5th: JANJI DIBAWAH HUJAN

"Kak, kak Arka! Woy!" Azka berteriak disamping telinga kakaknya yang sedang tiduran diatas sofa. "Apa sayang? Jangan marah-marah dong." Ujar Arka yang sebenarnya antara hidup dan tidak, dia tertidur diatas sofa.

"Anjir, bangun woy!" kali ini sebuah teriakan melengking dari sang adik akhirnya mampu membuat Arka bangun sempurna sambil meloncat ria. "Lu mau bunuh gue ya dek?!" emosi Arka seraya menarik pipi adiknya dan kali ini Azka yang meringis kesakitan.

Kakak beradik itu nampaknya memang senang sekali bertengkar atau berdebat karena hal sepele. Padahal Azka termasuk anak yang baik dan penurut, tapi sayang sang kakak adalah anak yang jahil dan luar biasa menyebalkan. Dan mungkin sekarang Azka sedikit tertular virus milik Arka.

"Kak, bantuin Azka jawab soal Matematika dong." Ujar Azka seraya ndusel-ndusel dibahu kakak 'tersayang', sedangkan Arka masih mengucek-ngucek mata karena sehabis terbangun dari tidur siangnya yang indah. Baru saja dia memimpikan Sean malah tiba-tiba dibangunkan dengan cara tidak bermoral dan tidak manusiawi oleh adiknya.

Kemudian buku yang ada ditangan Azka direbut oleh sang kakak begitu saja lengkap dengan pulpennya.

Lelaki yang menjabat sebagai ketua osis disekolahnya itu mulai menulis sesuatu, menjawab semua soal bahasa inggris sang adik seolah itu adalah soal yang sangat mudah, bahkan Azka dapat melihat ekspresi santai kakaknya saat mengerjakan.

Dan untuk pertama kalinya Azka kagum pada sang kakak yang menyebalkan luar biasa ini.

"Nih udah selese. Kakak mandi dulu ya, mau pergi ke rumah camer." Ujar Arka lalu meletakkan buku tadi di paha adiknya, Azka langsung membuka buku tersebut untuk memastikan bahwa bukunya tidak digambari oleh sang kakak seperti kejadian beberapa minggu lalu.

Setelah melihat memang tidak ada coretan tidak jelas, Azka pun bersuara dengan kagumnya, "Wuih hebat, nilai Matematika-nya kakak pasti bagus." Puji adiknya dengan bangga. Arka yang baru saja berjalan beberapa langkah langsung menoleh kebelakang sebentar dan berkata,

"Matematika mah remidi terus sih."

"HUAAA!! APA YANG KAKAK LAKUIN KE AZKA ITU JAHAT!!"

Yang ada disini hanyalah keluarga harmonis dengan dua anak laki-laki yang selalu bermasalah. Sang adik yang terlalu polos dan sang kakak yang tak manusiawi.

Kita akan lanjut melihat kakak-adik lainnya. Di keluarga yang juga harmonis dengan seorang anak laki-laki serta perempuan.

"Kakak~ Bantu kerjain Matematika dong." Ujar anak gadis seraya bersandar-sandar manja dengan kakak laki-lakinya. Padahal sebelum ini mana sudi dan mana berani dia dekat-dekat dengan sang kakak yang moodnya tak terbaca itu.

"Berisik. Makanya belajar." Bukannya membantu, kakak yang satu ini malah mencibir dan si adik pun langsung mengeluarkan air mata buaya. "Kak Sean kenapa sih jahat banget sama Sena? Kakak benci Sena ya?! Iya kan?!" bermodalkan pengalaman menonton sinetron alay indonesia, Sena pun melancarkan jurusnya pada sang kakak. Seingatnya, jurus ini selalu mempan untuk melawan para lelaki tsundere.

"Iya, gue benci."

Skakmat.

Dan pada akhirnya Sena pun nangis beneran.

"Lu sekolah ngapain aja? Belajar apa nyari cowok doang?!" semprot sang kakak saat melihat adiknya menangis dilantai sambil berguling minta dikasihani. "Nyari cowok apaan?! Liat Sena aja cowok-cowok pada kabur, huwaa.. Emang gak ada yang sayang sama Sena." Gadis ini kembali mengeluarkan bakat drama lebaynya dan demi apapun membuat Sean ingin menginjak wajah adiknya andai tidak dosa.

