14 -- Bad or Good?


Dr. Joe yang kebetulan tengah bertugas di Jogja, datang dengan terburu buru ketika Ando meneleponnya untuk mengobati Zulfan.

"Zulfan kenapa, Ndo?" tanya Dr. Joe khawatir.

"Mamah bisa lihat sendiri di dalam. Ayo, masuk, Mah!" pinta Ando.

Dr. Joe lalu masuk ke dalam kamar dan melihat keadaan Zulfan yang terlihat begitu lemah.

"Kamu kenapa, Fan?" tanya Dr. Joe yang khawatir.

"Ini Tante, perut Zulfan kena masalah lagi. Kevin datang dan bawa Rey pergi, ssshhh ...," ringis Zulfan.

Dr. Joe menatap Zulfan dengan prihatin, wanita itu lantas segera membongkar alat-alat kedokteran yang telah ia bawa. Dia membuka baju Zulfan dan menghela napas saat melihat bekas tonjokan di perut yang sudah mulai membiru.

"Ando, Mamah bisa minta tolong?"

"Iya, Mah, minta tolong apa?"

"Tolong ambilin Mamah air dingin, Mamah mau kompres memarnya Zulfan dan kalau kamu ketemu sama Pak Darman, beritahu dia kalo Mamah ada di sini," pinta Dr. joe pada Ando.

"Siap, Mah," Ando pun langsung ke luar untuk mengerjakan perintah dari ibunya.

Beberapa lama kemudian, Ando datang dengan sebaskom air dingin.

"Pak Darman nya lagi nggak di rumah, Mah," ucap Ando sambil menyerahkan apa yang ibunya minta.

"Ngomong-ngomong, Mamah kenal sama kakek kakek itu?" tanya Ando dengan heran.

"Yailah sayang, masa kamu nggak kenal, beliau udah lama kerja di sini! Kamu ini 'kan nggak cuma sekali datang ke tempat ini bareng Zulfan. Ini juga bukan yang pertama buat Mamah untuk dateng ke Jogja. Dulu sebelum kamu lahir, Mamah pernah tugas di desa ini," jelas Dr. Joe sambil mengompres memar yang ada di perut Zulfan.

"Ando mah emang gitu tante, dia suka lupa diri kalo udah duduk di kamar buat numpang Wi-Fi," celetuk Zulfan.

Dr. Joe tersenyum ketika mendengar celetukan Zulfan.

Dering ponsel Dr. Joe tiba-tiba berdering dan membuat wanita itu pergi ke arah balkon kamar untuk menjawab panggilan.

"Perut lo, gimana keadaannya sekarang, Fan?" tanya Ando khawatir.

"Tante Joe udah nyuruh gue buat minum obat anti nyeri dan setelah dikompres, perut gue udah krasa mendingan, Ndo," jawab Zulfan.

Ando mengangguk paham, dia kemudian menarik kursi dan duduk di dekat ranjang.

"Ndo, Rey gimana ya?"

"Mana gue tau, Fan, gue bingung gimana caranya supaya kita bisa nyelamatin Rey. Dia berada dalam kendali Zildan dan juga Kevin."

"Fan, Tante duluan ya ..., Tante harus balik ke rumah sakit sekarang juga, kalian baik-baik di sini. Sampaikan juga salam buat Pak Darman. Ndo, Mamah kebetulan sedang bertugas di Jogja. Kalo kamu ada waktu, datanglah untuk sesekali ke sana. Btw, Tante udah bosan dengan permasalahan kalian yang berkutat di kehidupan Rey dan makhluk aneh itu, Tante harap kalian lekas menemukan titik terangnya, good luck," pesan Dr. Joe sebelum pergi.

"Iya Mamah, iya."

"Yaudah, Mamah jalan dulu ya. Jaga diri kalian dan untuk Zulfan, istirahatlah yang banyak agar memarmu segera pudar, " ucap Dr. Joe yang kemudian mencium kening Ando secara sekilas sebelum pergi.

.
.
.
.

"Rey, mana? Ini kita udah nemuin Bella," ucap Najwa yang tiba-tiba datang.

Zulfan dan Ando lantas menghentikan pembicaraan mereka.

"Uhmm ..., Rey ..., itu, dia nganu ...," ucap Ando dengan ragu.

"Rey kenapa?" tanya Ansabella khawatir.

Ando menghembuskan napas dan pasrah. Ia memilih untuk menceritakan semua hal yang baru saja terjadi.

Ansabella langsung membulatkan matanya karena tak menduga kalau Kevin akan datang secepat ini. Robot itu lantas menoleh sekilas ke arah Najwa dan langsung membuat sebuah black hole agar bisa segera berteleportasi untuk mencari Rey.

"Bella ...," panggil Najwa.

"Kak, maaf, aku harus pergi sekarang juga untuk mencari Rey."

"Aku ikut," pinta Najwa.

