Part 17 : Enough
[Cerita ini bisa kalian baca duluan di Karyakarsa kataromchick, atau yang lebih suka versi ebook, silakan cari di google playbook dengan cari 'Faitna YA'. Selamat membaca semuanya🥰.]
Reya sangat terkejut saat Zephyr membalas ucapannya. Tadi pria itu terpejam dengan kondisi fisik yang jauh dari kata baik-baik saja. Reya lebih terkejut lagi saat ucapannya sudah didengar oleh Zephyr, hingga akhirnya dia tidak memiliki pilihan lain selain berusaha untuk bersedia tidak memberikan drama lanjutan.
"Pelan-pelan, Rey."
Zephyr memundurkan kepalanya saat Reya akan menyuapkan makan siang pria itu.
"Katanya jangan ada drama tambahan, tapi lihat kamu sekarang ... penuh drama untuk kegiatan makan siang."
"Bibir aku ini sakit, loh. Robek ini. Makanya aku minta kamu pelan-pelan."
Reya menarik napas panjang. "Aku tahu, Zep. Jangankan bibir kamu yang robek, bahkan mata kamu yang aliran darahnya masih menggumpal itu keliatan."
Menyebutkan hal-hal itu mampu membuat Zephyr tampak tak percaya diri. Mungkin ada rasa insecure hingga pria itu berpaling menatap ke arah lain saat Reya mengatakan demikian. Menyadari hal itu, Reya meletakkan piring makan siang dari rumah sakit yang jauh dari kata seadanya. Nutrisi makan siang Zephyr sangat penuh dan nikmati. Tidak masalah jika Zephyr menghabiskan makanannya nanti-nanti, karena tidak akan seperti para pasien BPJS yang nampannya akan langsung diambil habis atau tidak habis, yang penting perawat sudah menyelesaikan tugas meski dengan wajah agak kecut.
"Zephyr," panggil Reya sembari menjepit dagu pria itu agar tatapan mereka bertemu.
Mereka terdiam untuk sesaat sebelum Reya melanjutkan kalimatnya.
"Disaat kamu memfokuskan tatapan ke Taya dulu, aku aja merasa kamu ganteng. Padahal aku seringnya lihat kamu dari samping waktu kita bicara. Karena saat nggak ada Taya di depan kamu pun, bayangan Taya ada di mata kamu. Disaat seperti ini, ketika wajah kamu nggak semulus biasanya, kamu masih sangat tampan. Karena sekarang aku bisa melihat kamu dengan saling berhadapan. Dari samping kamu bikin aku nggak tahu diri, apalagi sekarang? Jadi, nggak perlu salah paham ke aku. Aku nggak melihat kamu jelek saat ini. Karena mau seperti apa pun kamu, aku akan tetap tergila-gila sama kamu. Karena ketampanan kamu bukan dari wajah kamu, tapi dari hatiku yang nggak bisa melepaskan kamu meskipun kakakku bilang kamu pria brengsek."
Zephyr yang terdiam tak tahu memikirkan apa membuat Reya memiliki kesempatan untuk memajukan wajahnya, mengecup bibir Zephyr yang terluka dengan sangat perlahan. Reya berhati-hati untuk tidak melukai pria itu. Reya memejamkan matanya dan berniat memundurkan wajahnya, tapi Zephyr dengan tegas menahan kepala Reya untuk tetap berada di sana. Secara perlahan Zephyr menggerakan bibirnya untuk mengulum. Reya terbuai dan membuka bibirnya hati-hati untuk mengimbangi pria yang dicintainya itu. Meski Zephyr kental dengan aroma obat-obatan, Reya tetap menyukainya.
Untuk beberapa saat, mereka mengambil jeda untuk bernapas. Kening mereka menyatu, dan Reya bisa merasakan pipinya diusap berulang kali oleh Zephyr.
"Apa sakit?" tanya Reya.
"Sama sekali nggak. It feels nice. Aku merasa baikan dengan ciuman kamu."
Reya tersenyum mendengar ucapan itu. "Kalo kena sendok atau makanan kamu ngeluh sakit, tapi kena bibir aku nggak? Kok, bisa gitu ya?"
"Karena bibir kamu sangat lembut," jawab Zephyr sembari mengarahkan ibu jarinya pada permukaan bibir Reya. Mata pria itu secara bergantian menatap bibir dan manik Reya, begitu pun yang dilakukan ibu Fin itu.
"Beda dari tekstur sendok atau makanan yang lewat ke mulutku. Kamu membuat aku merasa disayang. Rasa-rasanya, aku bisa cepet sembuh dengan bibir kamu menempel di bibirku."
Reya menyadari bahwa kata-kata yang Zephyr keluarkan adalah sebuah bisikkan yang akan memabukkannya terus menerus. Namun, Reya menyukainya. Pada dasarnya perempuan memang suka diberikan kata-kata manis, jadi tidak heran jika cara ini berhasil untuk membuat Reya kembali melebarkan bibirnya untuk memuaskan hasrat mereka yang sebenarnya sudah saling menggebu-gebu.
"I hope this drama is enough to make you realize, I want you, Reya. Bukan hanya Fin, diatas itu, kamu prioritasku yang paling aku inginkan. Sejak kita ketemu lagi di klinik, I want to hug you so bad. Aku belum kepikiran sama Fin, kamu yang membuat aku tertarik untuk mengejar kamu sekali lagi dengan awal yang lebih benar. Lalu, seiring berjalannya waktu, aku merasa bahwa Tuhan menunjukkan jalan agar aku melihat Fin. Aku memang harus memperbaiki kesalahan di masa lalu di masa sekarang. Agar nggak berdampak buruk di masa depan. And voilà, my mom sent a picture of me when I was kid, it turns out that Fin looks like me."
