16 -- Awal mula pengkhianatan

Pagi-pagi buta pintu kamar Najwa dan teman-temannya sudah terketuk.

"Sepagi ini, udah ada yang dateng?!" dumel Naura sambil melepaskan sisir yang baru saja dia gunakan.

Naura kemudian beranjak dari kursi, lalu membuka pintu kamar. Dia terlonjak kaget ketika melihat Ando sudah mengunakan setelan jas rapi layaknya orang yang ingin pergi ke kantor.

Naura lalu melirik ke arah jam dinding yang tergantung di atas ranjang meraka. "Baru jam setengah empat subuh, lo mau kemana, Ndo? kok pakaian lo rapi gini, tumben banget," komentar Naura kurang percaya dengan penampilan Ando yang seringnya terlihat lucek dan biasa saja yang kini justru berubah drastis.

"Tau tuh Si Ando, emang udah kelewat normal, Nau, jadinya gitu. Lo tau nggak? Dua jam dia milih-milih baju terus dandannya lama banget lagi," keluh Zulfan.

Naura tersenyum tipis saat mendengar keluhan Zulfan tentang sahabatnya sendiri.

"Muka lo seger banget Nau, kayanya lo tidur nyengak banget, ya!" komentar Zulfan.

"Maaf ya, gara gara gue tadi malem, kita jadi gagal buat nyusun rencana buat nyelamatin Rey," ucap Naura merasa bersalah.

Zulfan tertawa kecil lalu menggelengkan kepala. "Santai aja kali, Nau. Lo 'kan cape, jadi harus istirahat dan lo juga nggak usah terlalu khawatir sama keadaannya Rey, dia pasti baik baik aja, kok. Selama Zildan masih milih buat tetep muncul, Rey akan baik-baik aja," hibur Zulfan.

"Yang lain mana, Nau?" tanya Ando sambil melongok ke arah kamar tidur. Kedua pemuda itu memang hanya berdiri saja di depan pintu karena berpikir hari masih sangat pagi.

"Yang lain masih pada tidur, kayaknya mereka baru aja tidur, deh,"

"Sama, gue juga nggak tidur tadi malem," kata Ando.

"Nggak tidur pala lo, ngorok kenceng gitu masih bilang nggak tidur?!" keluh Zulfan lagi.

"Tapi 'kan gue cuma tidur sebentar!" balas Ando tak terima.

"Iya, iya, udah gue percaya kok!" ucap Naura.

Kedua pemuda itu langsung diam saat Naura sudah berucap dengan cukup keras. "Gue bangunin Najwa sama Ara dulu, ya!" pamit Naura yang langsung di tahan oleh Zulfan.

"Nggak usah, Nau, kasihan. Mereka baru tidur 'kan? Biarin aja mereka istirahat dulu," tolak Zulfan halus.

"Ngak papa kali, mereka udah biasa begadang," jawab Naura merasa bersalah pada kedua pemuda yang pagi buta begini sudah ada di depan kamar.

"Tetep aja Nau, mumpung mereka bisa tidur, kita biarin mereka tidur dulu," ucap Zulfan lagi.

"Em ..., yaudah kalo gitu."

"Nau, lo laper nggak? Kita jalan-jalan di sekitar sini,yuk. Sekalian cari bubur ayam, gue tau tempat bubur ayam enak di sini," ajak Zulfan pada Naura yang langsung di jawab anggukan oleh Naura.

"Boleh, gue juga bosen di kamar mulu."

"Yaudah, yuk kita berangkat!" ajak Ando antusias.

"Ndo, gimana kalo lo jagain Najwa sama Ara aja di sini?" saran Zulfan yang tak ingin Ando ikut bersamanya dan Naura.

"Hah?! Yang bener aja lo, Fan. Gue udah ganteng kaya begini lo suruh tinggal di sini," ucap Ando dengan kesal.

"Ya ampun, jadi lo nggak mau jagain Najwa sama Ara disini?!"

"Yailah Fan, mereka 'kan udah besar, ngapain pake di jaga-jagain segala?!"