"Nggak, Kak, Kevin datang ke sini karena ingin aku pergi menemuinya. Kalau Kakak ikut aku, itu hanya akan membuatnya semakin girang saja karena mendapatkan semua hal yang dia inginkan," tolak Ansabella.

"Tapi kamu ..."

"Aku kenal dan tau mereka, Kak. Aku pasti bisa mengatasi mereka."

Dalam beberapa detik Ansabella sudah menghilang setelah masuk ke dalam black hole. Najwa pun tak tinggal diam saat melihat Ansabella menghilang, ia lantas menekan tombol di gelangnya dan bersiap-siap untuk menyusul Ansabella.

"Naj ...," ucap Ara seraya menggeleng tanda tak setuju dengan apa yang akan Najwa lakukan.

"Gue harus bantuin Bella, gue udah janji sama Ando kalau gue bakalan bantu Rey!"

"Tapi Bella bener, Naj, kalo lo pergi ke sana, hal itu hanya akan membuat Kevin semakin girang dan merasa berhasil," sanggah Zulfan.

"Tapi gue harus tetep bantuin Bella, Fan."

"Nggak dengan cara ini, Naj, kita harus pikirin cara lain ..., lo tau sendiri 'kan mereka itu bisa ngelakuin apa aja agar bisa dapetin apa yang mereka inginkan? Lo inget dengan kejadian yang di rooftop itu?" jelas Zulfan mengingatkan.

Najwa mengangguk pelan, "iya gue inget itu, Fan."

"Yaudah, kita tenang dulu sekarang, kita nggak boleh gegabah dalam mengambil sebuah keputusan. Pikirkan rencana itu mateng-mateng," terang Zulfan.

Najwa pun mengangguk dan menyetujui saran Zulfan.

Mereka semua kecuali Zulfan, lalu duduk melingkar di karpet bulu yang ada di kamar para cowok.

"Sekarang apa yang akan kita lakuin untuk ngadepin hal yang udah terjadi? Terus terang aja, gue bingung kenapa kasus ini lama-kelamaan kayak kerasa semakin aneh aja," ucap Najwa.

Saat semua orang tengah sibuk mencari ide, dering ponsel berbunyi tiba-tiba dengan begitu nyaring.

"Ya ampun, dari tadi tuh hape bunyi mulu, Ra. Angkat aja kali, dah sejak kita masih di jalan loh," keluh Naura pada Ara.

"Tau ah, gue males angkatnya."

"Emang dari siapa, Ra?" tanya Najwa penasaran.

"Biasa lah ...," ucap Ara yang langsung diberi anggukan oleh Najwa.

Yup, siapa lagi kalau bukan Rian, pacar Ara.

"Pacar lo?" tebak Ando.

"Hm," jawab Ara mengiyakan.

"Angkat kali!" suruh Zulfan.

"Ih nggak penting banget, makin hari dia makin lebay dan gue kagak suka," jawab Ara sambil meletakkan ponselnya di karpet.

"Loh, kok lo sama pacar gitu sih, Ra. Kasihan tuh nyariin lo mulu," ucap Ando.

"Kayak lo enggak aja, Ndo!" celetuk Zulfan.

"Emang Ando gimana?" tanya Ara tertarik.

Sekali lagi, ponsel Ara berbunyi dan memunculkan nama pemanggil yang sama.

"Angkat deh, Ra, kalo nggak mau, sini gue yang angkat. Eh, kok jadi gue sih yang penasaran? Ah, bodo amat lah, mana hape lo," kata Ando dengan antusias.

"Lo mau angkat? Nih ...," Ara menyodorkan ponselnya pada Ando. Pemuda itu lalu menerima ponsel Ara dan langsung mengangkat panggilan dari Rian.

"Halo ..." ucap Ando sambil menirukan suara Ara. Setelah memastikan panggilan sudah tersambung, ia lalu menyalakan speaker agar semua temannya dapat mendengarkan pembicaraan.

"Hay Cubi, kamu udah makan belum?Btw, ini udah jam sebelas malam loh. Cubi belum tidur? Tidur gih, kalo Cubi nggak mau tidur, Cabi marah nih."

"..."

"Cubi, kok cubi diem aja, sih? Cubi kangen ya sama Cabi? Oh iya, Cubi jangan deket deket sama siapa pun dengan orang yang berjenis kelamin laki laki kecuali aku ..., inget itu Cubi ..,"

Najwa mengernyitkan dahi dan tak menyangka kalau Rian yang selama ini terlihat macho, bisa menjadi sangat alay saat berpacaran dengan Ara. Sementara Zulfan mendengarkan suara pacar Ara dengan perasaan yang ilfeel.

Ara mendengkus kesal dan mengisyaratkan Ando untuk bicara. Gadis itu sudah tak tahan dengan Rian yang lama-kelamaan berubah menjadi seorang pacar yang super duper menyebalkan untuknya.

"Halo ...," panggil Ando yang kini menggunakan suara aslinya.