"Kok gitu sih? Lu galak ya jadi cewek?" nampak kakaknya agak kepo dengan alasan kenapa sang adik dijauhi laki-laki. Padahal Sena memiliki wajah yang lumayan cantik, dia juga aktif dan termasuk pandai bersosialiasi.

Sena yang ditanyai kemudian duduk dan mulai menghela napas, "Temenan sih banyak kak, cuma gak ada tanda-tanda mau deketin Sena dalam urusan cinta. Emang cewek kek gimana sih yang jadi idaman itu?" acara tangis menangis berubah menjadi ajang curhat seorang Sena pada kakaknya.

Melihat adiknya bercerita seperti itu, Sean yang memasang wajah datar sedari tadi kini kembali bersuara, "Lu masih kelas 9 gausah sok mau cinta-cintaan. Gue pites lu."

"Tapi kak, Sena gapernah pacaran seumur hidup. Cowok-cowok juga kayaknya pada gak ada yang tertarik. Huhuhu.. Salah Sena apa sih?" kini Sena duduk dilantai dan bersandar sambil memeluk kaki kakaknya.

"Azka?" tanya Sean yang teringat dengan adik Arka, dia teman sekelas Sena. "Lah kok Azka? Dia mah sohib Sena, pantes aja kalo nempel terus."

"Aris?"

"Masa Sena sama tukang gosip nasional sih? Gak gak gamau!"

Sean mendecih, "Emangnya mereka suka sama lu? Gue kan cuma nanyain Azka sama Aris, bukan nanyain jodoh lu." Kali ini Sena yang kicep.

"SEAN! SEAN! MAIN YUKS!" sebuah teriakan alay yang nampaknya Sean kenal dengan pemilik suara itu.

Sedangkan Sena sudah langsung berlari dan melihat ke arah jendela, karena keduanya berada di lantai dua jadi dapat dengan mudah melihat siapa yang ada didepan rumah dari bawah.

"Loh itu kakaknya Azka." Ujar Sena seraya menatap sang kakak dan menunjuk orang diluar. Siapa lagi jika bukan Arka.

"Kak, ayo turun. Temennya dihampirin, itu Bunda pasti heboh kedatangan tamu." Ujar Sena seraya menarik-narik tangan kakaknya dan hanya disambut dengan gerakan malas oleh Sean.

Kakak beradik itu lalu turun ke lantai bawah dan menemukan Bunda mereka sudah berdiri diambang pintu dan didepannya ada anak cowok yang berdiri sambil senyum-senyum.

"Ah itu Sean." Ujar sang Bunda, panggil saja ibu 2 anak ini Bunda Vera.

"Bun, kata Ayah jangan izinin orang asing masuk ke rumah." Suara Sean menghampir bunda nya. "Hush, gaboleh gitu sama temen sendiri." Ujarnya seraya menggeleng-gelengkan kepala didepan sang anak.

"Arka bawain kita kue loh, ini bikinan Mami kamu ya?" kemudian disambut anggukan oleh Arka. "Iya Tante, Mami bikin lebih jadi saya bilang kalo saya siap nganter kesini." Jawabnya dengan cengiran dan membuat Vera semakin senang. "Makasih ya sayang, yaudah kamu ngobrol aja sama Sean. Sena, kuy kita ke dapur."

"Aye Queen!"

Dan kemudian Sena pergi ke dapur bersama dengan bunda tercintanya untuk membuka kue yang dibawakan oleh Arka. Sungguh ibu dan adik yang kurang ajar, ini adalah apa yang ada dikepala Sean pastinya.

"Gue gak di suruh masuk nih?" tanya Arka pada makhluk berwajah datar dihadapannya. Sean mengerutkan kening, "Pulang sana." Sungguh dingin sikapmu padaku~

Arka hanya bisa menggaruk kepalanya melihat hal ini. Gimana ya? Rasanya Sean itu memang kurang jika tanpa sikap dingin dan judesnya.

"Emm—Kabar lu gima—"

"Kita baru aja ketemu kemaren disekolah."