"Yaudah, terserah lo lah, di sini mau ngapain yang penting jangan ikutin gue dan Naura. Nanti gue beliin bubur ayam tiga bungkus deh, buat lo!" rayu Zulfan.

"Tetap aja, lo bisa enak enakan sama Naura," dumel Ando pelan.

"Lo ngomong apa, Ndo?" tanya Naura untuk memastikan apa yang baru aja dia dengar.

"Em ..., nggak papa kok sayang ..., eh Naura maksudnya," jawab Ando gelagapan.

"Yaudah, yuk kita berangkat," ajak Zulfan pada Naura.

"Gue ganti baju dulu"

"Nggak usah Nau, lo cantik kalo habis bangun tidur gini," cegah Zulfan saat Naura ingin menutup pintu kamar untuk berganti baju.

"Ah, lo bisa aja, Fan," ucap Naura malu-malu.

Zulfan tersenyum tipis lalu memilih untuk menggandeng tangan Naura tanpa menyadari tatapan tajam dari Ando.

.
.
.
.

Jalanan masih sangat sepi ketika Naura dan Zulfan keluar dari penginapan.

"Sepi banget ya, Nau," komentar Zulfan.

"Yaiyalah sepi, ini juga baru sekitar jam empatan, lagian ini 'kan desa, jadi wajar aja sih kalo sepi."

"Lo suka sepi, Nau?"

"Enggak tau sih, Fan, soal nya gue belum pernah ngrasain suasana sepi kayak gini."

"Jadi ini sepi pertama buat lo?" tanya Zulfan.

"Ya nggak juga, 'kan di sini ada lo jadi nggak sepi cuma suasananya aja yang sedikit suram."

"Suasananya suram gara gara ada gue?"

"Ya bukan gitu juga kali maksud gue, Fan," gerutu Naura.

Zulfan tertawa kecil ketika melihat Naura mengerutkan bibir karena kesal. "Iya, iya, gue cuma bercanda, kok."

Naura menatap keadaan sekitar dan bingung karena tak ada penjual bubur di desa itu. "Sepagi ini mana ada bubur Fan," ujarnya.

"Ya 'kan kita sekalian jalan, Nau. Emang lo nggak mau jalan sama gue?"

"Ya maulah, ini buktinya kita lagi jalan."

Beberapa kali Naura menggosokkan tangan lalu menempelkannya ke pipi sambil sesekali mendldekap tubuhnya karena cuaca di sana yang memang cukup dingin bagi warga kota yang terbiasa dengan suasana panas. Zulfan yang menyadari hal itu,  kemudian langsung melepas jaketnya hingga menyisakan kaos tipis dan memasangkan jaket itu ke pundak Naura.

"Pake ini, cuaca di sini emang dingin, Nau."

"Nggak ah, lo pasti juga kedinginan, 'kan?" tolak Naura.

"Ngak, Nau, gue malah suka dingin."

"Mana ada orang yang suka dingin!"

"Ada, ini buktinya gue!"

"Hem, kesukaan lo emang aneh aneh ya, Fan. Apa lagi yang lo suka?"

"Gue suka lo ..."

"Gue?" Naura berhenti melangkah dan menoleh ke arah Zulfan dengan bingung.

"Iya, gue suka lo sejak lo nabrak gue waktu itu."

Naura hanya terkekeh geli dengan penuturan Zulfan yang terdengar ngawur.

"Lo nggak perlu balas suka ke gue kok, Nau!"

"Maaf ya, Fan, untuk saat ini gue belum bisa balas suka ke elo," ucap Naura merasa bersalah.

"Iya ngak papa kok, tapi setelah mendengar pengakuan ini, lo jangan menjauh dari gue, ya!"

"Ya enggak lah, Fan. Nanti kalo gue udah suka sama lo. Gue kasih tau, deh!"

"Oke, ditunggu kabar baiknya, ya!"

Naura pun mengangguk.

"Fan, temen lo itu humoris banget, ya. Pasti lo ketawa terus pas ada di deket dia."

"Maksud lo, Ando?"

"Iya, Ando"

"Lo suka cowo yang humoris, Nau?" tanya Zulfan dengan perasaan yang sedikit tak karuan.

