Bad - 4 (Revisi)
Yuhuuu update lagi🤗🤗❤️
Gaes maap ada perubahan soal profesinya Baptiste🤣🤣
•
•
Satu hal yang mengganggu Baptiste adalah handsaplast yang melekat di lengan Kosa. Tadinya tidak ada pas muncul lagi sudah ada. Selain itu Kosa tidak seenergik dan ceria seperti biasa. Rasanya ada yang hilang dari Kosa, entah apa itu.
"Tumben diam aja," mulai Baptiste.
Kosa sedang melamun terbayang ancaman dan perlakuan sang kakak padanya. Ucapan Baptiste seperti tidak terdenger.
"Kosa," panggil Baptiste.
Kosa masih diam dengan mata tertuju ke kakinya. Kosa sedikit menunduk. Baptiste menoleh sekilas, berdeham cukup keras hingga berhasil mengejutkan Kosa.
"Ya? Kamu batuk?" tanya Kosa cepat.
"Nggak. Kenapa diam aja? Biasanya cerewet," jawab Baptiste.
"Oh, itu ...," Kosa berpura-pura tertawa pelan. Satu tangannya mampir di pundak Baptiste dan membelainya dengan nakal. "Kamu kangen aku belai, ya? Atau, kamu mau aku cium?"
"Nggak." Baptiste menurunkan tangan Kosa dari pundaknya. "Diam aja lebih bagus."
"Kamu yakin?"
Kosa kembali menyambar tubuh Baptiste, kali ini menyentuh bibir sensual Baptiste. Kosa berusaha menjadi dirinya meskipun pikiran masih melayang-layang di tempat yang sama memikirkan sang kakak. Baptiste menurunkan tangan Kosa dan memutuskan menahannya dalam genggaman.
"Cie ... genggam tangan. Kamu memang pengin kita gandengan, kan?" goda Kosa.
"Biar kamu nggak jahil. Saya lagi nyetir bukan nganggur."
"Kalau ganggur boleh, dong, dibelai?"
"Nggak boleh juga. Saya bukan gigolo."
Kosa melongo sebentar--tertawa kemudian. Dia tidak menduga Baptiste akan menyebutkan jawaban semacam itu. Namun, dia sedikit tenang dengan hiburan tidak terduga dari Baptiste.
"Tapi, Baptis," Tawa berhasil dikontrol. Kosa menatap Baptiste. "Aku pengin senang-senang sama kamu."
"Senang-senang?" ulang Baptiste bingung.
"Bercinta."
Baptiste tidak menanggapi. Kosa menarik tangan dari genggaman Baptiste, beralih menuju bagian intim laki-laki itu dan menyentuhnya dengan pelan nan nakal. Kosa butuh bercinta untuk meluapkan seluruh masalahnya supaya tidak kepikiran. Baptiste menyingkirkan tangan Kosa untuk ke sekian kalinya.
"Jangan nakal," tegas Baptiste.
"Kamu nggak mau gitu bikin aku melayang dan manggil nama kamu berulang kali? Kamu nggak mau bikin aku jejeritan?" Kosa mencondongkan tubuhnya mencolek pipi Baptiste.
"Nggak."
Kosa tidak menyerah. Dia menggamit tangan Baptiste, lalu diselipkan ke dalam dress yang dia pakai hingga tangan Baptiste berhasil menyentuh puncak dadanya. Baptiste pun kaget dan membelalak. Sekilas Baptiste menoleh, sedangkan Kosa hanya nyengir dan memainkan kedua alisnya jahil.
"Kosa, kamu, ya..." Baptiste menghela napas, lalu menarik tangannya.
Tidak perlu membutuhkan waktu lama, Baptiste memarkir mobilnya di pinggir jalan. Hanya tinggal sedikit lagi mereka sampai di apartemen Kosa. Jalanan kawasan apartemen cukup sepi dan lampu penerangannya tidak begitu banyak bahkan ada yang tidak menyala.
"Jangan godain saya. Peringatan saya nggak kamu dengar, ya?" Baptiste sedikit menyamping agar bisa melihat Kosa.
"Kenapa? Kamu takut terangsang?"
"Nggak. Saya takut nggak bisa berhenti."
Sekali lagi Kosa dibuat terkejut dengan jawaban yang keluar. Kosa menatap lekat Baptiste. Lampu jalan yang menyinari bawah mobil mereka memudahkan Kosa melihat ekspresi Baptiste. Tidak butuh banyak waktu, Kosa menarik kerah kemeja Baptiste, mencium bibir laki-laki itu. Baptiste membelalak, tapi tidak menolak ketika bibir mereka menyatu.