Salah lagi salah lagi. Cowok memang selalu salah, lelah rasanya Arka diperlakukan kayak gini.

"Yakan gue cuma mau basa-basi, tanggapi kek." Keluh Arka dan tidak direspon apa-apa oleh Sean, hanya wajah datarnya saja yang terpampang jelas dan nyata.

Kemudian Arka yang sudah kehabisan ide nampaknya lebih memilih menyerah, rasanya membuat Sean bersikap manis itu sangat susah. Meskipun Arka yakin itu tidak mustahil, karena buktinya beberapa waktu lalu Sean membelikanyaa Fanta dan juga berbicara dengan santai.

"Sean," panggil Arka.

"Hm?"

"Tadi gue kesini jalan kaki." Arka membuka cerita singkatnya. Sean nampak mencium bau-bau tidak enak dari maksud cerita ini.

"Terus?" ujarnya dengan tatapan was-was.

"Gue mau pulang, tapi anterin ya?"

Sebuah cengiran tercetak jelas pada wajah tampan sosok ketua osis SMA Harapan Mulia itu. Harapannya hanya satu, semoga Sean mau mengantarnya pulang, setidaknya mereka bisa jadi sedikit lebih dekat lagi.

"Gak."

Blam!

Dan pintu pun tertutup dengan kerasnya.

Nampak bahwa Arka harus kembali dengan jalan kaki.

Sebenarnya bukan jalan kaki yang membuat Arka sedih, tapi pintu yang tertutup itu rasanya entah mengapa menyakitkan. Katakan saja Arka lebay tapi jika kalian ada di posisinya, mungkin kalian akan pulang dengan menangis.

Tapi Arka hanya menghela napas dan berusaha untuk berbesar hati, meski dia merasa sedikit sakit.

Cowok itu menarik napas kemudian dia berteriak,

"SEAN! GUE PULANG YA! JANGAN KANGEN!"

Lalu sebuah sendal pun melayang dari jendela ke arah wajah Arka.

"Anjir, tu anak ngajakin gelud." Gemas Arka.

Tapi kemudian dia hanya berbalik dan mulai berjalan untuk pulang.

Sementara didalam rumah, Sean hanya duduk di dekat jendela kamar sambil sesekali melirik cowok tinggi itu keluar dari halaman rumahnya. Mungkin ini yang disebut dengan tsundere, tapi tentu saja tidak karena Sean merasa dirinya tidak tertarik dengan Arka, mungkin.

"Kakak mah jahat banget sama kak Arka." Sean menoleh dan melihat sang adik masuk ke dalam kamarnya dengan membawa piring berisi kue dan susu.

"Kalo ada orang yang mau temenan sama kakak, kakak harus baik juga sama dia. Jangan galak-galak dong, nanti gapunya temen." Nasehat si anak cewek seraya meletakkan piring tadi didekat Sean.

Sean hanya memperhatikan apa yang dikerjakan oleh Sena, setelah dia meletakkan piring dekat Sean, dia langsung naik seenaknya ke atas ranjang sang kakak dan mulai berguling-guling seolah melepas lelah.

"Rumah Azka kan jauh." Sambung si bungsu. Namun rupanya Sean tidak menanggapi kata-kata Sena, andai yang menasehatinya adalah Zen mungkin saat ini nasib anak ceria itu sudah berakhir di tong sampah terdekat.

Kemudian tak lama setelah itu mendadak terdengar suara rintik dari luar. "Loh loh, kok tiba-tiba mendung? Anjay, jemuran didapur!" teriak Sena histeris kemudian berlari keluar kamar secepat mungkin.

"SENA! SENA! JEMURAN! BANTU BUNDA ANGKAT JEMURAN!"

"SIYAP BUNDAQUE!!"

Terdengar teriakan heboh dua perempuan dirumah tersebut ketika mendengar rintik nya semakin membesar.

Sementara Sean hanya terdiam didalam kamar dan menatap langit yang semakin lama semakin mengumpulkan awan-awan hitam hingga langit menjadi semakin gelap.

