Bakat Risa

"Tuh, tuh, lihat. Ada Risa," ujar laki-laki di kampus yang sedang nongkrong di halaman kampus.

Wanita yang di bicarakan baru saja sampai di gerbang kampus dan laki-laki di sana sudah mulai membicarakannya, berkhayal lebih tepatnya. Bagaimana cara mendapatkan perhatian Risa, bagaimana jika berpacaran dengan Risa, bagaimana jika Risa tidak pakai dalaman, dan bagaimana lainnya. Kebiasaan laki-laki.

"Hai, Risaaa," sapa sebagian mahasiswa yang Risa lewati. Sebagian dari mereka tersenyum nakal padanya, malah ada yang mengedipkan mata mencari perhatian.

Risa hanya membalas dengan senyuman, bibir mungil miliknya membentuk cekungan lembut, memperlihatkan lesung di pipinya. Membuat laki-laki yang melihatnya semakin tidak bisa melupakannya. Kemunafikan membuat Risa hanya bisa memberikan senyum pada mereka. Tidak ada laki-laki yang bisa dipercaya menurutnya.

"Risa!" seorang wanita melambaikan tangan pada Risa dan mendekatinya.

"Hai kak," Kak Dewi panggilannya. Sepupu Risa. Usianya lebih muda, tingginya lebih pendek dari Risa, tapi karena budaya dan rahim yang mengandung Dewi lebih tua membuat Risa wajib memanggilnya Mba atau Kak.

"Kamu baru datang Ris? Siang amat," Dewi melihat jam tangannya.

"Kuliahnya siang, mau gimana lagi," Risa mengangkat bahunya.

"Yang udah mau selesai beda ya kuliahnya," Dewi cengengesan.

"Satu matkul kan kita?" tanya Risa, Dewi mengangguk. "Yasudah, yuk, ke kelas."

BAKAT

"Hai Sa," seorang laki-laki menyapa Risa lagi. Dia baru saja menaiki tangga menuju kelasnya di lantai tiga dan seseorang sudah menyapanya lagi. Kali ini dia mengenal mahasiswa itu.

"Hai Gen," jawab Risa. Genta namanya. Salah satu dari sekian banyak laki-laki yang mencoba mendekatinya. Entah sejak semester berapa, Risa lupa. Tapi, yang jelas dia tidak pernah menyerah meskipun Risa tidak pernah memberi respon apa-apa.

"Nanti pulang kuliah bareng, yuk," Genta tersenyum.

Risa juga membalasnya dengan tersenyum. Sudah bosan mendengar permintaan itu dan bosan menolaknya.

"Aku nanti ikut ya Gen, irit ongkos," Dewi nimbrung nyengir-nyengir.

Genta hanya tersenyum, malas menanggapi.

BAKAT

Selesai perkuliahan. Langit jingga siap berganti malam. Risa dan Dewi berjalan bersama, bercanda dan tertawa. Menyusuri halaman kampus yang masih ramai dengan mahasiswa kelas malam.

Dari kejauhan Genta sudah melihat dua wanita itu berjalan kearahnya. Dengan bersandar pada salah satu pintu mobilnya, dia menunggu Risa dan Dewi mendekat.

"Sa, aku antar pulang ya," sapa Genta ketika Risa sudah di dekatnya.

"Tidak perlu Gen, aku pulang sama Dewi naik bis saja," Tolak Risa halus.

"Kamu kenapa sih, nggak pernah mau aku antar pulang?"

"Aku sudah sering bilang kan Gen, aku nggak enak ngerepotin kamu," Risa beralasan. Alasan sebenarnya adalah fakta bahwa Genta adalah playboy. Suka berganti-ganti pasangan dan semua wanita akan berujung sakit hati karenanya. Bahkan ada rumor yang mengatakan salah satu mantannya sampai mencoba bunuh diri karena Genta tidak ingin bertanggung jawab setelah menghamilinya.

