Part 4: Who is Him?
[Yuhuuu! Update part 4. Di part ini masih biasa-biasa dulu, gak ada konflik tapi ada tanda-tandanya. Yang baca part 4 di Karyakarsa kataromchick udah paham banget, sih, karena emang lebih detail. Tapi nggak apa-apa, yang mau nungguin versi ebook juga boleh, di Karyakarsa bagi yang udah gak sabar baca:) Dan di bawah aku selipin AU(alternative universe) version yang bisa kalian baca gratis di instagram freelancerauthor.
Oh iya, aku selipin gambar di atas ebook Merayu Hati Yang Setia. Buat kasih info aja bagi kalian yang mau baca lengkap cerita kakaknya Zephyr duluan sambil nungguin cerita ini. Search aja di google playbook Faitna YA, nanti keluar semua judul ebook aku. Happy reading semuanya.]
"Mungkin ada yang ingin kamu sampaikan ke mbak, Reya?"
Pertanyaan itu mengganggu. Mengusik ketenangan Reya yang sudah terlewati satu hari dari kunjungan Zephyr ke rumah kakaknya. Hari itu, tepat di kepulangan Zephyr, Kinanti bahkan tidak menyampaikan hal apa pun. Tampak tidak keberatan didatangi tamu pria, teman lama Reya.
"Sampaikan apa, Mbak?"
Kinanti melirik sekilas kepada Reya dan tersenyum. "Zep itu, ada hubungannya sama Fin. Iya, kan?" ucap Kinanti.
Tebakan itu tidak terdengar seperti tebakan. Malah terdengar seperti sindiran yang keras memukul kesadaran Reya, bahwa memang dia tidak bisa membohongi siapa pun mengenai Zephyr dan Fin. Namun, entah kenapa Zephyr juga tidak bereaksi apa-apa mengenai Fin. Itu artinya memang kemiripan Fin dan Zephyr memang tidak sekentara itu, kan?
"Gini aja, biar aku ganti pertanyaannya. Siapa Zephyr sebenarnya?"
Semakin Kinanti melayangkan pertanyaan, semakin Reya tidak tahu bagaimana memecahkan masalah dalam hidupnya. Iya, ini adalah masalah yang tidak terpecahkan dalam hidup Reya. Memiliki anak di luar nikah, dan tidak melibatkan Zephyr sama sekali dalam kehidupan Reya dan Fin. Bahkan sangking tidak terpecahkannya, masalah ini semakin ditimbun dengan keputusan bahwa Kinanti dan Raka yang menjadi orangtua bagi Fin.
"Reya, tolong jawab yang jujur sama mbak. Zephyr itu ayahnya Fin, kan?" tambah Kinanti lagi.
"Kalo aku jawab iya, apa yang akan terjadi Mbak? Aku nggak tahu harus melakukan apa."
Kinanti mengangguk setelah menarik napas panjang. Perempuan itu tidak tampak terusik dengan kebingungan yang melanda adik iparnya.
"Lebih baik begitu, Rey."
Reya terkejut. Ucapan Kinanti tidak wajar untuk didengar orang normal. Dimana seharusnya Kinanti mendorong Reya untuk meminta pertanggung jawaban dari pria yang sudah menodai Reya. Harusnya Kinanti juga memberikan semangat agar Reya memberitahu keberadaan Fin pada Zephyr.
"Maksudnya Mbak Kinan gimana?"
"Maksudku, jangan katakan apa pun kepada Zephyr mengenai Fin. Aku udah bilang kalo Fin itu anakku sejak pertama kali ngeliat dia duduk di teras nungguin kamu. Aku nggak bisa membiarkan Zephyr datang dan mengambil Fin."
***
"Umbu umbu."
"Iya, sebentar Fin. Biarin bubunya makan dulu, Fin sama mama, ya. Sini."
Bayi satu tahun itu menolak dan hampir menangis jika tidak dibiarkan untuk duduk bersama Reya.
"Nggak apa-apa, Mbak. Biarin sama aku dulu."
Fin jika sudah begini artinya rindu menyusu pada Reya. Yang biasa Reya lakukan adalah menikmati makanannya dan membiarkan Fin untuk sibuk menyusu. Memang jika sudah memiliki buntut hidup bukan lagi milik sendiri. Bahkan untuk makan saja Reya tidak bisa melahap makanannya dengan tenang.
Ditengah dua kegiatan yang menyita fokusnya, Reya harus dihadapkan dengan telepon dari Zephyr. Dia langsung menatap Kinanti yang sudah terlanjur melihat nama si penelepon. Bukannya pergi, Kinanti malah menunggu dan berkata. "Kenapa nggak kamu angkat? Itu telepon dari Zephyr."
"Biarin aja, Mbak."
"Apa dia tahu? Kamu kasih tahu soal Fin?"
Reya lebih dulu menghela napasnya karena Kinanti lagi-lagi membahas ini. "Nggak, Mbak."
"Kalo dia nggak tahu dan nggak ada apa-apa, kenapa kamu nggak angkat? Kamu takut kalo Mbak tahu apa yang kalian bicarakan soal Fin?"
Reya tidak mengerti kenapa Kinanti semakin lama semakin terlihat ketakutan jika Reya dan Zephyr akan membicarakan Fin. Lagi pula Reya sudah mengatakan berulang kali tidak akan mengatakan apa pun mengenai Fin, tapi Kinanti seperti tidak percaya.
"Nggak, Mbak. Aku lagi makan, makanya aku nggak mau angkat."
"Loudspeaker aja. Jadi, kamu tetep bisa denger sambil jawab."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top