26 -- Keinginan Zildan

Rey mengejar Ansabella yang akan pergi ke laboratorium Mrs. Anne.

"Bella, berhenti ..."

Ansabella menghentikan langkah dan berbalik. "Ada apa, Rey? Apa kau masih kurang paham dengan ucapanku?"

Rey tak menjawab pertanyaan Ansabella, tapi justru menarik lengan robot itu.

"Rey, kau mau bawa aku ke mana? Rey? REY!!"

Ansabella meneriaki Rey, lalu menghempaskan tangan pemuda itu.

Rey menatap Ansabella dengan tajam. "Gue bukan Rey, gue Zildan. Kita butuh bicara berdua sekarang, Bel."

Mata Ansabella kemudian berpendar biru redup. "Zildan?"

.
.
.
.

Zildan menatap Ansabella yang terlihat diam saat duduk di dekatnya.

"Bel, lo bakal pergi setelah sekian lama kita tak bertemu? Lo ingin pergi tanpa pamit padaku?"

Mata Ansabella yang masih berpendar biru redup, kemudian menatap Zildan dengan pandangan yang sendu.

"Apa aku juga harus pamit padamu? Kau juga adalah Rey dan aku tak perlu dua kali pamit apalagi jika kau sendiri bisa mengetahui semua hal yang sudah terjadi dari mata Rey."

Zildan menghela napas, lalu menatap Ansabella dengan tajam. "Gue mungkin bisa tahu semua hal yang sudah terjadi melalui mata Rey, tapi gue juga punya kepribadian yang berdiri sendiri. Rey mungkin suka dengan Najwa, tapi gue nggak gitu. Sejak dulu, gue suka dengan lo. Ada banyak momen yang sudah kita lewati bersama. Lo tau? Gue sering minjem tubuh Rey secara diam-diam saat lo ada di deket gue. Bel, gue nggak setuju kalo lo pergi besok. Apa lo tak ingin lebih lama untuk berada di sisi gue kayak dulu?"

Ansabella menggenggam tangan Zildan. "Zil, walau kamu adalah Zildan, tapi orang lebih mengenalmu sebagai Reyza. Aku menyukaimu yang ada di dalam tubuh Rey, tapi aku tak akan bisa mendapatkanmu. Posisiku sudah digantikan oleh Najwa dan tak ada alasan lagi bagiku untuk bertahan di sisimu. Lagipula, sudah seharusnya aku tak berada di zamanmu. Mungkin bisa saja aku pergi ke Hongkong, tapi kenangan saat bersamamu sangat sulit untuk kulupakan. Aku akan membawa kedua Robot AI yang selama ini ada di rumahmu. Bersama dengan kedua robot itu, aku akan tinggal di sini untuk membantu Raksa, Syam, dan juga Mrs. Anne."

Senyum Ansabella perlahan muncul, robot itu lalu berdiri dan menatap Zildan.

"Kalau kau memang mencintai diriku, kau takkan menahanku untuk terus bersamamu. Buktikan padaku bahwa kau juga bisa melakukan pengorbanan untuk cinta kita, Zil."

Zildan berdiri dan reflek memeluk Ansabella dengan erat. "Gue nggak mau kehilangan lo, Bel. Kenapa gue harus relain lo buat pergi dari gue untuk selamanya? Gue nggak bisa ... ."

Mata Ansabella berpendar terang sambil tersenyum. "Cinta terbesar dalam kehidupan adalah sebuah pengorbanan. Saat kau dapat merelakanku, maka kau akan mencapai tingkatan terbesar dalam cinta. Zildan, kau harus melakukan hal itu karena semuanya memang harus terjadi. Aku sudah pernah berkata bahwa aku akan pamit padamu jika waktunya sudah tiba. Hari itu akan terjadi esok dan aku yakin kau mampu merelakanku pergi. Kau mencintaiku, 'kan?"

Zildan melepas pelukan dan langsung mencium kedua pipi Ansabella sambil menangis haru sebelum kembali memeluk robot itu dengan erat.