"Tapi aku tidak merasa direpotkan,"

"Iya, aku yang merasa merepotkan kamu Gen. Sudah ya, aku pulang dulu," Risa menarik tangan Dewi dan berjalan meninggalkan Genta.

"Kamu kenapa sih nggak mau diantar pulang Genta? Kan enak naik mobil bagus, AC-nya pasti dingin," Dewi terkekeh.

"Kak, kamu tahu kan Genta itu siapa... playboy. Bahaya dekat-dekat sama dia," jelas Risa.

"Yah, kamu manfaatin aja Sa. Nggak perlu sampai pacaran."

"Pikiran kamu Kak, kotor banget," Risa geleng-geleng. Dewi tertawa.

Tidak jauh di belakang mereka Genta mengepalkan tangannya begitu kuat.

BAKAT

Risa turun dari bis yang ditumpanginya. Dia melihat jam tangan dan sadar dia pulang terlalu malam. Risa menggerutu, menyalahkan Dewi yang mengajaknya ke Mall dahulu. Jalanan mulai sepi, hanya beberapa pengendara motor masih melintas sesekali. Risa berjalan menyusuri gang menuju tempat kosnya. Dia membayangkan tugas akhirnya yang akan terbengkalai lagi malam ini.

Dari belakang tiba-tiba Risa merasa ada seseorang yang mengikutinya. Risa memalingkan wajahnya mengusir penasaran. Belum sempat dia melihat siapa, sebuah sapu tangan sudah mendarat di wajahnya. Entah apa di dalamnya, tapi Risa merasa lelah dan tertidur seketika.

Tiga orang pria membawa tubuh Risa dan memasukkannya dalam sebuah mobil minibus hitam. Sekarang Risa berbaring di jok belakang. Kepalanya bertumpu pada paha seseorang dan kakinya di paha orang lainnya.

"Gila ni cewe, dari deket tambah cantik aja," ujar pria yang memangku kepala Risa.

"Kakinya juga bagus banget," kata pria lain yang memangku kakinya. "Anjing, langsung nafsu gua megang kakinya aja."

Pria itu mengelus kaki hingga paha Risa yang tertutup celana jins ketat, yang satu lagi mengelus rambut dan wajah Risa.

"Woi! Jangan ada yang berani nyentuh Risa sebelum gua!" pria yang mengemudikan mobil terlihat kesal melihat dua orang pria di belakang mulai menggerayangi Risa.

Orang terakhir yang duduk di sebelah pengemudi mulai tertawa. "Guys, tahan dulu. Kasih Genta dulu baru nanti kita gantian," dua orang di belakang tersenyum jahat, membayangkan rasanya tubuh Risa yang indah.

Mobil terus melaju, menuju suatu tempat di pinggiran kota. Bangunan-bangunan tinggi mulai menghilang dan berganti dengan rumah atau ruko warga yang jarang. Genta terus melihat kanan dan kiri. Mencari tempat yang cocok untuk melaksanakan niat jahat mereka.

Akhirnya, mobil berhenti pada sebuah rumah tua yang sudah ditinggalkan. Genta melihat kanan dan kiri. Begitu sepi, ada beberapa rumah tapi tidak begitu dekat dengan posisi mereka. Aman!

"Lo serius Gen, mau disini?" ujar pria yang duduk di sebelah Genta. "Ini rumah Belanda Gen, angker."

"Halah, masa bodoh! Mana ada setan yang mau ganggu setan," balas Genta kesal mendengar alasan.

Yang dibelakang terkekeh. Pria yang di depan hanya bergidik, tapi dia sudah terlanjur ikut sejauh ini, sayang jika dia mundur hanya karena "angker".

Empat orang itu turun, membawa tubuh Risa ke dalam. Tubuh Risa di letakkan pada ruangan bagian belakang rumah. Empat pria itu sekarang mengelilingi Risa. Ada perasaan cemas bercampur penasaran membuat mereka sedikit gemetar sambil tersenyum lebar.

