23 -- Serum

Kevin membawa Najwa ke apartemen  miliknya yang bernuasa putih, lalu menyuntikkan serum pemulih tenaga pada Najwa agar kembali pulih. Sudah tiga puluh menit lamanya, Najwa tak kunjung bangun juga.

Kevin terus memandang Najwa dan menggenggam tangannya dengan penuh perhatian.

"Ternyata kamu masih pake cincin pertunangan kita, Naj," gumam Kevin sambil tersenyum kecil.

Beberapa lama kemudian, Najwa tersadar dan membuat Kevin membantu Najwa untuk duduk. Dia mengambilkan segelas air putih untuk Najwa dan langsung di minum habis oleh gadis itu.

"Kenapa kamu bawa aku ke sini?" tanya Najwa.

"Aku ingin obatin kamu, Naj. Aku sudah membuat kesalahan dan aku juga harus memperbaikinya," jawab Kevin.

Najwa tersenyum tipis. "Kamu yakin ingin memperbaiki semuanya?" tanya Najwa memastikan.

"Aku nggak akan mencoba untuk memperbaiki semua ini, Naj. Aku janji!"

Najwa masih mempertahankan senyumnya. "Aku harap kamu bisa menepati janji ini, Vin."

"Maafin aku, Naj," ucap Kevin yang kemudian langsung memeluk Najwa.

"Aku udah maafin kamu, Vin. Hanya saja, kenapa kamu dukung Ara untuk berbuat hal yang jahat? Vin, kamu nggak mungkin ngelakuin sesuatu tanpa sebab. Jadi, apa alasannya?"

Mata Kevin berpendar biru redup. "Waktu itu, setelah pertengkaran kalian di Jogja, dia datang ke sini dan membuat aku penasaran. Aku datang menghampirinya dan saat dia melihatku, awalnya dia tak percaya kalau aku adalah robot yang menjadi tunanganmu, dia minta aku untuk membuktikan kekuatan yang aku punya. Kamu tahu sendiri kalau dia adalah seorang gadis yang ambisius dan aku merasa tertantang hingga aku tak bisa menolak permintaan dia untuk menunjukkan kekuatanku sebagai seorang robot."

"Tapi kenapa kamu bisa terikat janji dengan Ara?"

"Ara bawa gelang yang kamu buat diam-diam tanpa sepengetahuanku, Naj. Waktu itu aku diem aja pas kamu buat gelang itu, tapi sejujurnya aku tertarik dengan komponen yang ada di gelang itu. Dia membawa gelang itu dan aku tertarik untuk memiliki gelang itu. Kamu tahu? Ada beberapa komponen di gelang itu yang bisa mengembalikan kekuatanku. Aku memaksa Ara untuk memberikan gelang itu dan dia memberikanku syarat agar aku tetap menahan Zildan, eh maksudku Rey untuk tetap berada di sini supaya dia tidak kembali ke zaman kamu. Dia bilang kalau kamu suka dengan Rey, bener itu, Naj?"

Najwa melepas pelukan Kevin. "Kamu punya sensor rasa yang bisa mendeteksi pikiran seseorang, Vin. Iya, aku memang menyukai Rey, tapi rasa itu tidak sama dengan apa yang pernah aku rasakan ketika mendengarmu melamarku di depan Raksa."

Kevin mengelus rambut Najwa dengan mata yang berpendar biru terang.

"Vin, apa boleh jika minta satu hal sama padamu?"

"Boleh, kamu mau apa?"

"Aku mau kamu jauhin Ara setelah ini. Bukankah aku adalah tunanganmu?"

"Najwa, aku sudah janji dengan Ara untuk bantu dia, Naj."

Najwa menggelengkan kepalanya dengan wajah yang datar. "Kamu siap jika aku memutuskan pertunangan ini?" ancam Najwa.

Kevin menggelengkan kepala dengan kaku. "Jangan lakukan itu, Naj dan bisakah kamu memberikanku waktu untuk menyelesaikan permasalahan ini?"

"Oke."

Kevin mengelus lagi rambut Najwa. "Aku akan segera kembali!" ucapnya.

"Vin?"

"Iya, Naj. Kamu butuh sesuatu?"