"Iya, suka banget!" jawab Naura dengan antusias.

"Oohh ..."

Zulfan menoleh ke arah Naura yang berjalan sambil tersenyum lebar, saat menceritakan hal tentang Ando.

.
.
.
.

"Eh, Ndo, pagi pagi lo udah di sini aja, mana Zulfan?" tanya Najwa saat melihat Ando sedang duduk di bangku yang ada di depan kamarnya.

Ando menoleh ke arah Najwa dengan rambut yang masih terlihat acak-acakan.

"Gue jagain lo berdua!" ucap Ando sedikit kesal.

"Ngapain jagain kita segala? Lo dari tadi malem di sini?" tanya Najwa sambil menguap.

"Enggak kok, gue baru aja di sini ..., yakali gue nungguin lo tidur semaleman!"

"Kirain, oh iya, lo liat Naura ngak, Ndo?" tanya Najwa lagi.

"Dia lagi jalan bareng Zulfan."

"Jalan ke mana?"

"Haduh, lo banyak tanya deh, Naj!"

Najwa menatap aneh Ando yang terlihat sangat kesal. Tumben sekali sepupunya itu bertingkah janggal. Persis seperti Najwa ketika sedang memasuki masa PMS.

Karena mendengar suara Ando di luar, Ara pun buru-buru merapikan diri dan langsung ke luar menyusul Najwa.

"Eh ada Ando, lo mau ke mana serapi ini, Ndo?" tanya Ara dengan semangat.

"Tadinya gue mau nemuin seseorang, tapi nggak jadi."

"Gue, maksudnya?" tanya Ara kepedean.

"Ya karena lo yang ada di sini, yaudah elo, ayo lah kita jalan-jalan, bosen gue di sini!"

Ando lalu berjalan duluan di ikuti oleh Ara, namun baru beberapa langkah, Ando pun berbalik ketika melihat Najwa yang diam di tempat.

"Ayo Naj, lo nggak ikut?" tanya Ando.

"Nggak ah, gue mau di sini aja, gue pengen maskeran dulu, rasanya muka gue kering banget karena lama ngak maskeran," tolak Najwa sambil mengikat rambutnya asal.

"Em gitu, yaudah, kita nggak usah jalan aja," ucap Ando.

"Naj, ayolah, nanti habis jalan lo bisa maskeran sepuasnya!" rayu Ara ketika mendengar ucapan Ando.

"Lo berdua aja deh, lo ajak Ara aja buat jalan, Ndo."

"Yaudah iya, lo berani di sini sendiri?" tanya Ando ragu.

"Yaelah Ndo, lo pikir gue ada di mana? Kenapa gue mesti takut?" ucap Najwa dengan heran.

"Kalo ada apa-apa, lo harus langsung telfon gue, ya!" ucap Ando khawatir.

"Hemm" gumam Najwa.

Ando menghela napas lalu mengajak Ara untuk ke luar dari penginapan.

"Sekarang mau ke mana, Ra?"

"Gue ngikut lo aja sih, Ndo."

Ando berpikir sebentar sebelum memutuskan ke mana mereka akan pergi. "Nggak jauh dari penginapan ini, ada taman kecil, Ra. Lo mau ke sana nggak?"

"Boleh" ucap Ara sambil mengangguk setuju.

Mereka berdua lalu berjalan menuju ke taman kecil yang Ando maksudkan. Sebenarnya taman itu hanyalah sebuah sebuah tempat biasa yang dihiasi tanaman hias lokal dan dua buah bangku panjang di bawah pohon.

"Wah bagus banget tamannya, Ndo!"

"Menurut gue biasa aja sih, jauh beda kalo di bandingin sama yang di kota," kilah Ando.

"Iya sih, tapi seenggaknya, tempat ini keren juga, kok!"

Mereka lalu duduk di salah satu kursi di taman itu.

"Ra, lihat bunga mawarnya!" tunjuk Ando setelah memetik sebuah bunga mawar merah yang masih segar di taman itu.

"Eh Ndo, emang boleh metik bunga di sini? Lihat deh tulisan di papan itu!"

