13. Please, don't!

[Yuhuuu! Update lagi kita. Silakan yang maunya baca sat set langsung tamat, cerita ini udah lengkap di Karyakarsa kataromchick atau mampir ke google play untuk beli versi e-booknya. Yang mau menanti versi cetaknya mohon bersabar, ya. Happy reading ❤️]

"Kenapa kamu nggak pernah kasih tahu aku soal perkembangan Reya lagi belakangan ini?" ucap Raka.

Kinanti yang sedari tadi menyuapi Fin memelankan kegiatannya karena pertanyaan tersebut. Raka beberapa waktu belakangan memang sibuk sekali bekerja. Pria itu mengatakan bahwa dia ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga kecilnya, terkhusus perekonomian mereka. Hampir tidak ada waktu yang tepat untuk membicarakan Reya disaat pria itu lebih sering pulang larut dan sulit untuk membangun mood yang bagus untuk membahas berbagai hal mengenai Reya.

"Mas sibuk kerja, kapan aku bisa bicara mengenai Reya? Lagi pula memang nggak ada yang gimana-gimana soal Reya. Dia sudah dewasa, sudah bukan anak remaja yang harus diawasi selama 24 jam."

"Mudah bagi kamu bicara begitu, karena kamu nggak punya tanggung jawab terhadap adik perempuanmu jika dia hamil tanpa suami."

Kinanti tidak suka membahas hal yang selalu diulang-ulang seperti ini. Meski jarak pengulangannya memang cukup jauh, tapi Raka selalu membahas inti yang sama. Bahwa pria itu tidak mau adiknya hamil di luar nikah tanpa suami. Itu adalah hal yang berat bagi Raka. Namun, pria itu tidak sadar bahwa hal itu juga berat bagi Kinanti.

"Aku memang nggak punya adik perempuan. Aku juga nggak perlu mencemaskan adik perempuanku kalo dia hamil. Tapi bukan berarti aku nggak peduli dengan masalah semacam itu, Mas. Kalo aku nggak peduli, aku nggak akan mengorbankan diri untuk menikah dengan kamu disaat kehidupan kamu jauh dari kata mapan dan nyaman. Aku mau menemani kamu dari bawah, keluar kerja dan mengurus Reya dan Fin. Kenapa kamu nggak memikirkan semua itu? Bahwa yang merasa kesulitan di sini bukan hanya kamu. Yang berjuang di sini bukan hanya kamu."

Permasalahan rumah tangga memang tidak bisa dikatakan sepele. Hal kecil adalah hal yang rumit untuk diselesaikan dalam satu kali duduk. Contohnya, kebiasaan yang berbeda. Hal-hal kecil seperti itu tidak bisa selesai dengan menarik urat memberitahu bahwa jangan suka menaruh handuk di kasur. Jangan suka membuang-buang isi shampo meski secara tidak sengaja. Jangan suka meninggalkan sisa makanan di piring untuk ditaruh di kitchen sink, agar memudahkan yang mencuci piring. Dan masih banyak hal kecil yang bisa menjadi besar hingga rasanya membuat kepala meledak jika mengambil pusing semua itu.

Selain itu, bukan hanya masalah kecil yang harus Kinanti dan Raka hadapi. Mereka berperan seperti orangtua bagi Reya. Bahkan mengambil tanggung jawab untuk Fin, mengurus Fin seperti anak kandung mereka. Lalu, satu masalah lagi yang harus Kinanti tanggung; tidak boleh hamil sebelum kondisi memungkinkan.

Kinanti bukan Tuhan, dia tidak tahu kapan dirinya akan dikaruniai anak sendiri. Dia juga tidak tahu kapan dirinya akan kebobolan. Yang Raka lakukan adalah menuntut istrinya itu untuk selalu sempurna seperti apa yang Raka perintahkan.

