku cerita ya, sekarang rasanya capek sekali.]
[Ngga apa-apa, mas Jono sudah mendapat perawatan,sebentar lagi aku juga pulang ke rumah, kasihan anak-anak, tadi aku titipkan sama Ani yang bantu di rumah.Ya sudah May, kamu juga istirahat, assalamu alaikum.]
[Wa alaikum salam.]
Aku menutup telpon, Bagaimana dengan mba Tika jika dia tahu kejadian yang sebenarnya, bahwa suami yang sudah berjanji untuk bertaubat, ternyata berbohong. Semua yang dilakukan hanyalah pura-pura saja, supaya aku dan mba Tika tidak mencurigainya.
Aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, air yang mengalir ke seluruh tubuh membuatku merasa segar dan mengurangi kepenatan akibat seharian bekerja. kemudian aku ngambil wudu dan segera bersiap untuk salat.
Ku pakai mukena putih ini dan menggelar sajadah, kuhadapkan wajahku lurus ke arah kiblat dan pandangan mata tertuju ke tempat sujud, suasana begitu hening dan tenang. Kini terbayang wajah sang ibu yang sudah lama kutinggalkan, ibu yang selama ini menjadi tempatku menangis dan berbagi masalah, kubaca setiap kalimat untaian doa dalam salat dengan suara lirih dan khusyuk, hanya kepada Allah aku mengadukan semua masalah yang ku alami.
Aku masih terisak dalam tangis meski salat isya ini sudah selesai, takdir seperti apa yang sebenarnya sedang aku hadapi? Benarkah sudah tidak ada lagi kejujuran yang bisa aku pegang dari suamiku?
Hingga terasa benar-benar lelah, mataku mengantuk, akupun tertidur di atas sajadah ini.
**
Mba Tika menggoyang-goyang badanku dengan keras, "Maysa bangun."
Aku membuka mataku yang terasa berat, rasanya masih ingin kembali tidur. Sejak mas Jono di rawat di rumah sakit lima hari yang lalu, aku sendiri yang mengurusi toko sembako sebesar itu, dan mba Tika yang merawat mas Jono di rumah sakit. Baru malam ini aku mengunjunginya. Kaarena letih aku tertidur di kursi tunggu depan kamar inap.
"Ada apa sih, mba?"tanyaku dengan mata setengah terpejam.
"Bangun May, barusan ada telpon kalo toko sembako kita kebakaran, Mas Jono sudah ke sana."
"Kebakaran?"tanyaku linglung."Apa? Toko sembako kita kebakaran?"
"Iya Maysa, ayo kita susul mas Jono ke sana," mba Tika menggandeng tanganku dan mengajakku pergi. Antara sadar dan tidak aku mengikutinya saja, jujur saja kepalaku masih terasa berdenyut karena pusing, baru sebentar saja terlelap sudah dibangunkan.
Mba Tika memanggil taksi yang berada di depan rumah sakit dan meminta supir mengantar kami ke toko sembako. Aku masih tidak percaya dengan telpon yang mengabarkan kebakaran toko kami, paling iseng saja. Di dalam taksi aku kembali meneruskan tidurku yang terganggu. Sekilas kulihat wajah cemas dan tegang mba Tika.
"Aduh.." kepalaku terantuk pintu mobil taksi. Rupanya supir taksi mengerem mobil secara mendadak. "Ada apa sih pak?"tanyaku.
"Maaf mobil saya hanya sampai sini, jalan masuk sudah tertutup oleh mobil pemadam kebakaran."
"Ya sudah pak, kami turun di sini, ini ongkosnya. Ayo Maysa kita turun." Mba Tika menggandeng tanganku menuruni mobil dan berjalan tergesa menuju lokasi.
Aku benar-benar di buat tak percaya, toko sembako ini baru saja kutinggalkan, aku pulang paling terakhir, semua masih baik-baik saja. Sekarang.... Melihatnya di lalap si jago merah membuatku seperti kehilangan akal. Aku berlari mencoba masuk ke dalam toko, barangkali ada yang masih bisa diselamatkan, orang - orang yang melihat segera menahanku.
"Jangan masuk bu, berbahaya, apinya masih besar."
Aku menjerit,"Aku mau masuk pak, biarkan aku masuk, mungkin masih ada barang yang bisa aku amankan."
"Berbahaya bu, sabarlah sampai kondisi benar-benar aman."
Mereka semakin kuat menahan tanganku, dua orang laki-laki memegangiku, meskipun berontak tetap saja tenagaku kalah dengan mereka. Aku hanya bisa menangis dan berteriak minta tolong.
Semakin lama memberontak tenagaku semakin habis terkuras, aku terduduk di jalan, habis sudah usahaku selama berbulan-bulan, semua hilang sudah. Toko sembako yang besar dan ramai itu tinggal sebuah cerita, hanya kobaran api yang terlihat sedikit demi sedikit melahapnya.
Dari kejauhan nampak beberapa orang menggotong tubuh yang terkulai pingsan, siapa dia? Apakah dia korban kebakaran? Tapi perempuan yang mengikuti di belakangnya itu, mba Tika . Jadi orang yang di gotong beberapa orang itu adalah mas Jono.
Aku mengikuti langkah mereka, ternyata mas Jono dibawa dengan mobil ambulan, mba Tika masuk ke dalam mobil sementara aku juga ikut masuk ke dalamnya. Kendaraan ini meraung-raung membelah jalanan membawa kami kembali rumah sakit.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top