Ando pun melirik ke arah tulisan yang di maksud Ara.

'DILARANG MEMETIK BUAH ATAU BUNGA DI SINI!!'

"Eh iya Ra, gimana dong udah terlanjur. Yaudah, nih buat lo aja bunganya!" Ando pun menaruh bunga mawar merah itu di pangkuan Ara.

"Nggak ada yang tau juga kali, ya!" kata Ara sambil menatap bunga pemberian Ando dengan perasaan senang.

Keheningan itu membuat Ando sibuk mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, berharap bisa melihat Naura dan Zulfan. Sedangkan Ara mengikuti arah pandangan Ando.

"Ndo, lo bilang tamannya biasa aja, tapi kok segitunya lo mandang taman ini?" tanya Ara bingung.

"Eh iya!" jawab Ando gelagapan.

"Ndo?" panggil Ara saat melihat Ando yang terlihat menatap ke arah sekitar taman dengan fokus.

"Iya manis!" jawab Ando reflek.

Ara pun tersipu saat Ando mengatakan bahwa dirinya manis.

"Lo ..., udah ..., punya ..., pacar?" tanya Ara ragu-ragu.

Ando terkejut dengan pertanyaan Ara lalu ia menatap Ara dengan heran.

"Heh, lo nanya apa?" tanya Ando tak percaya.

"Em ..., nggak kok, nggak papa!" jawab Ara yang menduga kalau sepertinya Ando tidak suka dengan pertanyaan yang dia lontarkan.

Ando pun kemudian tersenyum manis. "Kalo sekarang sih, gue nggak ada pacar. Baru aja kemarin pagi gue putusin pacar gue, jadi sekarang gue jomblo," ucapnya ringan.

Ara mengangguk paham dan diam-diam senang karena Ando mau menjawab pertanyaannya, tapi yang lebih girangnya lagi, ternyata Ando jomblo jadi menurutnya, ia punya kesempatan besar untuk mendapatkan Ando.

"Ndo, gue boleh jujur sama lo?"

"Emang kalo mau bilang jujur, lo harus izin dulu, Ra?" tanya Ando heran.

Ara menggelengkan kepala sambil tersenyum. "Ndo, saat ini lo suka sama seseorang nggak?"

Ando terkejut namun kemudian tersenyum begitu lebar. "Iya Ra, saat ini gue lagi suka sama seseorang!" jawabnya antusias.

"Ndo sebenernya gue ..."

"Gue suka sama Naura, Ra!" potong Ando tanpa sadar.

Ara kemudian langsung tersentak ketika mendengar pengakuan Ando. Bagaimana bisa seseorang yang dia sukai, justru malah menyukai sahabatnya sendiri?

"Lo suka sama Naura, Ndo? tapi kenapa?"

"Karena gue merasa dia berbeda dari yang lain, Ra," jawab Ando ringan.

"Beda? Beda di mananya, Ndo?"

Ando menggelengkan kepala. "Gue juga nggak bisa jelasin, Ra. Namun yang pasti, gue suka dia, gue suka segala hal tentang Naura," ucapnya sambil tersenyum lebar.

Ara mengerutkan dahi tak suka dengan jawaban Ando. "Asal lo tau, Ndo, Naura juga punya banyak kekurangan."

"Dan gue menyukai kekurangannya itu, Ra," sanggah Ando.

Ara lalu berdiri dan menatap Ando dengan tajam. "Harus ada alasan kenapa lo suka sama Naura, Ndo. Naura itu sahabat gue jadi gue nggak akan biarin ada orang yang menyukai dia tanpa alasan!"

"Ra, lo tau sendiri 'kan cinta itu sulit untuk di jelaskan. Cuma hati kita sendiri yang bisa ngerti hal itu, Ra!"

Ara pun meninggalkan Ando karena kesal dan memutuskan untuk kembali ke penginapan.

"Ra, mau ke mana?" panggil Ando yang tak dihiraukan oleh Ara.

"Dia kenapa, sih?"

.
.
.
.

Ara membuka pintu kamar  dengan perasaan yang kesal dan membuat Najwa heran.

