Arah Baru

Risa baru saja membereskan kekacauan di kamarnya. Membuang pakaian dan sprainya yang penuh dengan darah, membakar tempat tidurnya yang sialnya meninggalkan bercak darah yang tidak kalah banyak. Dia tidak akan mau tidur di sana, dan benda itu terlalu besar untuk di buang. Sehingga Risa membakar kasur itu di belakang rumah kostnya. Selanjutnya, dia membersihkan seluruh kamarnya, mengepel lantainya hingga bersih, dan menyemprotkan sebanyak mungkin pengharum ruangan untuk mengusir bau anyir dari kamarnya.

Risa menyeka keringat di dahi dan lehernya. Terduduk kembali di kursi putar meja belajarnya. Ponsel di dekatnya menggoda untuk dibuka. Risa tidak tahan, dia mengambil ponsel itu dan membuka kuncinya. Tidak ada pesan atau telepon masuk, tapi Risa tergoda untuk membuka aplikasi pesan instan di ponselnya dan melihat status terbaru teman-temannya.

Risa mengernyitkan dahinya, membuat kedua alisnya menyatu. Layarnya penuh dengan ucapan duka cita belasungkawa untuk Genta. Risa terus mengusap layarnya ke atas untuk melihat lebih banyak dan sebagian besar tetap sama. Segera Risa memilih salah satu nama di sana dan mulai mengetikkan pesan padanya.

Risa : Panda, Genta meninggal?

Risa menekan tombol send dan menunggu balasan dari Ita Panda. Teman seangkatannya. Salah satu mantan pacar Genta atau lebih tepatnya korban, karena Genta ternyata hanya mengincar uangnya, dan Ita saat itu benar-benar dimanfaatkan.

Ita : Iya, aku baru baru dapat kabarnya. Katanya di bunuh Sa.

Risa : Hah! Dibunuh? Kok bisa?

Ita : Ya, bisa lah. Katanya dia di temuin warga di rumah belanda angker itu, sama tiga temannya yang sama bejatnya dengan dia. Hahaha, mampus, akhirnya kena batunya dia. Aku di kirimin potonya, mau liat nggak?

Risa : Mana?

Tiga gambar mengerikan masuk dalam ponsel Risa. Dua foto memperlihatkan dua pria yang tidak dikenal Risa sedang meringkuk memegang tangannya yang hampir putus, namun mata mereka sudah terpejam dan kulitnya pucat. Poto ketiga memperlihatkan seorang pria dengan leher yang hampir putus bukan karena di potong, tapi seperti di cabik. Meninggalkan sebuah celah besar di lehernya, menganga, hanya daging tipis yang tersisa dari lehernya yang menjaga kepala itu tetap menyatu pada tubuh. Tapi, mereka bukan Genta.

Risa : Mana Genta?

Risa penasaran, meskipun perutnya sudah mual dan jijik melihat gambar yang begitu sadis tersebut dengan darah yang masih terlihat di sekeliling tubuh ketiga pria itu. Tapi, sesuatu dalam dirinya ingin sekali melihat keadaan Genta,

Ita : Oh, iya. Sebentar.

Satu gambar lagi masuk. Kali ini gambarnya di ambil dari jarak dekat. Risa bisa melihat wajah yang dikenalnya. Genta. Ekspresi wajah itu begitu menakutkan, ada kengerian yang  tercipta di sana. Wajah penuh darah, mulut menganga, mata yang terbuka lebar namun hanya kelopak mata putihnya saja yang terlihat. Tangannya memegang lehernya yang berlubang, memperlihatkan tulang putih lehernya, ada bagian daging lehernya yang terkoyak masih bergelayut di leher Genta.

Jadi, namanya Genta.

Suara lain tiba-tiba berbicara dalam kepala Risa. Lagi, suara itu begitu gagah namun juga menakutkan. Risa terkejut, untuk sesaat. Berikutnya yang dia rasakan hanyalah keheranan.

"Apa maksudmu?" tanya Risa mendengar suara itu seolah-seolah tidak asing melihat wajah itu.

Apa kau tidak ingat? Mereka yang semalam mencoba menyakitimu.

Jantung Risa berhenti sesaat mendengarnya. Genta memang berengsek, tapi melakukan hal seperti itu padanya? Tidak pernah terlintas dalam benak Risa.

"Jadi, kau yang membunuh mereka semua?!" tanya Risa tidak percaya. Teringat lagi foto-foto mengerikan itu dan makhluk ini melakukan itu semua tanpa rasa bersalah.

Bukan aku. Itu Kita Risa! Kita! Suara dalam kepala Risa tertawa begitu senang

Bayangan-bayangan kejadian dalam kepala Risa muncul kembali. Namun, kali ini semua begitu lambat dan jelas, setiap detailnya. Bagaimana saat kedua tangan pria itu terpotong, bagaimana saat wajah-wajah kesakitan itu berteriak. Lalu dua orang yang berlari ketakutan hingga Risa menangkap salah satunya dan mengoyak lehernya hanya dengan sekali genggaman. Risa bisa merasakan dengan jelas di tangannya, bagaimana kulit itu mencengkram leher pria itu, bagaimana kuku tajam itu menekan leher itu, seperti mengambil segenggam agar yang berlendir dan mengepalnya hingga hancur. Lalu dia mengejar pria terakhir, Risa bisa melihat itu Genta. Dia berlari begitu gontai dan lemah, wajahnya terlihat begitu pucat dan ketakutan. Saat akhirnya Genta tertangkap, Risa tidak kuasa melihat wajah Genta, tapi dia tidak bisa berpaling. Risa seperti menonton di teater 5D. Bisa melihat, bisa merasakan, tapi dia tidak bisa bergerak. Dan saat gigi-gigi tajam itu mengoyak leher Genta, Risa benar-benar muntah. Mulutnya merasakan sesuatu yang kenyal, alot, berbau amis, darah yang kental dalam mulutnya, dan rasa yang asing di lidahnya,  membuatnya merasa jijik dan mual.