"Kenapa kamu yang malah marah? Aku tanya baik-baik, kenapa kamu nggak pernah bilang apa-apa soal Reya belakangan ini? Kenapa malah bahas kemana-mana? Lagi pula, aku mengkhawatirkannya supaya nggak ada Fin kedua."

"Adik kamu itu sudah besar! Dia nggak mungkin mengulangi kesalahannya sendiri! Fin sudah menjadi hal besar yang dia akan ingat untuk menahan diri. Kamu kenapa malah nggak yakin sama adikmu sendiri?"

"Kinan, aku nggak meragukan adikku. Hanya aja Reya itu terlalu polos. Meski dia sudah sebesar ini, pengalamannya tentang pria nggak bagus. Buktinya dia langsung hamil, padahal saat aku tanya siapa pacarnya dia bilang nggak punya pacar. Itu artinya dia dimanfaatin laki-laki yang bikin Fin ada!"

Kinan meletakkan mangkuk makan milik Fin dan menatap suaminya. Bayi satu tahun itu secara otomatis terlupakan karena dua orang yang harusnya disebut orangtuanya itu sibuk saling berdebat.

"Aku malah melihat kamu sekarang ini sedang mengukuhkan kecurigaan kamu, Mas. Kamu sebenernya tau Reya sedang didekati oleh pria, kan? Kamu hanya nggak rela adikmu itu dekat dan menikah. Iya, kan? Kamu memang nggak mau adikmu diambil orang. Kamu nggak mau membangun keluarga kita sendiri. Semuanya serba Reya. Semuanya harus membawa Reya di dalamnya. Kamu nggak rela adikmu mandiri dan menjalani hidupnya sendiri. Iya, kan?"

Raka ikut menyalak karena tuduhan sang istri yang tidak bisa pria itu terima.

"Apa maksud kamu Kinan?? Jadi bener Reya dekat dengan seorang pria? Kenapa kamu nggak bilang?!"

"Karena aku nggak mau kamu ikut campur dan malah bikin pendekatan Reya gagal. Adik kamu itu harus mulai mandiri. Dia harus sadar bahwa kamu bukan ayahnya, kamu bukan orangtuanya. Mau sampai kapan dia menjadi tanggungan kamu, Mas? Kita juga perlu fokus untuk keluarga kita sendiri! Kalo kamu bisa melepaskan adik kamu itu, kita udah hidup fokus sebagai pasangan dan orangtua untuk Fin. Bukannya mengurus Reya yang sudah sangat dewasa dan pantas untuk menikah!"

"Jadi selama ini kamu nggak rela mengurus Reya?"

"Aku bukan tipe orang seperti itu. Aku ikhlas mengurusnya, tapi aku juga ada batas sabar, Mas. Selama ini, kamu melarang aku untuk hamil. Kamu pastikan aku KB, kamu bahkan terkadang masih menggunakan pengaman saat kita berhubungan. Aku nggak bisa menjadi diriku sendiri. Semua hal harus mementingkan Reya lebih dulu. Aku ini apa memangnya, Mas? Istri kamu? Atau aku cuma pengasuh yang kamu nikahi untuk mengurus adikmu dan Fin?"

Kini Raka dan Kinanti tidak menghentikan tatapan saling menghunus tajam. Mereka memiliki pemikiran tersendiri, dan tidak ada yang salah dari keduanya. Hanya saja, dua pemikiran itu saling berseberangan, bahkan jika dipertemukan, jelas saling bertabrakan karena tak bisa sejalan beriringan.

***

Dari banyaknya pertengkaran, Reya akhirnya bisa mendengar isi hati Kinanti yang lainnya. Fakta bahwa Kinanti tidak boleh hamil oleh Raka membuat Reya terkejut. Karena kesalahan yang Reya lakukan, kakaknya lebih mementingkan semua kebutuhan Reya ketimbang istrinya sendiri. Itulah sebabnya kenapa Kinanti juga pada akhirnya meminta Reya untuk tidak mengambil Fin. Karena perempuan itu tidak diizinkan oleh suaminya sendiri untuk hamil.