"Hey, lo siapa berani beraninya pegang hp cewe gue. WOY SAPA LO?!!"

Ara yang sudah merasa sangat jengah, lantas segera mengambil ponselnya dari tangan Ando.

"Rian, gue mau kita putus!"

"Kenapa? Gara gara cowo itu ya?"

"Nggak, lo makin hari makin nyebelin dan gue kagak suka. Lagi pula sekarang gue udah nemu yang baru. Iya, yang barusan ngangkat telepon adalah pacar baru gue. Bye ..."

Ando melongo ketika mendengar Ara mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkannya.

Ara kemudian langsung mematikan panggilan dan mem-blok nomor Rian.

Semua orang yang ada di kamar itu lantas tertawa lebar ketika melihat tingkah Ara.

"Ya ampun Ra, kasihan banget pacar lo," komentar Naura.

"Cowo baik kaya dia aja bisa lo putusin, Ra, apa lagi gue," canda Ando.

"Cowo kaya lo nggak bakal gue putusin, Ndo, malah bakal gue perjuangin sampe titik akhir!"ucap Ara serius.

Tawa terhenti tiba-tiba setelah mereka mendengarkan ucapan Ara.

"Jangan mau sama Ando, Ra, dia playboy!" kompor Zulfan.

"Justru sejatinya kalo seorang playboy yang bener-bener jatuh cinta itu bisa setia, Fan," ucap Ara dengan lebih serius lagi.

"Hah?!! Jadi lo suka sama Ando, Ra?" tanya Zulfan.

"Padahal pacar lo lebih ganteng dari pada Ando, Ra" komentar Najwa.

"Ganteng nomer sekian Naj, yang penting itu rasa," bela Ara.

"Eitss, kok kita malah ngomongin cinta,sih? udahlah kita sekarang fokus ke Rey sama Bella dulu," kata Zulfan heran.

Naura menguap karena terlalu bosan dengan apa yang sedang terjadi. Kenapa teman-temannya membicarakan sesuatu yang tak berguna ketika masalah lain yang jauh lebih penting tengah menunggu untuk dibahas?

"Kayaknya lo ngantuk banget, Nau. Lo kalo mau tidur, tidur aja ke kamar," tawar Zulfan.

"Iya Nau, gue temenin di kamar lo ya, biar mereka aja yang diskusi di sini," tawar Ando.

"Engak enggak biar gue aja," sanggah Zulfan tak terima.

"Eh, enggak enggak, kenapa kalian jadi nawarin diri gini? Udah, biar kita para cewe balik ke kamar. Besok pagi kita rundingin lagi, nggak enak udah jam segini kita masih di kamar para cowo," tegur Najwa.

Ketiganya lantas keluar dari kamar para cowo untuk kembali ke kamar mereka. Saat tiba di kamar, Naura langsung membaringkan tubuhnya di kasur dan terlelap hanya dalam beberapa menit saja. Sementara Najwa dan Ara tetap terjaga karena sibuk berkelana dengan pikiran mereka masing-masing.

"Naj, tugas kita udah selesai 'kan? Delina Ansabella udah ketemu dan kita mesti harus berbuat apa lagi?" tanya Ara yang membuyarkan lamunan Najwa.

"Tugas kita masih banyak, Ra. Pertama, kita harus cari Rey dan siapa dalang dari pembunuhan Om Brasdan."

"Bukannya udah ada Bela? Dia bisa menyelesaikan semuanya sendiri."

"Tetap aja, Ra, setidaknya kita bantu mereka."

"Cukup rumit ya, Naj."

"Ya, begitulah ..., makanya kita harus bantu mereka."

"Terus kalau pembunuhnya udah ketahuan sama Rey, apa dia bakal balas dendam sama pembunuhnya?"

"Gue ngak tau, Ra karena itu urusan Rey."

"Sebenernya gue masih belum percaya sama semua ini, lo tau sendiri 'kan kalo gue nggak suka dengan hal-hal yang berbau fantasi, gue lebih suka sesuatu yang nyata."

"Tapi sekarang lo percaya, 'kan?"

Ara mengangguk pelan. "Berkat kejadian ini, gue percaya tapi ya, masih kayak mimpi aja gitu."

"Lama kelamaan juga, lo bakal 100% percaya karena banyak bukti yang akan lo dapetin setelah ini."

"Naj, menurut lo semua yang kita lakuin ini bakal Bad or good?"

"Gue belum bisa jawab, Ra. Karena kadang, sesuatu yang kita anggap baik justru membuat semua hal menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Kita tak pernah tahu, apa yang akan terjadi di masa depan."

*****

Hay hay readers 😘

Gimana kabar kalian?😊

Semoga selalu baik ya 🤗

Hari ini bab baru kembali hadir buat kalian semua. Kuy, komen sebanyak-banyaknya dan jangan lupa buat pencet bintang di pojok kiri 😂

Dah, gitu aja ya ...

Love by Gadistina to all readers 💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top