"Ayo Gen, buruan. Gua udah nggak sabar nih," ujar salah satu dari mereka diikuti anggukan dari yang lain.

Genta tersenyum lebar. Ada rasa puas dalam dirinya. Pembalasan bagi wanita yang berani menolaknya. Genta mulai mendekat, mengamati setiap lekukan tubuh Risa dari atas. Perlahan dia duduk di atas pahanya, memperhatikan lagi setiap inchi dari tubuh Risa dan merabanya secara perlahan.

Ughh! Risa merasakan seseorang sedang menggerayangi tubuhnya. Dia mencoba membuka matanya yang terasa berat. Dengan paksa Risa mencoba membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya hanya kegelapan yang buram. Risa mencoba mengedipkan matanya beberapa kali. Penglihatannya mulai jelas. Masih gelap, tapi dia bisa melihat bayangan seseorang menindihnya. Tersenyum kearahnya.

Risa menjerit ketakutan. Genta yang terkejut mendengarnya langsung membekap mulut Risa dengan tangannya. Takut seseorang mendengarnya. Risa terus meronta, mencoba menyingkirkan Genta dari atas tubuhnya. Genta yang merasa kegiatannya terganggu segera memerintahkan ketiga temannya untuk memegangi kedua tangan dan kaki Risa. Risa terus meronta meskipun telah dipegangi tiga orang. Genta yang sudah tidak tahan segera meluncurkan ciuman ke mulut Risa, dilanjutkan dengan menjelajahi setiap wajahnya. Risa merasa jijik dengan air liur orang – yang dia tidak tahu siapa – memenuhi wajahnya. Ingin sekali dia muntah namun mulutnya masih terhalang. Selanjutnya tangan bajingan ini sudah berada di dadanya. Meremas salah satu payudaranya dengan kasar. Risa menahan sakit karena perlakuannya. Dia ingin berteriak tapi tidak bisa. yang bisa dilakukan Risa sekarang hanya menangis sejadi-jadinya. Meratapi nasibnya yang entah akan seperti apa.

Perlakuan tidak senonoh terus dilakukan Genta tanpa kasihan, tangan kotornya bahkan sampai ke bagian intimnya. Risa terbelalak lalu kemudian terpejam. Dia merasa jijik dan benar-benar direndahkan dengan perlakuan Genta. Dia menangis sejadi-jadinya. Berharap Genta akan kasihan melihat air matanya. Tapi tidak, Genta terus melancarkan kebejatannya tanpa rasa iba. Justru kepuasan mendalam merasukinya. Senyum di wajahnya semakin lebar, terlihat begitu senang.

Mental Risa benar-benar di ambang kejatuhan. Apalagi, saat jari-jari itu masuk dalam kemaluannya. Menimbulkan rasa sakit yang mendalam bagi tubuh dan hatinya. Dan rasa sakit itu adalah hal terakhir yang Risa ingat. Seluruh indranya seperti memudar dan hilang rasa. Risa pingsan tidak kuat menahan beban mental.

BAKAT

"AAGGGHHHH!!!" Genta mendengar teriakan dari salah satu temannya yang membantu memegang tangan Risa.

"AAGGGHHHH!!!" disusul dengan teriakan temannya yang memegang tangan lainnya.

Genta tidak tahu apa yang terjadi. Penerangan yang minim membuat Genta hanya bisa melihat siluet temannya yang menjerit kesakitan.

"Kenapa kalian!" pekik Genta.

"Tanganku! Tanganku!" kedua temannya menjerit kesakitan.

"Gen, kenapa mereka?!" temannya yang memegang kaki Risa mulai ketakutan, berpikir rumah ini benar ada hantunya.

Genta tidak menjawab. Tubuhnya membatu di atas tubuh Risa. Melihat sepasang mata merah menyala yang terus memperhatikannya dari bawah. Genta melepaskan tangan yang menahan mulut Risa sedari tadi, membuat Genta semakin ketakutan. Mulut itu tidak meronta lagi, malah tersenyum melihatnya.