Tubuh Risa menegang, dia melihat kedua tangannya yang gemetaran, tetapi bukan tangannya sekarang, melainkan tangannya semalam yang berlumuran darah. Dia memeluk tubuhnya yang menjadi sedingin es.

"Kau... kau membunuh mereka semua?" ucap Risa lirih.

Kita Risa. Aku membantumu, melindungimu, menutupi kelemahanmu.

"Tidak! Aku tidak butuh bantuanmu! Aku tidak butuh perlindunganmu! Pergi! Pergi!"

Suara itu tertawa, Dasar perempuan tidak tahu terima kasih! Kau tidak bisa mengaturku, kau tidak bisa membuatku pergi. Tapi, jika kau benar ingin aku tidak membantumu, baiklah. Kita lihat berapa lama kau bisa bertahan tanpa bantuanku.

Suara itu menghilang, hanya kesunyian yang mengisi kamar itu sekarang. Risa tidak habis pikir. Seumur hidupnya dia belum pernah melukai siapapun dan sekarang dia telah membunuh, bukan satu tapi empat orang! Apa yang harus dia lakukan sekarang?! Bagaimana jika seseorang mengetahuinya? Bagaimana jika polisi? Tidak! Risa menggeleng, menolak bayangan buruk yang akan terjadi padanya. Masih ada masa depan yang ingin di raih. Masih ada yang harus dia buktikan, terutama pada keluarganya.

BAKAT

Sebuah van hitam berhenti di depan sebuah bangunan dua tingkat dengan banyak jendela mengarah ke jalan.

"Kami sudah di posisi. Menunggu perintah." Seseorang pria di kursi depan berbicara melalui microphone pada helmnya.

"Laksanakan!" suara di sisi lain memberi perintah.

"Semuanya bersiap!" teriak orang itu pada kelompoknya di kursi belakang van. "Operasi penangkapan, sekarang!"

Pintu belakang van itu terbuka, delapan orang berseragam hitam memakai penutup wajah, dan membawa senjata lengkap turun dan masuk ke dalam bangunan itu. Melewati sebuah lorong yang membawa mereka pada bagian dalam bangunan yang memiliki banyak pintu karena fungsinya sebagai tempat kos-kosan.

Pria yang duduk di kursi depan juga turun dan menunggu di luar. Beberapa warga yang penasaran mulai keluar dari rumahnya dan berkerumun. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi, pria itu dengan singkat hanya berkata, "Jangan mendekat! Urusan polisi!" untuk menjaga areanya tetap steril.

Tim yang masuk ke dalam bangunan sekarang sudah berada di depan salah satu pintu. Salah satu anggotanya mencoba membuka pintu dengan alatnya hingga terdengar suara Klik!

Pintu itu dibuka, seorang wanita terlihat sedang duduk depan meja belajarnya, terkejut melihat mereka. "Jangan  bergerak! Angkat tangan perlahan!" perintah salah satu dari mereka.

Risa yang terkejut melihat orang-orang bersentaja di depan kamarnya segera bangkit dari tempat duduknya. Mereka pasti polisi yang ingin menangkapnya pikir Risa. Ketakutan, dia berjalan mundur perlahan. Melihat sekitar, sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan. Dia tidak mau ditangkap. Ini bukan salahnya. Risa melihat pisau di rak piring kecil samping meja belajar. Dengan cepat Risa meraihnya dan mengacungkan pisau itu pada orang-orang di depannya. "Jangan mendekat!"

Seorang yang paling depan menekan sesuatu di telinganya, "Pak, target berusaha melawan dan memegang senjata tajam."

"Lumpuhkan cepat! Kita tidak punya banyak waktu!" perintah atasannya di luar bangunan.

"Baik Pak." Orang itu segera menembakkan senjatanya ke arah Risa.

Sebuah peluru dengan jarum di ujungnya menembus kulit Risa. Memasukkan suatu cairan dalam tubuh Risa. Membuatnya tubuhnya terasa kebas, tidak bisa bergerak, tubuhnya terasa melayang, mengantuk, dan terakhir yang Risa ingat hanya tubuhnya terjatuh.

"Aman! Tim kedua masuk!" perintah orang di depan.

Empat orang masuk dalam kamar, membawa peti besi dengan warna platinum. Di letakkan peti itu di sebelah tubuh Risa. Masing-masing dari mereka mulai membuka peti itu dengan peralatan seperti mesin bor. Sesaat setelah peti itu terbuka, tubuh Risa di masukkan ke dalamnya. Dengan cepat semua orang di sana mundur dan keluar dari kamar Risa dan menuju Van. Penghuni kos yang lain tampak bingung, namun tidak ada yang berani mencari tahu. Semua orang sudah masuk kembali ke dalam van, pria yang menjaga di luar juga masuk dan segera memerintahkan untuk pergi. Kejadian yang begitu cepat, tidak sampai sepuluh menit. Semua orang yang melihatnya dibuat bingung dan tidak sempat mencerna apa yang sebenarnya terjadi.




Ceritanya telat update :(
Terkena wb di bab ini (Risa lagi)
Maaf jika ada kekurangan atau merasa ada yang kurang. Kalian bisa sampaikan secara langsung di komentar.
Jangan lupa VOTE jika kalian suka!

Buktikan jika kalian adalah pembaca yang menghargai penulisnya.

Terima kasih, sampai jumpa minggu depan :D

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top