Melihat keadaan yang semakin buruk, tanpa pikir panjang Sean juga langsung keluar kamar dan menuruni tangga. Ketika Sena berlarian bolak balik dari dapur maka Sean lebih memilih untuk lari ke arah pintu depan.

Cowok kelas 1 SMA itu kemudian mengambil sebuah payung transparan dan langsung berlari keluar rumah pamit lebih dahulu. Dia yakin adik perempuannya pasti melihat apa yang dia lakukan tadi dan melapor pada sang Bunda.

Sean berlari sambil melihat ke kiri dan ke kanan, daia juga tidak akan mau kalah dengan angin yang mulai berhembus seolah menghalanginya untuk maju kedepan.

Dia terus berjalan sampai matanya menemukan sesosok cowok yang tengah berteduh disebuah toko tutup didekat sana. Sean langsung berlari menghampiri cowok itu tanpa pikir lebih panjang.

"Sean?" tanya si cowok yang sedikit kaget dengan kedatangan Sean.

"Lu beneran Sean?" tanya cowok tadi sekali lagi.

"Bukan, gue mas-mas JNE." Semprot Sean seraya memukul cowok itu dengan payung.

"Anjir! Sakit!" teriaknya ketika merasakan payung tersebut.

Yup, cowok itu adalah Arka.

"Kenapa lu kesini? Kangen ya?" Yang namanya Arka emang gapernah kapok. Mungkin Arka harus sesekali berhadapan dengan malaikat maut sungguhan agar dia jera menggoda Sean di waktu yang tidak tepat.

Plak!

Dan benar saja sebuah tamparan keras mendarat dikepala Arka seolah menjadi jawaban dari pertanyaan yang tadi terlontar.

"Lu kasar banget anjir." Keluh Arka. Kemudian dia menatap lagi ke arah Sean dengan seksama, nampak anak itu, bajunya juga ada yang basah karena hujan kali ini bercampur dengan angin.

"Ngapain kesini?" Arka bertanya dengan baik-baik.

"Nganterin lu payung."

Sebuah jawaban yang tidak di duga-duga oleh seorang Arka! Setelah semua perbuatan kasarnya, ternyata dia berlari ditengah hujan hanya untuk mengantarkan payung untuk Arka?! Waw sekali.

"Terus lu pulang pake apa kalo payungnya cuma satu?"

Nah.

Ini dia.

Seketika Sean kebingungan.

Kenapa dia bego banget pakai acara lupa bawa payung 2 buah. Nampaknya rasa khawatirnya dengan Arka lebih mendominasi sampai-sampai dia tidak memikirkan bagaimana dia pulang jika memberikan payungnya kepada Arka.

"HAHAHA!!" ini adalah tawa Arka yang mendadak pecah karena melihat muka kebingungan Sean, untuk saja cowok berwajah datar itu tidak mencocol/? mulut Arka dengan payung ditangannya.

"Astaga Sean, lu kok manis banget sih." Ujar Arka dengan gemasnya sedangkan Sean langsung memalingkan wajah, dia tidak mau menatap Arka lebih lama.

Sean tidak marah karena Arka mentertawakannya, ini bukan salah Arka, memang dia yang salah karena lupa membawa dua buah payung.

"Gue bakal tetep disini nunggu hujan reda." Cicit Sean pelan tapi Arka langsung menggeleng-gelengkan kepala, "Gak, mana tega gue ninggalin lu disini sendirian." Sahut Arka dengan gentle nya seraya memegangi lengan Sean namun sayang langsung dihempaskan oleh si pemilik tangan.

"Kalo gitu gue bakal lari, rumah gue kan deket." Ujar Sean lagi kemudian kedua bahunya dipegangi oleh Arka. "Nanti kalo lu terbang diculik angin gimana? Kan gue yang panik." Ucap Arka sembarangan dan langsung dihadiahi bogeman manis dari Sean.

Keduanya lalu terdiam dan memutuskan untuk menunggu hujan reda. Anggap saja jika Sean berdiri disini untuk menemani Arka agar tidak sendirian berdiri.

Arka kemudian melirik ke arah Sean yang bersandar pada toko, "Dingin?" tanya Arka dan tidak ditanggapi oleh Sean. "Gue peluk mau?"

"GAK!"