"Hwaa!!!" Genta merinding ketakutan dan melemparkan tubuhnya menjauhi tubuh Risa.

"Gen lo kenapa?!" tanya teman yang memegang kaki Risa. Genta terus menjauh hingga terpojok di dinding ruangan. Saat teman Genta kembali melihat Risa, tubuh itu telah bangkit dan duduk setara dengannya. Wajahnya begitu dekat, melihatnya dengan tersenyum dan mata merah terang yang terus memperhatikannya.

Orang itu ketakutan, melepaskan pegangannya pada kaki Risa dan seperti Genta berusaha menjauhi Risa yang berubah.

Risa – atau sesuatu yang lain – itu bangkit. Melihat sekelilingnya. Dua orang merintih kesakitan dan dua orang ketakutan melihatnya. Dia tertawa, begitu keras hingga menggema ke seluruh ruangan.

"Kalian melakukan kesalahan besar!" suaranya menggelegar seperti petir saat hujan. Menghujam jantung siapapun yang mendengarnya dengan ketakutan. "Dan kalian akan membayarnya dengan nyawa kalian!"

Genta dan temannya sontak berlari ketakutan, meninggalkan kedua temannya yang terluka di dalam. Tapi, baru saja mereka keluar dari pintu rumah, Risa sudah ada di sana menanti mereka.

Langkah mereka berhenti seketika. Lutut mereka lemas dan gemetar. Sekuat tenaga mereka memaksa kaki mereka untuk menjauh dari Risa. Baru satu langkah, Risa sudah bergerak begitu cepat dan menangkap leher teman Genta. Genta yang dikuasai ketakutan segera berlari meninggalkan temannya. Risa tersenyum, dia mencengkram leher orang itu dan menekannya begitu kuat hingga leher itu terkoyak dan sebagian dagingnya jatuh ke tanah. Meninggalkan luka menganga pada lehernya.

Risa meninggalkan orang itu meregang nyawa dengan darah bercucuran deras. Risa lalu mengejar Genta yang berlari kembali ke dalam rumah.

Dalam sekejap Risa sudah berada di depan Genta. Genta yang ketakutan tidak sanggup menggerakkan kakinya. Hanya langkah-langkah mundur kecil yang mampu dia lakukan. Sampai pada titik di mana dia tidak bisa kemana-mana lagi. Terpojok dinding di belakang dan Risa di depannya.

Keringat dingin mengucur dari dahinya. Suara tetesan sesuatu terdengar jatuh ke lantai seiring dengan Risa yang semakin dekat. Entah kenapa rumah itu menjadi hening tanpa suara.

"Kau sudah puas menikmati tubuh ini?" Risa bertanya seraya meraba tubuhnya, mendekati Genta yang hilang selera. "Sekarang, biarkan aku yang menikmati tubuhmu!" Senyumnya mengembang, suaranya menebar ketakutan.

Risa menangkap leher Genta. Genta merasa sesuatu yang tajam menusuk lehernya dari setiap ujung jari Risa.

"Ris-Risa..., a..., aku minta maaf," mohon Genta lirih.

"Aku bukan Risa!" Risa melototi Genta dalam-dalam. Genta merasakan aura penuh amarah menerpanya. Genta bisa melihat gigi-gigi tajam di sana saat Risa kembali tersenyum padanya.

Kemudian yang terjadi, senyum itu melebar, menganga dan menggigit leher Genta kasar. Genta menjerit kesakitan. Tapi, itu tidak lama. Pita suara genta terputus setelahnya dan suaranya hilang. Meninggalkan Genta yang kesakitan, menggelepar seperti ikan keluar dari airnya dalam kesunyian Genta meregang nyawa. Dan, Risa melihatnya dengan wajah yang begitu puas.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top