Ciuman penuh desakan itu sedikit kurang nyaman untuk Baptiste. Menarik diri, Baptiste menyudahi ciuman mereka sebelum kembali melumat bibir lawannya. Baptiste menarik tubuh Kosa agar lebih dekat dan perlahan mengangkat tubuh perempuan itu dengan satu tangannya hingga berpindah di atas pangkuan.
Seperti yang sudah disampaikan, Baptiste tidak akan berhenti. Baptiste menahan diri untuk tidak keterusan. Namun, Kosa membuat Baptiste hilang kendali dirinya.
Ciuman mereka terus berlanjut. Mereka saling mendominasi dengan bertukar saliva. Tiap detik ciuman membawa mereka pada hasrat yang kian meningkat. Oksigen seakan menipis dilahap habis ciuman panas mereka.
"Baptis," Kosa setengah mendesah setelah menarik diri dari ciuman mereka. "I want you inside me. Right now," pintanya parau.
Baptiste menatap Kosa dengan napas terengah-engah akibat ciuman yang menggerogoti oksigen. Baptiste mengusap pipi Kosa. Perempuan itu menurunkan talis dress hingga memperlihatkan dadanya.
"Beg for it," balas Baptiste.
Kosa tersenyum nakal. Satu tangannya meraih tangan Baptiste dan mengarahkan pada dadanya. Baptiste mulai menggerakkan tangannya, meremas bagian yang menjadi kesukaan laki-laki itu.
"Please ... fuck me, Baptis," mohon Kosa semakin parau.
"You'll regret it later."
Baptiste melanjutkan gerakan tangannya guna memanjakan bagian yang dia sukai. Melihat wajah seksi dan menggoda Kosa, dia semakin sulit menahan godaan. Bibirnya pun beralih menuju leher Kosa dan menciumnya dengan membabi buta.
Kosa membiarkan leher jenjangnya menjadi tempat cumbuan Baptiste. Merah menyala muncul seiring keganasan Baptiste yang semakin meningkat.
Hingga akhirnya mereka menyatukan diri. Melebur hasrat dalam gelombang membara yang meletup-letup.
❤️❤️❤️
Sinar matahari menyelinap masuk melalui celah tirai yang terbuka sedikit. Cahayanya yang terang menyilaukan mata, berhasil membangunkan Baptiste yang tidur nyenyak.
Baptiste bangun dari tidurnya, duduk dan menoleh ke samping mengamati Kosa yang masih tertidur pulas. Biasanya dia yang bangun terlambat, sekarang justru perempuan itu. Kosa melirik jam digital di atas nakas, sudah waktunya berangkat kerja. Pandangan pun beralih kembali pada Kosa, memperhatikan tubuh perempuan itu yang dipenuhi tanda kemerahan akibat cumbuannya semalam.
Seperti yang Baptiste katakan semalam, dia tidak akan berhenti. Benar saja, mereka bercinta berulang kali di berbagai tempat dengan mencoba berbagai gaya. Baptiste mengusap wajahnya. Benar-benar seperti kerasukan sampai lupa diri.
"Good morning, Baptis," sapa Kosa yang baru saja membuka kelopak matanya.
"Good morning," balas Baptiste.
Kosa bangun dari posisinya, mencondongkan tubuh pada Baptiste dan meninggalkan kecupan singkat di pipi Baptiste. Sedangkan Baptiste tidak menanggapi dan diam saja.
"Saya mau pulang. Nanti saya hubungi lagi," kata Baptiste.
"Kenapa nggak mandi di sini?" tawar Kosa.
"Saya nggak bawa kemeja. Nanti aja."
"Ada kemeja Kak Bijaksana. Kebetulan ini apartemennya jadi dia ninggalin banyak pakaian."
"Oh, ya? Saya baru tahu. Seingat saya apartemen Bijaksana bukan ini. Apa udah berubah?"
"Nggak, ini apartemen lamanya cuma tersembunyi." Senyum di wajah Kosa muncul. "Kalau kamu mau, aku siapin. Dia juga punya celana dalam baru. Nggak dipulangin sama kamu nggak bakal nyariin."
"Ya udah."
"Tunggu, ya." Kosa mencubit pipi Baptiste. Sebelum turun, dia menambahkan, "Makasih semalam, Baptis."
