11. One big step

[Hai! Aku datang lagi. Silakan, loh yang belum baca full version dari Badai Bercinta ini. Di karyakarsa kataromchick sudah tersedia sampai bab terakhir. Jangan lupa ikutin instagram freelancerauthor untuk baca AU version-nya. Dijamin gemushhh.]

Zephyr pada akhirnya memang terus berusaha untuk bisa memenangkan hati Reya. Dia berhasil. Reya tidak lagi memprotes atau membuat ekspresi malas ketika pria itu mengunjungi dan mengajak kencan. Waktu yang dipilih juga bertepatan dengan ketiadaan kakaknya Reya. Dia menghindari Raka karena dia ingin segalanya clear dengan perempuan itu lebih dulu sebelum mereka ke jenjang berikutnya, untuk mendiskusikan segalanya dengan kakak perempuan itu. Zephyr hanya tidak ingin ada halangan dari kakak Reya lebih dulu bahkan sebelum perempuan itu mau berkompromi.

"Kita ke rumahku. Nggak apa-apa, kan?"

"Kan, udah berkali-kali kita ke rumah kamu. Udah berapa lama, sih? Hampir lima bulan ini kamu ajakin aku pergi dan selama keluar memang banyaknya di rumah kamu, kan?"

Zephyr tahu bahwa Reya sudah mulai terbiasa dengan pembahasan rumah pria itu. Reya juga tidak lagi takut dengan kemungkinan hamil, karena diam-diam dia melakukan pencegahan sendiri tanpa mengatakannya pada Zephyr. Namun, Zephyr tahu tindakan perempuan itu. Nggak masalah, gue masih punya kesempatan untuk membangun keluarga demi Fin.

Menyembunyikan apa yang dia tahu lebih sulit dari yang pria itu perkirakan. Rupanya menjadi pura-pura bodoh dan tak tahu apa-apa lebih menegangkan ketimbang menjadi sok tahu.

"Aku hanya mau memastikan, kamu nggak akan keberatan untuk ke rumahku untuk kesekian kalinya. Sangking seringnya."

Reya tampak menaikkan kedua bahunya, tidak terlalu mengambil pusing dengan kencan di rumah Zephyr yang ada di Surabaya itu.

Zephyr mengangguk, dia akhirnya mendapatkan kepercayaan perempuan itu sepenuhnya. Hingga akhirnya mereka sampai ke rumah yang dituju, Zephyr membukakan pintu untuk Reya.

"Rumah kamu kelihatan agak beda, ya."

Zephyr hampir tercengang karena penilaian dari Reya yang tepat sekali. Padahal Zephyr sudah memastikan tidak ada mobil yang terparkir di rumahnya, tapi entah bagaimana Reya memberikan penilaian tersebut.

"Agak beda gimana maksudnya?"

Zephyr memperhatikan dengan teliti reaksi yang Reya tunjukkan. Perempuan itu tidak terlihat curiga, tapi tampak sedang menjalankan instingnya sebagai perempuan.

"Nggak tau, agak lebih bersih aja. Terakhir kali aku kesini rerumputannya agak tinggi. Terus cat teras depan itu, kayaknya kok baru, ya?"

"The color is the same as before, Reya."

"Ya, warnanya sama aja. Cuma kayak di cat ulang. Keliatan lebih cerah dan bersih aja. Kamu nyuruh orang buat bersihin besar-besaran?"

Tidak ada gunanya bagi Zephyr untuk mengelak. Kenyataannya memang dia menyuruh tukang bersih-bersih untuk merapikan rumahnya. Semua harus terlihat bersih dan seperti baru lagi, sebab Zephyr memang ingin mengambil langkah baru untuk hidupnya. Itu artinya Zephyr perlu menata kembali rumahnya. Menata rumah sama dengan menatap hidupnya, dan pria itu akan memulai langkah besarnya sekarang.

"Masuk dulu. Pintunya nggak dikunci." Zephyr memberikan saran bagi Reya untuk masuk ke rumah.

"Kamu itu berani banget ninggalin rumah dalam kondisi nggak dikunci. Orang kalo kebanyakan uang memang beda. Aku nggak akan paham dengan kebiasaan orang yang kelebihan uang—"

"Oh, halo! Raeyadewi Pranatha, kan? Akhirnya kamu datang. Maaf karena saya nggak sambut kamu lebih awal, ya. Masuk, masuk. Mari masuk dulu, Reya."

Zephyr yang sudah menyusul di belakang tubuh perempuan itu mampu melihat Reya yang menegang di tempat. Mommy memang mengejutkan, tapi tidak menakutkan sama sekali. Sikap Mommy juga terbilang normal tanpa membahas mengenai cucu yang tidak diketahuinya selama dua tahun belakangan.

Reya tak kunjung berjalan masuk rumah. Perempuan itu tampak mematung di tempat. Akhirnya Zephyr menunduk sedikit untuk membisikkan pada Reya mengenai siapa sosok wanita yang sudah menyambutnya.

"She is my mother, Reya. Beliau baru datang pagi ini. Apa kamu keberatan kalo mommy aku ada di sini?"

Reya menoleh dan menaikkan pandangannya pada Zephyr. Keterkejutan perempuan itu sangat jelas terbaca. Bahkan Reya tampak sulit mengungkapkan kata-kata.

"Kamu yakin kencang kita ini di waktu yang tepat?" tanya Reya pelan.

Zephyr berusaha memberikan senyuman yang menenangkan. Dia mengusap lengan Reya perlahan dan memberikan anggukan.

"Ini akan jadi kencan yang cukup spesial, karena kita akan makan bareng Mommy aku. Nggak apa-apa, kan?"

Mungkin kesadaran Reya sudah kembali sepenuhnya hingga perempuan itu memberikan pertanyaan yang sebenarnya tidak begitu penting bagi Zephyr, tetapi teramat berguna bagi Reya.

"Kenapa kamu nggak bilang dari awal? Kalo aku tahu bakalan ketemu mama kamu, aku nggak akan pakai baju seperti ini, Zephyr!"

"You look beautiful. Nggak ada yang salah atau kurang dari pakaian kamu sekarang, Reya."

"Ini kurang etis, Zep! Untuk ketemu sama keluarga seseorang yang penting bagi kita, harusnya aku lebih menghargai mereka dengan pakaian yang nggak seadanya begini!"

Zephyr meraih tangan Reya dan menggenggamnya dengan erat.

"Mommy bukan orang yang suka menilai rendah calon pasangan anak-anaknya hanya karena pakaian mereka. Kecuali yang dibawa menggunakan pakaian terbuka, baru Mommy akan marah. Karena Mommy nggak suka perempuan yang nggak menghargai tubuhnya sendiri."

"Zephyr—"

Gwen yang masih berada di sekitar mereka berdehem singkat, sebab keduanya tampak tidak menyadari kehadiran wanita itu dengan baik.

"Kalo lagi jatuh cinta memang nggak akan ingat ada orang lain di sekitar mereka. Tapi nggak masalah, Mommy senang melihat kalian kompak."

Reya tersenyum canggung dan hanya bisa meminta dukungan dari Zephyr melalui genggaman tangan mereka. Perempuan itu tegang, tidak tahu bahwa Zephyr lebih tegang dengan apa reaksi Reya akan tetap sama setelah semua basa basi mengarah pada inti pembahasan mereka nantinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top