"Entah itu Zildan ataupun Rey, tapi aku benar-benar sangat mencintaimu. Setelah kepergianku, bisakah kau mulai berlatih untuk mencintai Najwa seperti Rey yang mencintainya?" tanya Ansabella tiba-tiba.

"Kenapa gue harus mencintainya? Bukankah Rey sudah cukup bagi Najwa?"

Ansabella menggelengkan kepala. "Setelah semuanya sudah mulai normal kembali, Rey pasti akan menikahi gadis itu. Mereka saling mencintai satu sama lain dan mau tak mau kau juga harus menerima fakta bahwa setelah itu kau takkan punya kesempatan lagi untuk mencintai orang lain. Kau juga adalah bagian dari Rey dan sudah jadi tugasmu untuk selalu mendukung sebagian dirimu yang lain."

Zildan menghela napas dan mengangguk dengan lesu.

"Zil, aku akan pergi ke laboratorium untuk mengambil serum yang kemarin kau buat bersama Najwa karena serum itu akan aku gunakan esok hari. Sekarang kembalilah pada Najwa. Kita akan bertemu di sini untuk pulang ke asalmu esok hari."

"Tunggu dulu, apa maksudnya dengan menggunakan serum itu pada esok hari? Bukankah Rey dan Najwa membuat serum itu untuk menonaktifkan sistem pada Robot AI seperti Kevin? Lo bakal pake serum itu buat siapa?"

Ansabella menggenggam tangan Zildan. "Kau akan mengetahui alasan mengapa aku membutuhkan serum itu esok. Kita akan segera pergi dan hari ini aku akan membantu Mrs. Anne, Raksa, dan Syam, untuk menyempurnakan mesin waktu sebelum kita gunakan. Sekarang pergi dan temuilah Najwa, Zil. Kali ini, temuilah dia dalam bentuk Zildan. Katakan padanya tentang semua hal yang sudah aku kabarkan padamu."

Zildan mengangguk, lalu berbalik dan berniat untuk pergi dari hadapan Ansabella.

"Tunggu dulu, Zil ..."

Zildan menoleh ke arah Ansabella sambil mengerutkan dahi karena bingung. "Apa lagi?"

Mata Ansabella berpendar biru terang saat ia melangkahkan kaki untuk mendekati Zildan. Robot itu kemudian menarik kerah baju Rey dan mengecup hidung Zildan dengan cepat.

"Kau boleh pergi sekarang, Zil ..." ucap Ansabella.

Zildan menyentuh hidung mancungnya dan menatap Ansabella dengan senyum yang lebar.

"Gue pergi dulu sekarang, sampai jumpa lagi besok ... ."

Ansabella melambaikan tangannya sambil melihat Zildan yang pergi dengan sambil berjalan mundur dan memberinya banyak flying kiss.

Manis sekali ...

.
.
.
.

"Bagaimana Rey? Apa yang baru aja Ansabella katakan padamu? Dia baik-baik saja, 'kan?"

Zildan melepaskan tangan Najwa dari lengannya dan tersenyum tipis.

"Gue bukan Rey, gue adalah Zildan. Hari ini untuk pertama kalinya, gue dateng buat bertemu dengan orang yang Rey cinta. Najwa, terima kasih karena lo udah mencintai Rey dengan sepenuh hati, tapi tolong maafin gue karena gue baru dateng hari ini buat nyampein sesuatu."

Zildan menghela napas sebentar sebelum kembali melanjutkan pembicaraan. " Naj, besok kita berdua bakal pulang ke asal kita. Ansabella akan ikut karena akan membawa kedua Robot AI yang sekarang ada di rumah gue. Dia juga bilang kalo dia juga bakal nggunain serum yang kemarin kita buat. Ada satu hal lagi yang dia bicarain pada gue. Ini tentang gue, lo, dan Rey. Setelah kehidupan kembali normal, Rey pasti bakal nikahin lo dan itu artinya secara otomatis, gue bakal jadi suami lo juga. Naj, gue mencintai Ansabella dan karena itu gue harus merelakan perasaan gue untuk cinta kalian. Jadi, ketika waktu itu akan tiba, bolehkah gue minta lo buat ngajarin gue supaya suka pada lo?"