Reya memijat keningnya. Pusing melanda dan Zephyr yang masih menemaninya memberikan bantuan dengan menjadi penyangga bagi bobot tubuh perempuan itu.

"Aku harus ketemu kakak kamu sekarang, kan? Sepertinya kita perlu—"

"Please, dont, Zephyr! Aku nggak mau masalah ini semakin rumit. Aku nggak mau kamu menambahkan masalah lagi."

"Rey, yang terbaik memang kita menikah. Kita bawa Fin dan menjalani kehidupan sendiri. Hidup kamu di sini udah nggak sehat. Terlalu banyak keputusan kakak kamu yang mementingkan kamu sebagai adiknya."

Ucapan Zephyr ada benarnya. Namun, dia tidak bisa memutuskan secara langsung hanya karena mendengar perdebatan kakaknya dan sang istri. Jika Reya mau egois, dia memang adik Raka, dan tidak ada sosok orangtua baginya untuk bisa menggantungkan diri. Mau tidak mau, suka tidak suka, yang harus Reya andalkan adalah kakaknya, kan?

"Reya, kamu nggak bisa lebih egois dari ini. Bagaimana pun juga, kakak ipar kamu harus punya kehidupannya sendiri bersama kakak kamu."

"Aku udah egois selama ini, Zep. Terutama untuk hidupan kakakku. Untuk apa aku menuruti kata-kata kamu? Toh, kalo pun aku mau pergi dari sini, pernikahan nggak harus selalu jadi jalan keluarnya."

Reya tahu bahwa Zephyr masih berusaha untuk mendapatkan persetujuan Reya untuk menikah dan membawa Fin ke dalam keluarga pria itu. Namun, Reya sangat yakin bahwa ketika Zephyr berusaha mengatakan kejujuran bahwa dirinya adalah ayah kandung Fin, maka masalah baru akan terjadi. Zephyr tidak akan bisa langsung menikahi Reya, sebab Raka sudah memiliki pemikiran tersendiri. Dan pemikiran tersebut Reya yakini tidak akan bagus untuk didengar.

"Kenapa sulit sekali bagi kamu untuk menerima lamaranku?" tanya Zephyr.

Reya menatap pria itu dengan lekat. Lalu, gelengan pelan perempuan itu berikan. "Kamu nggak melamarku, Zep. Kamu memaksaku bertemu mama kamu dan berusaha mengikatku secepat mungkin. Kamu nggak benar-benar mau menikahiku, karena yang kamu inginkan adalah mendapatkan hak serta dokumen resmi mengenai Fin."

Balasan tersebut mampu untuk menghentikan Zephyr dan bujukannya untuk menikahi Reya. Niatan Zephyr memang tidak tulus ingin menikahi Reya semata, tujuannya hanya Fin dan semua itu menyakiti Reya kembali. Dia diinginkan bukan karena rasa yang mereka punya dan usaha pria itu bukan untuk membangun hubungan yang kuat antara dua hati manusia. Usaha Zephyr ini hanya untuk membawa Fin pergi dan menjadi bagian dalam hidup pria itu saja.

"Siapa di luar?"

Reya dan Zephyr mendengar seruan tersebut.

"Kamu pulang! Pergi dari sini sekarang, Zep!"

"Tapi kenapa? Kalo memang kakak kamu dan aku harus ketemu sekarang aku nggak keberatan."

"Nggak bisa, Zep. Nggak usah ketemu sekarang! Pergi—"

"Reya, sama siapa kamu?"

Terlambat. Hal yang tidak Reya inginkan nyatanya akan segera terjadi. Raka dan Zephyr saling berhadapan. Ini tidak akan baik. Reya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi, tapi keinginannya bukanlah takdir yang sebenarnya akan terjadi. Zephyr memang harus mengakui kesalahannya, harus menghadapi risiko dari kesalahannya itu. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top