Najwa mengangguk. "Pintunya nggak usah di kunci, ya. Aku pengen jalan-jalan buat cari angin segar nanti. Nggak mungkin 'kan kalau aku ada di dalam apartemen terus? Kamu tahu persis kalau aku nggak suka dengan aroma apartemenmu yang mirip dengan obat rumah sakit. Boleh, ya?"

Awalnya Kevin ragu untuk memenuhi permintaan Najwa.

"Tapi kalau kamu nggak mau ngabulin permintaanku, itu juga tidak masalah, sih."

Mata Kevin kemudian berpendar kuning redup. "Sesuai permintaan kamu, Naj. Aku tidak akan mengunci pintu apartemen ini."

Kevin lalu mencium kening Najwa sebelum dia menghilang dari pandangan Najwa.

Setelah Kevin pergi, Najwa menatap sekitar apartemen dan mencoba untuk menyabotase CCTV agar dia bisa bebas untuk keluar dan mencari keberadaan Mrs. Anne. Siapa tahu, wanita berwajah baby face itu bisa membantunya lagi untuk mencarikan solusi terbaik agar semua masalah ini bisa terselesaikan.

Najwa datang ke kantor pusat penelitian, tapi sayangnya dia lupa di mana letak laboratorium milik Mrs. Anne. Ia berkeliling cukup lama sampai membuat tubuhnya kelelahan.

Najwa berhenti, lalu berjongkok dan mencoba mengatur napasnya yang berantakan. Matanya menelusuri keadaan sekitar dan mendapati sosok yang sangat mirip dengan Rey datang menghampirinya.

"Naj, lo kok bisa ada di sini? Lo ke sini sama siapa?"

Najwa menerima uluran tangan Rey dengan wajah yang terlihat berantakan.

"Gue ke sini bareng Kevin, dia yang bawa gue ke sini, Rey."

"Hah?! Naj, apa lo baik-baik aja?" ucap Rey sambil mengecek tubuh Najwa dengan panik.

Najwa tersenyum lebar. "Lo nggak usah khawatir, Rey. Gue baik-baik aja."

"Yaudah, sekarang lo balik ke zaman kita ya, Naj. Lo nggak bakal aman kalo terus ada di sini."

"Kita balik bareng 'kan, Rey?"

Rey menggelengkan kepala. "Enggak Naj, gue harus tetap di sini sampai keadaan kembali normal. Gue sedang buat serum untuk Kevin."

"Kalo gitu, gue juga akan tetap di sini, gue bakal bantu lo untuk buat serum itu, Rey. Lo tau? Berkat Mrs. Anne, gue bisa bikin gelang yang buat gue bisa datang maupun pergi dari dimensi satu ke dimensi yang lain."

"Tapi ..."

"Lo harus percaya sama gue, Rey. Bukankah lo mau semuanya kembali normal dengan cepat?"

"Yaudah, tapi lo harus tetap ada di samping gue, lo jangan hilang dari penglihatan gue sedetik pun. Tempat ini bahaya banget buat lo, Naj!"

"Iya, Rey, lagi pula ini bukan pertama kalinya buat gue dateng ke sini. Gue udah ada di sini selama lima tahun versi dimensi kita atau bisa gue sebut lima bulan versi dimensi tempat ini."

Rey mengangguk, kemudian membawa Najwa  menuju laboratorium Mrs. Anne.

.
.
.
.

"Mana Najwa?" tanya Ara ketika Kevin datang menemuinya.

"Ngapain lo tanya tanya soal Najwa?!"

"Inget ya, Vin. Lo masih ada janji sama gue!"

"Iya, Rara sayang!"

"Heh, nama gue Ara ya, jangan asal ganti ganti nama gue, dong."

"Gue ganti nama lo itu tandanya gue sayang sama lo!"

"Cih, bukannya lo cinta sama Najwa?"

"Cieee, marah sama gue, nih?"

"Idih, tambah jijik gue sama lo!"

"Lo tenang aja, gue tetap akan tepatin janji gue sama lo, tapi dalam perjanjian kita, Najwa nggak termasuk, gue janji sama lo bakal nahan Rey di sana."

"Tetap aja gue nggak puas!"

"Jangan gitu, Ra. Bukannya dalam perjanjian ini lo hanya minta gue buat nahan Rey?"

"Aissh, ya udah, pergi aja sana!"

Kevin tak mendengarkan perintah Ara dan justru duduk di dekat gadis itu.