Najwa menganga lebar karena shock ketika mendengar ucapan Zildan. Zildan memang adalah kepribadian Rey yang lain, tapi ternyata kedua karakter itu sangat jauh berbeda. Mereka terlihat seperti dua orang yang kembar.

"Apa maksud lo dengan Rey yang akan nikahin gue? Kita berdua bahkan baru berpacaran. Rey uhm ato mungkin bisa gue panggil dengan Zildan, gue bukan seorang guru yang dapat mengajari seseorang dengan mudah apalagi jika untuk membantu  belajar mencintai seseorang. Cinta itu punya dua alasan, lo cinta dengan seseorang karena terbiasa ato karena lo cinta dengan seseorang ketika lo bener-bener jatuh cinta padanya. Gue nggak bisa bantu lo ketika gue mencintai Rey, walau lo adalah dia, lo tetep aja dua karakter yang berdiri sendiri."

Zildan menghela napas, lalu menggenggam kedua tangan Najwa. "Naj, gue adalah Rey walau gue bilang bahwa diri gue adalah Zildan. Gue takut kalo saat lo sama Rey sedang bersama, tiba-tiba gue muncul saat Rey tertekan secara batin. Itu bakal jadi hal yang terasa sangat canggung ketika gue tiba-tiba dateng di hadapan lo. Gue mohon, tolong bantu gue ..."

Najwa masih menatap Rey dengan pandangan yang bingung. "Memangnya hal apa yang akan terjadi saat gue dan Rey bersama? Kita 'kan hanya sedang menjalin hubungan biasa."

Pipi Zildan pun memerah karena malu. "Ya maksud gue bukan itu. Naj, lo suatu saat nanti juga bakal nikah dengan Rey. Hubungan kalian tentu bakal lebih intens dari saat kalian pacaran. Untuk mengantisipasi semua hal yang bisa saja terjadi, gue minta lo buat bantu gue dari sekarang. Lo paham maksud gue sekarang?"

Najwa menganga dan kedua pipinya ikut memerah ketika mendengar ucapan Zildan yang benar-benar terdengar sangat jelas.

Zildan menggaruk rambutnya yang tak gatal karena merasa sangat canggung setelah mengatakan apa yang mengganjal di hatinya.

Najwa menatap Zildan sekilas, lalu mengangguk dengan cepat.

"Yaudah kalo gitu, Naj. Ngomong-ngomong, apa lo pingin ketemu pacar lo sekarang?" ucap Zildan yang berusaha untuk mencairkan suasana.

Najwa yang mendadak blank, kemudian tersentak kaget dan mengangguk dengan gugup.

Zildan tersenyum pada Najwa, kemudian menutup matanya secara perlahan. Saat mata itu terbuka kembali, Najwa bisa kembali melihat lagi sorot mata Rey yang lembut.

"Apa sesuatu sudah terjadi, Naj? Pipi kamu kok jadi merah gitu?" ucap Rey yang terlihat langsung panik.

Najwa berkedip-kedip dan menatap Rey dengan tatapan yang kosong. Ketika Rey melakukan sesuatu, Zildan bakal tahu semua hal yang dia lakukan, tapi saat Zildan melakukan sesuatu, Rey tak mengingat apa yang Zildan lakukan. Haruskah dia bahagia  atau malah sedih?

"Rey, baru aja Zildan datang di hadapanku. Dia membicarakan beberapa hal penting mengenai Ansabella. Besok kita bakal pulang, Rey."

"Ada lagi?"

"Serum yang kita buat akan digunakan oleh Ansabella."

"Lagi?"

Najwa menganggukkan kepala dengan mata yang masih menatap Rey dengan kosong.

"Dia bilang kamu bakal nikahin aku setelah hidup kita normal kembali. Apa itu beneran Rey?"

Rey mendelik lucu ketika mendengar ucapan Najwa.

Bagaimana bisa Zildan mengetahui hal-hal yang bahkan belum Rey bicarakan dengan serius pada orang yang akan dia nikahi?

*****

Hai guys, aku kembali lagi dengan bab baru.

Gimana, apa kalian suka?

Btw, jangan lupa buat vote dan commentnya 😘

~~Mphii 💜💜





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top