Ucapan terima kasih yang Kosa sampaikan bukanlah ucapan terima kasih atas seks luar biasa mereka melainkan sudah membantunya lupa akan masalah dengan setuju bercinta. Kosa sedikit lebih tenang dan perlahan masalah kakaknya hilang dari pikiran.
Kedua alis Baptiste terangkat. Bingung. Namun, Kosa tidak mengatakan apa-apa lagi selain pergi meninggalkan Baptiste dengan tubuh telanjang menuju walk in closet. Baptiste ikut turun, tapi dia mengambil bathrobe dan mengenakannya. Baptiste juga mengambil satu lagi bathrobe untuk Kosa sambil menghampiri perempuan itu.
"Kamu suka banget telanjang, ya? Harusnya pakai bathrobe dulu atau baju." Baptiste menutupi tubuh Kosa dengan bathrobe. Kosa tersenyum dan mengenakannya dengan tenang.
"Mau ngetes kamu," canda Kosa jahil.
"Jangan aneh-aneh lagi. Kalau bablas lagi seperti semalam, bahaya. Pokoknya jangan godain saya seperti itu."
Kosa terkekeh. "Oke, Pretty Boy." Lantas, dia mengambil setelan jas dan celana bahan serba abu-abu gelap lengkap dengan celana dalam. Tanpa ragu Kosa menempelkan setelan itu pada tubuh Baptiste agar bisa dilihat dari pantulan cermin yang besar. "Bagus, kan? Kak Bijak punya banyak setelan jas yang menarik mata."
"Not bad."
Walau bukan selera Baptiste mengenakan setelan jas berbahan silk wool--lebih suka bahan polyester yang tidak mudah kusut--terpaksa dia memilih memakainya daripada harus bolak-balik pulang. Kebetulan kantornya berdekatan dengan arah dari apartemen Kosa.
"Ya udah mandi sana. Apa mau aku mandiin sekalian?" goda Kosa seraya memainkan jari-jarinya di dada bidang Baptiste.
"Nggak. Saya mau mandi sendiri. Kalau bareng kamu ujungnya lama."
Kosa tertawa kecil. Baptiste mengacak rambut Kosa sebentar dan kemudian pergi menuju kamar mandi. Kosa memandangi kepergian Baptiste dengan tawa yang masih menghiasi wajah.
Seems like she fell first and she fell harder.
💋💋💋
Selama ini Baptiste sibuk mengurus perusahaan ayahnya--PT. Senyawa Jaya Abadi--yang bergerak di bidang konstruksi. Baptiste dipercaya ayahnya menjadi seorang direktur. Padahal Baptiste dulunya ingin menjadi fotografer, tapi sang ayah lebih setuju kalau dia menggantikan posisi ayahnya. Jadi, Baptiste menurut saja. Berbeda dengan Baptiste yang menggeluti dunia bisnis, kakaknya menggeluti dunia hukum dan menjadi notaris.
Sejak pagi Baptiste sudah disibukkan dengan tumpukan berkas yang perlu dibaca dan disetujui. Baptiste menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi mengistirahatkan tubuhnya sejenak.
Di kala istirahatnya sejenak, Baptiste kepikiran Kosa. Bicara mengenai perempuan itu, dia kepikiran. Kosa terlihat ceria dan menyenangkan dari luar, tapi rasanya ada rahasia yang belum diungkap perempuan itu. Baptiste ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai Kosa. Tampaknya dia butuh Bijaksana untuk mengorek informasi akan Kosa.
Tiba-tiba Baptiste mendengar suara ketukan pintu. Tepat sekali waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Sudah saatnya istirahat.
"Bapak Baptiiiiis!" Suara nyaring nan mengganggu terdengar seiring pintu yang terbuka lebar.
Baptiste memperhatikan perempuan berambut pendek sebahu mengenakan blouse pink dan rok berwarna senada sebatas lutut. Perempuan berambut hitam legam itu tersenyum lebar. Bukan orang asing, perempuan itu adalah Semi Harini Djikrominoto. Si energik dan ceriwis yang senang bahas pasal kalau mereka sedang santai. Semi merupakan sahabat baiknya semasa SMA. Semi tidak bekerja di perusahaan, tapi sering sekali datang untuk mengganggunya atau mengajak makan.
"Makan, yuk! Jam istirahat, nih. Bosen makan sama kakak lo mulu. Kita ke mal yuk," ajak Semi tidak sabar dengan wajah merengek.