Oke sip, Arka nampaknya belum kapok.

Tapi kemudian Arka tetap mendekati Sean dan berdiri lagi disamping cowok manis itu.

"Kenapa lu kek benci banget gitu sama gue? Kan gue cuma pengen kita baikan." Suara Arka memecah keheningan. "Gue gamau deket-deket sama lo. Itu aja." Jawaban Sean, singkat padat dan sangat jelas.

"Tau gak kenapa gue keukeuh pengen deketin lo?"

"Kenapa?"

"Karna ini pertama kalinya gue ngeliat surga dimata seorang adam."

Entah kutipan mana lagi yang dipakai oleh Arka, yang jelas kali ini pun dia tetap mendapatkan sebuah tempelengan dari Sean.

"Canda canda, gue juga tertarik aja gitu. Apalagi kan lu orangnya irit ngomong, sekali ngomong kayak psikopat." Arka memelankan suara diakhir kalimatnya agar Sean tidak mendengar. Bisa-bisa dia jadi sate malam ini oleh Sean.

Sean tidak menyahut sama sekali, dia hanya diam dan tidak peduli dengan ocehan Arka tadi.

Sedangkan Arka yang menunggu jawaban Sean nampaknya harus pasrah tidak mendapatkan respon.

"Sean,"

"Apa?"

"Kalo kita temenan, lo mau gak?" tanya Arka seraya menatap ke arah langit yang sudah mulai agak cerahan.

"Temenan?" tanya Sean seraya mengerutkan kening.

"Iya, temenan aja deh. Gak lebih."

"Lu gak bakal godain gue lagi kan?" Sean menyelidik dan langsung disambut gelengan kepala oleh Arka. "Enggak, janji. Gue juga bukan gay kok, kita bukan gay, iya kan?" tanya Arka dan disambut anggukan kepala oleh Sean.

"Temenan mau?" tanya Arka sekali lagi.

"Mau."

Sean nampak sangan manis dan penurut saat ini. Apalagi kata-kata yang dikeluarkannya nampak seperti seseorang yang benar-benar lugu.

"Jadi mulai sekarang lu jangan galak-galak sama gue dan gue juga gabakalan godain lu. Lagian emang sih, berasa kayak homo banget gue ya." Arka mengingatkan sekali lagi. Dia was-was, takut Sean masih akan tetap menindasnya jika dia mendekati anak itu.

"Hm."

Arka lalu mengulurkan tangannya pada Sean, cowok yang lebih muda menatap kebingungan.

"Kita temenan kan, salaman dulu dong." Dan kemudian dengan ragu-ragu Sean pun mengulurkan tangan lalu dijabat oleh Arka.

Nampak cowok kelas 11 itu tersenyum.

"Gue harap kita bisa terus temenan, jangan sampe masalah keluarga bikin kita jadi musuhan." Sean mengangguk mendengar perkataan Arka.

Dan setelah itu hujan pun benar-benar reda.

"Hujannya udah reda, gue pulang duluan ya Se. Nanti Azka panik kalo kelamaan." Arka mengulurkan tangannya dan hanya sisa rintik-rintik kecil yang turun sedangkan langit sudah mulai cerah.

"Hm. Hati-hati."

"Yoi, sampai ketemu besok."

Sean hanya mengangguk ketika Arka melambaikan tangan dan kemudian berlari kecil meninggalkannya tanpa menoleh lagi ke belakang. Sean sempat mengangkat tangan seolah hendak melambai namun niat itu dia urungkan dan dia segera menarik kembali tangannya dan lebih memilih untuk memegangi dada—tidak, lebih tepatnya memegang sesuatu yang ada dibalik bajunya.

Sebuah kalung dengan cincin.

Cowok manis itu lalu melihat punggung Arka yang berlari sampai benar-benar menghilang dari pandangannya. Meninggalkan Sean sendirian di toko yang tutup itu tanpa basa basi yang biasa dilontarkannya.

Jadi rasanya temenan itu kayak gini ya?

.

TBC

.

Aduh Sean, lu itu suka apa enggak sih sama Arka :")

Rabu [20:02]
Kalsel, 9 Mei 2018
Love,
B A B Y O N E

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top