"Lo kenapa, Ra?" tanya Naura yang sedang menggulung rambut basahnya dengan handuk.

Ara tak menjawab pertanyaan Naura dan menoleh ke arah Najwa yang kebetulan masuk ke kamar.

"Lo dari mana aja?" tanya Ara pada Najwa.

"Eh, lo kok dateng-dateng kok emosi? Kenapa lo?" tanya Najwa yang menikmati bubur ayam yang di bawakan Naura tadi. Dia pergi ke kamar Zulfan untuk mengambil bubur.

"Gue cape!" Ara pun berbaring di kasur lalu mengeluarkan ponsel dan memainkannya.

"Lo tau nggak, Ra? Naura tadi ditembak Zulfan, loh!" ucap Najwa antusias.

Ara yang mendengar penuturan Najwa pun kemudian langsung bangun dari ranjang, lalu mendekati Naura dan Najwa.

"Hah, serius? Terus, lo terima dia, Nau?" tanya Ara penasaran.

"Belum sih, gue masih pengen pikir-pikir dulu aja," ucap Naura santai.

"Oh iya, lo buruan mandi, gih! Gue tadi bilang ke Zulfan kalo kita bakal ke pohon tua tempat kita nemuin Delina Ansabella kemaren. Siapa tau kita dapat petunjuk di sana," tegur Najwa pada Ara.

Ara menghela napas lalu mengangguk dan pergi menuju ke kamar mandi.

.
.
.
.

Ando, Zulfan, Najwa, Naura, dan Ara, kini telah berkumpul di bawah pohon tua tempat mereka menemukan Ansabella kemarin malam.

Mereka berputar-putar di tempat itu untuk mencari petunjuk, namun tak satu pun petunjuk berhasil mereka dapatkan di sana.

"Terus kita harus gimana lagi, nih?" tanya Ando.

"Kita cari ke arah sana, gimana?" tunjuk Najwa yang mendapatkan anggukan dari semua orang kecuali Ara yang sedang memikirkan sesuatu.

Mereka berjalan ke arah yang di intruksikan Najwa, tapi secara tiba tiba, Ara menabrak Najwa dan menggenggam pergelangan tangan Najwa hingga membuat gelang Najwa terjatuh tanpa ada seorang pun yang menyadari hal itu.

"Maaf, Naj, gue ngantuk deh kayaknya, makanya gue nabrak lo!" ucap Ara.

"Hati hati dong, Ra. Apa lo mau minum kopi dulu?" tanya Najwa.

"Em, enggak deh, Naj. Yuk kita jalan lagi, nanti juga ngantuk gue ilang di jalan," tolak Ara halus.

Najwa mengangguk, lalu kembali berjalan untuk mencari petunjuk agar dapat menemukan Rey.

Saat melihat Najwa sudah menyusul ketiga temannya, Ara langsung mengambil gelang Najwa yang jatuh dan memasukkannya ke dalam kantong jaket. Senyum miring pun muncul setelah ia berhasil mengantongi gelang Najwa tanpa sepengetahuan tenan-temannya.

"RA, CEPETAN! JANGAN NGALAMUN DI DEKAT POHON. NANTI KALO LO KESURUPAN 'KAN KAGAK LUCU. AYOKK!!" teriak Ando dari jauh.

Ara mengiyakan perintah Ando sambil berlari untuk mengejar teman-temannya yang akan masuk ke dalam Rumah Joglo bekas tempat tinggal Mama Ririn ketika masih kecil.

*****

Hay readers ...

Maaf ya, aku telat bangettt up nya ...
Karena sumpah, tadi malem aku ngetik nya sampe ketiduran jadi gini deh ...😥
Aku juga bingung sebenarnya, kenapa ide itu selalu datang pas udah mepet waktunya ...😫

Yuk buat aku dan Mphii semakin semangat lagi buat up bab baru ...😘

Asal kalian tau, satu vote aja dari kalian, udah bikin aku dan Mphii semangat banget, apa lagi banyak vote coba ...😋

Btw, makasih ya, buat kalian yang udah kasih vote, komen, dan baca cerita ini ...😍

Love by Gadistina to all readers 💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top