Reya pada akhirnya berada di pelukan Zephyr yang punggungnya diposisikan duduk. Perempuan itu merasakan kenyamanan berada dalam rengkuhan Zephyr. Mungkin benar kata Raka, bahwa otak Reya sangatlah bodoh. Dia tidak bisa mengendalikan logikanya dan memiliki harapan untuk bergantung pada Zephyr. Padahal selama ini Raka-lah yang selalu mengurus Reya. Tapi cinta malah membuatnya seperti ini.
"He is yours. Itu sebabnya aku ketakutan sejak awal ketemu kamu lagi."
Reya merasa begitu nyaman ketika rambut di keningnya diusap ke belakang oleh Zephyr. Rasanya begitu tenang, seolah masalah lenyap. Padahal masalah lainnya menanti mereka. Tapi setidaknya Reya merasa masalah tidak akan dihadapi sendirian saja.
"Sejujurnya aku nggak mau membahas kesalahan kita, aku atau kamu, sama-sama kebingungan, Rey. Yang aku sayangkan, aku nggak bisa membantu kamu keluar dari kebingungan itu lebih awal. Kamu bahkan terpengaruh untuk membiarkan Fin secara legal menjadi anak kakak kamu."
"Aku nggak tahu harus melakukan apa saat itu. Aku diurus Kak Raka, dan Mbak Kinan juga ikut berkorban. Mbak Kinan pura-pura hamil dan siap dihujat sama orang-orang, dikira hamil sebelum nikah. Gimana aku bisa nolak usulan mereka untuk membuat dokumen Fin sebagai anak mereka?"
"Kalo secara hati nurani, apa kamu rela nggak disebut ibunya Fin?" tanya Zephyr.
"Hati aku teriris setiap kali bilang Fin ponakanku, Zep. Aku hanya bisa ngerasa bahagia ketika menyusui Fin, hanya kami berdua. Ketika Fin dengan leluasa manggil aku Bubu. Disitu aku merasa lega. Diluar ... Fin hampir nggak pernah bicara. Anak itu kayaknya paham bahwa kalo dia panggil-panggil aku Bubu di luar, akan banyak pertanyaan datang dari orang dan ujungnya aku yang tertekan sendiri. He can feel when I'm under so much pressure."
"Tapi dia nggak nahan diri panggil kamu Bubu waktu kita family date. Ada aku di sana, dan Fin banyak ngoceh."
Reya menatap Zephyr dengan sorot hangat. "Aku bisa bilang, feeling dia tentang kamu sangat kuat. Dia nggak merasa kamu akan menyebabkan masalah. Deep down in his heart, mungkin dia tahu kamu adalah orang terdekatnya, ayahnya."
Ada reaksi yang membuat Reya terkejut, dimana Zephyr terlihat menahan air matanya saat kalimat itu meluncur dari bibir Reya.
"You are crying."
"Sorry, kebawa suasana."
"No need to be sorry. Kamu boleh nangis, karena itu salah satu kesalahanku. Nggak mengenalkan kamu sebagai ayahnya. Maafin aku."
Reya bisa merasakan Zephyr yang bersiap untuk menggerakan lehernya dan kembali menciumnya. Namun, pintu ruang perawatannya terbuka tiba-tiba hingga membuat Reya tanpa sengaja menekan bagian yang lebam dan membuat pria itu kesakitan.
"Ya ampun, maaf, Zep."
Gwen hanya menggelengkan kepalanya saat mendapati pemandangan seperti itu. Wanita itu berjalan masuk membawa serta Fin.
"Nangis, es krim nya habis dan ngambek nggak dibeliin Zal lagi. Mau susu katanya."
Reya dengan sigap mengambil Fin dan memangkunya.
"Makan es krim, ya? Bilang apa udah dibeliin es krim?"
Meski masih dengan air mata berlinang, Fin tetap menggumamkan kata-kata yang sudah diajarkan.
"Aaci."
Gwen tersenyum lebar mendengar ucapan cucunya itu.
"Sama-sama, Fin Sayang. Oma keluar, ya. Fin di sini sama mama papa."
Fin yang kebingungan mendongak menatap Reya, meminta penjelasan.
"Maksudnya Fin di sini sama Bubu dan ..." Reya melirik Zephyr karena tidak tahu harus memberikan panggilan apa untuk anak itu.
"Pupu," ucap Zephyr dengan percaya diri.
"Oh, Bubu dan Pupu kalo gitu. Oma keluar, ya, Sayang. Temenin Pupu biar cepet sembuh."
Reya ditinggalkan bersama dua laki-laki yang menatapnya menunggu tindakan. Zephyr mengamati perempuan itu, dan Fin menunggu susunya diberikan.
"Ncucu."
Fin akhirnya dengan tak sabar memegang dada Reya. Hal itu membuat Reya canggung kepada Zephyr.
"Kalo kamu butuh privasi, duduk di sofa aja dan aku bakal miring belakangin kalian."
Reya setuju, dia berjalan menuju sofa dan melakukan tugasnya. Sebisa mungkin mencari kain juga untuk menutupi, tapi Fin tak suka dihalangi dengan apa pun. Jadilah Reya harus siap menyusui putranya apa adanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top