"Kenapa nggak ajak yang lain aja?"
"Maksud lo ajak Bijak? Dia mah nyebelin sok sibuk," gerutu Semi.
"Bukan, maksud gue ajak abang gue."
Semi menggerutu. "Males. Gue udah minta putus semalam, eh, dicuekin. Sialan."
Kedua alis Baptiste terangkat. Drama apa lagi kali ini sampai bawa-bawa putus? Sudah pusing memikirkan Kosa, sekarang dia harus mendengar Semi minta putus dari pacar yang notabene kakaknya Baptiste.
"Kenapa lagi? Lo ajak debat pasal apa kali ini?"
"Nggak ada. Gue minta putus gara-gara dia nggak bisa kasih gue kejelasan. Masa mau pacaran seumur hidup? Dia pikir lagi tinggal di luar negeri apa?" cerocos Semi seraya duduk di depan Baptiste.
Baptiste menghela napas. Dia tahu kakaknya sedang berusaha mencari celah memberikan lamaran terbaik untuk Semi. Namun, sepertinya Semi tidak bisa sabar.
"Bikin emosi aja. Pacaran delapan tahun gini-gini aja. Dia pikir gue nggak bermimpi punya anak dan pernikahan indah bareng dia apa? Dia pikir gue nggak kesel kalau dia, tuh, macam robot? Gue ajak ngomong kadang he-em doang. Bahkan lebih dingin dari lo. Lucunya lagi, kalau diajak debat pasal baru cerewet. Ugh! Kenapa gue jatuh cinta terus sama dia, sih?" dumel Semi.
Baptiste sudah terbiasa dengan keceriwisan Semi. Jadi, dia mendengarkan dengan saksama dan membiarkan perempuan itu mengoceh. Mungkin ini pula alasannya dia tidak protes bertemu perempuan ceriwis soalnya sudah menjadi makanan sehari-hari setiap kali bersama Semi.
"Sabar aja, sih, Sem. Mungkin abang gue lagi..." Baptiste menunda kata-katanya begitu melihat wujud sang kakak ada di balik pintu yang terbuat dari serba kaca. "Tuh, pangeran lo tiba. Mukanya kusut kepikiran lo," lanjutnya.
Semi tidak menoleh. Baptiste mengangkat alisnya untuk menyuruh sang kakak masuk. Setelah sosok di luar pintu masuk, Baptiste bangun dari tempat duduknya, tidak mau ikutan dalam pertengkaran nanti.
"Sem, ayo, kita bicara dulu," ajak Tatum Russell, kakak dari Baptiste.
"Nggak mau. Kamu tinggal jawab setuju doang apa susahnya, sih?" tolak Semi.
Baptiste geleng-geleng kepala. "Gue duluan, deh. Kalau masih mau makan di mal, lo ngobrol dulu sama abang gue."
"Sebentar aja, ya, Sem. Mau, ya?" bujuk Tatum.
"Nggak usah. Lagian aku minta putus soalnya hamil anak Baptis," ucap Semi cepat.
"Gimana?" ulang Tatum.
Langkah Baptiste sampai berhenti. Lihat, kan, dramanya bertambah. Baptiste jadi sakit kepala. Ada saja kelakuan Semi. "Orang gila ini, ya. Jangan ngarang, Sem." Lalu, dia melihat kakaknya. "Jangan didengerin karangan dia, Kak. Lo harus percaya gue."
"Kamu, ya, bikin kesel aja." Tanpa permisi, Tatum menggendong Semi dengan cepat. Tidak peduli kekasihnya berontak, dia tetap menggendongnya sampai ke luar ruangan.
"Tatummmm! Turunin! Aku gigit, ya, telinga kamu sampai putus!" teriak Semi.
"Silakan. Kamu coba aja."
Baptiste memperhatikan dari belakang. Dua manusia itu memang seperti air dan minyak. Biarpun sering bertengkar, kalau sedang mesra membuat iri. Ah, dia jadi ingin menemui Kosa. Dia rindu senyum manis perempuan itu.
Baptiste mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Kosa, menanyakan di mana perempuan itu. Lebih baik dia mengajak Kosa bertemu daripada mendengar keceriwisan Semi.
💋💋💋
Jangan lupa vote dan komen kalian🤗🤗❤️
Follow IG: anothermissjo
Ini pekerjaan Baptiste kuubah jadi direktur yak wkwk next time aja notarisnya hehe
Btw keganti gak ya penjelasannya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top