"Ra, lo bawa ponsel nggak?"

"Bawa sih, tapi baterainya abis, emang buat apa?"

"Sini, gue isi sebentar"

Kevin menutup matanya, lalu menyalurkan kekuatan listriknya ke ponsel Ara sehingga baterai ponsel itu kembali terisi penuh.

"Wow, kalo gini mah, gue nggak usah bawa charger lagi!"

"Lo mau nggak ngabisin memory ponsel lo buat di isi foto kita berdua?"

Ara mengernyitkan dahi heran. "Kenapa tiba-tiba?"

Mata Kevin berpendar biru redup. "Lo bakal tahu semua jawaban itu setelah waktu berlalu, Ra."

.
.
.
.

"Nau, lo harus pulang ke Jakarta sekarang bareng gue."

"Enggak Ndo, gue nggak bisa pulang tanpa kedua temen gue!"

"Nau, tapi kondisi kita sekarang sudah semakin memburuk."

"Gue nggak peduli, pokoknya gue mau pulang bareng Najwa dan Ara!"

Ando mendengkus, lalu meletakkan kembali gelas minum yang baru Naura pakai. Gadis itu juga sedang tidak baik-baik saja, tapi kenapa dia masih saja keras kepala?

"ANDO?!!" panggil Zulfan yang kemudian masuk ke kamar Naura.

"Apaan lagi sih, Fan?" ucap Ando ngegas.

"Santai bro, ini ada telepon dari mamahnya Rey! Angkat nggak, ya?"

"Udah, nggak usah di angkat dulu, gue nggak mau semuanya jadi tambah runyam," saran Ando.

"Eh, lo kenapa nangis lagi, Nau?" tanya Zulfan.

Ando pun menjelaskan semua kejadian yang tadi dia lihat kepada Zulfan.

"Ara lagi!! Ternyata dia masih aja buat ulah, ya! Gue kira, dia udah balik ke Jakarta."

"Dia masih berkeliaran di sini, Fan. Gue nggak tahu dia pergi ke mana, tapi gue yakin kalo dia masih ada di Jogja," jelas Ando.

"Lo tenang aja, Nau. Kita ada di sini dan semua bakal baik baik aja," ucap Zulfan menenangkan Naura.

"Tadinya gue nyuruh Naura untuk pulang ke Jakarta aja dulu, tapi dia nggak mau pulang sendiri, Fan," celetuk Ando.

"Mau gue temenin?" tawar Zulfan pada Naura.

Ando menepuk keningnya, lalu berkacak pinggang. "Heh!! Bukan itu maksudnya! Maksud gue, Naura mau pulang sama Ara dan Najwa bukan karena nggak ada yang nemenin, Fan."

Zulfan mengerutkan dahi. "Ngapain lo masih ngarepin Ara, Nau? Dia itu udah berubah dan lo masih ingin dia kembali bareng lo? Nau, menurut gue sih, mulai sekarang lo jauhin aja Ara, nggak usah berhubungan lagi sama dia!"

Naura menggelengkan kepala. "Tapi gue yakin dia bakal berubah jadi baik lagi, Fan," sanggahnya dengan yakin.

"Sekali berubah jadi buruk, dia nggak bakal berubah, Nau. Dia udah pernah jadi orang jahat dan pasti bakal ngulangin hal yang sama ketika dia kehilangan kendali."

"Iya Nau, lo udah tau sifat asli Ara jadi lo mendingan jauhin dia aja. Ara terlalu berbahaya buat lo dan orang sekitar lo, Nau." tambah Ando.

"Entahlah ... ," ucap Naura ragu.

"Jadi, sekarang lo mau balik ke Jakarta, Nau?"

"Enggak, Ndo, gue tetep nggak mau balik kalo Najwa masih hilang."

"Tapi ini nggak aman buat lo, Nau," kata Ando lagi.

Zulfan menghela napas ketika melihat perdebatan Naura dan Ando. "Udah Ndo, biarin Naura di sini karena kita bakal jagain dia. Masalah Najwa, lo sekarang nggak usah khawatir, Nau. Najwa pasti baik baik aja gue yakin. Bukankah sebelumnya dia udah pernah dateng ke sana?" terang Zulfan yang membuat Naura mengangguk karena setuju.

.
.
.
.

"Nona Anne ..." ucap Najwa sambil memeluk Mrs. Anne ketika dia baru melihat wanita itu.

"Najwa, kamu baik-baik saja?" tanya Mis Anne yang masih sedikit terperangah.

"Aku baik baik aja, bagaimana dengan keadaan anda di sini?"

"Saya juga baik baik saja, Naj. Oh iya, ngomong-ngomong, jangan panggil saya dengan sebutan Nona. Saya ini udah tua, loh. Umur saya bahkan lebih tua dari ayahnya Rey," gurau Mrs. Anne.

"Tapi wajah anda emang masih kelihatan muda, Nona," goda Najwa.

"Kamu ini, bisa aja, Naj."

Najwa lalu tersenyum lebar.

"Miss, Najwa mau bantuin kita buat serum untuk Kevin," ucap Rey tiba-tiba.

"Boleh sekali, dulu Najwa berhasil buat gelang yang saya rancang untuk dia. Najwa cukup cepat untuk mempelajari Fisika juga Kimia dan itu pasti akan sangat membantu, Rey." ucap Mrs. Anne.

Mereka bertiga kemudian mulai merancang dan membuat serum.

.
.
.
.

"Naj, ternyata lo sepinter ini dalam hal kimia dan fisika! Kenapa lo nggak jadi ilmuan aja?" tanya Rey sambil memasukkan setetes cairan ke dalam tabung percobaan.

Najwa terkekeh geli ketika mendengar penuturan Rey.

"Awalnya gue benci banget sama kimia dan fisika. Gue heran kenapa kita harus ngitung sesuatu yang sulit buat di hitung. Apel jatuh diitung, meja geser diitung, sampe jumlah air pun diitung. Menurut gue waktu itu, dua pelajaran itu nggak masuk akal, tapi temen gue Ara selalu bisa ngajarin gue kimia dan fisika pake cara yang mudah, bahkan gue lebih ngerti di ajarin sama dia daripada sama guru dan dosen gue."

"Sekarang?" tanya Rey yang masih setia untuk mendengarkan penjelasan Najwa.

"Sekarang, gue malah suka banget  sama kimia dan fisika, gue pikir dulu kimia dan fisika itu nggak akan berguna di kehidupan gue, tapi ternyata itu berguna banget!"

"Hebat banget ya, Ara, dia bisa buat seseorang yang nggak suka kimia dan fisika jadi jago banget buat merancang sesuatu yang berhubungan dengan kimia dan fisika!"

"Iya, lo bener banget, tapi setelah lo pergi, ada kejadian yang luar biasa antara gue, Naura, dan Ara."

"Kejadian apa?"

"Terlalu panjang buat gue ceritain, Rey. Nanti kalo kita lagi santai, gue ceritain semuanya, deh!"

Rey pun mengangguk setuju.

Setelah beberapa lama mencoba untuk mencampur berbagai macam liquid, serum buatan mereka pun akhirnya jadi.

"Mrs. Anne, makasih banyak atas bantuan anda untuk kami berdua," kata Rey sambil tersenyum.

Najwa lalu memeluk Mrs. Anne. "Nona, makasih ya karena udah ngajarin kita buat ngrancang semua ini," ungkap Najwa.

"Iya sama sama, Naj."

"Oh, iya, Rey! Saya rasa kalau Najwa nanti bisa bekerja di salah satu kantor penelitian papahmu, dia hebat dalam merancang sesuatu yang berkaitan dengan penelitian ilmuwan," saran Mrs. Anne.

Rey mengangguk sambil tersenyum tipis. "Pasti, Miss."

Rey dan Najwa kemudian pergi untuk menemui Ansabella, Raksa, dan Syam di laboratorium yang lain. Mereka sudah siap untuk menghadapi Kevin dengan serum yang baru saja mereka buat, tapi keduanya tak sadar, kalau Kevin sedang mengawasi mereka.

"Sebelum kalian berhasil buat ngerencanain hal buruk itu buat gue, gue bakal lebih dulu untuk melenyapkan orang yang kalian sayang. Rey, sudah waktunya bagi Ririn buat pergi dari dunia ini."

*****

Hai guys, hari ini bab baru udah selesai😊

Ayok buruan baca dan vote serta komen sebanyak-banyaknya 😘

Love by Gadistina to all readers 💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top