11 -- Rencana

Keesokan harinya ...

"Rey, bangun woy, ini udah pagi ..., lo kagak mau melek?" ucap Ando sambil menepuk pipi Rey yang terasa sedikit lebih hangat dari biasanya.

Rey yang merasa terganggu, lantas menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya.

Ando menghampiri Zulfan yang sedang fokus memandang sekitar dengan segelas cangkir kopi.

"Zul, hari ini Rey demam. Seperti biasanya," ucap Ando dengan wajah yang sedikit muram.

"Tenanglah, Ndo. Rey memang gitu, tubuhnya bakal menghangat sehari sebelum ulang tahunnya," timpal Zulfan mencoba untuk menenangkan Ando.

Ando menggelengkan kepala, "Rey bakal berubah dalam sehari setiap tahun. Gue kagak suka dengan Rey setiap hari itu tiba. Lo inget nggak, kejadian di tahun sebelum ini?"

Zulfan menghela napas dan mengangguk.

"Rey mengalami Birthday Blues sejak berita tentang kecelakaan Om Brasdan sampai pada Rey tepat sehari sebelum ulang tahunnya. Karena itu, dia kesulitan untuk tidur dan berakhir dengan demam," ucap Zulfan.

.
.
.
.

"Rey, tolong Mamah ..."

"Rey, di mana Bella? Kenapa kamu belum menemukannya?"

"Rey, cari pembunuh papamu ..."

"Rey, tolong ..."

"Reyyy ..."

"REY!! Jangan mencurigai orang dengan tanpa pertimbangan, kau harus ..."

"Rey? Kau bukan Rey, kau Raksa? Kau tahu, Raksa?"

"Rey kau adalah Raksa, kau adalah ..."

"TIDAKK!!"

Rey terbangun dan merasa kepalanya sangat pening.

"Bisikan-bisikan itu, siapa yang membisikkan hal itu?" ucap Rey dengan kalut.

Rey menatap ke arah jendela dan melihat langit malam yang penuh dengan bintang. Pemuda itu mengedarkan pandangan dan melihat ke sekeliling kamar yang terlihat sangat berantakan. Dia lalu menatap ke arah jam tembok yang menunjukkan pukul duabelas malam.

"Apa penyakitku kambuh lagi?"

Rey lantas beranjak dari kamar, lalu mulai memberesi kekacauan yang telah ia buat.

Sekitar satu jam kemudian, kamarnya sudah menjadi lebih baik. Pemuda itu lalu memutuskan untuk keluar dari kamarnya.

Rey melihat Ando dan Zulfan yang sedang mengobrol dengan sosok kakek yang kemarin menemaninya. Ia segera menghampiri ketiganya, lalu menyapa mereka dengan pelan.

"Wah! Rey, akhirnya lo kembali. Bagaimana dengan keadaan lo saat ini?" tanya Ando dengan antusias.

"Tubuh gue mungkin baik-baik saja, tapi tadi gue mendapatkan banyak bisikan. Ada salah satu dari bisikan itu yang terdengar baru. Kalian tahu? Ucapan Najwa beberapa waktu lalu di rooftop, terdengar sangat aneh. Bisikan itu mengatakan bahwa aku bukanlah Rey. Bagaimana mungkin, 'kan?"

Zulfan menepuk bahu Rey, "Kau ingin bertemu dengan Najwa? Siapa tahu dia bisa membantu kita," tawarnya.

Rey mengangguk, lalu mengalihkan pandangan ke arah Ando.

"Gue bakal hubungin Najwa dulu, moga aja dia mau bantu kita untuk nyelesain hal yang meresahkan ini," ucap Ando sebelum menelepon Najwa.

"Nak, kalian bertiga terlihat sangat terbebani dengan sesuatu. Apa Kakek bisa membantu kalian?" tanya kakek itu.

Rey menolak bantuan dari kakek itu dengan sangat hati-hati. Permasalahan ini telah menyita banyak pemikiran dari orang-orang di sekitarnya dan Rey tak mau menambah beban pikiran lagi untuk orang lain.

"Kakek, maafkan saya ..., bukannya saya ingin menolak, tapi saya tidak mau untuk menambah beban lebih banyak pada orang lain. Terima kasih sebelumnya karena Kakek sudah menawarkan bantuan," ucap Rey dengan hati-hati.

Kakek itu tertawa lebar dan menepuk-nepuk bahu Rey. Pemuda itu terlihat sangat terbebani, tapi ia bahkan menolak bantuannya?

"Kakek tidak tahu apa yang tengah terjadi pada kalian semua, tapi Kakek harap, kalian akan dapat segera untuk menyelesaikan masalah kalian. Ya sudah, Kakek pamit dulu untuk berpatroli di sekitar penginapan ini. Kakek pergi dulu, sampai jumpa ..."

Rey tersenyum tipis saat melihat kepergian kakek itu.

"Ndo, bagaimana dengan Najwa? Apa dia mau membantu kita berdua?" tanya Rey penasaran.

Ando tersenyum kecil, "Najwa bakal bantu kita berdua buat nemuin Bella, namun untuk urusan pribadi keluarga Rey terkait dengan pengeboman di Las Vegas, dia belum bisa mengiyakannya," jelasnya.

Rey mengangguk paham, "Najwa memiliki banyak kenangan yang buruk saat berada di masa depan. Kita bahkan tidak pernah tahu, hal apa yang selama ini telah ia alami. Terima kasih, Ndo, karena lo udah bujuk Najwa," ucapnya.

Ando mengangguk, lalu pamit untuk pergi ke kamar mandi sebentar.

Di dalam malam yang larut itu, baik Rey maupun Zulfan, keduanya nampak terdiam karena sibuk berkelana ke mana-mana dengan pikiran mereka masing-masing.

.
.
.

"Najwa akan datang hari ini juga bersama Ara dan Naura. Rey, ayo kita pergi ke terminal untuk menjemput mereka. Kita bisa membawa sepeda motor milik orang-orang sekitar sini. Ayo berangkat!"

Rey mengiyakan ucapan Ando sambil menyemprot parfum ke tubuhnya.

"Rey, kita nggak pergi buat mejeng, kita ke sana buat njemput Najwa dan temen-temennya. Kenapa lo tampil rapi gini?" tanya Ando dengan heran.

Rey menatap Ando yang masih mengalungkan sarung dan juga malas mengganti bajunya dengan yang lebih rapi.

"Gue sama Rey dah rapi gini, kenapa lo pake sarung dan baju seperti ini?" ucap Zulfan dengan heran.

"Gue bakal berpenampilan rapi kalo gue pengen. Dahlah, ayo berangkat!!"

Zulfan dan Rey menghela napas secara bersamaan, lalu buru-buru pergi ke tempat parkiran.

.
.
.
.

Najwa menatap penampilan sepupunya dengan rasa tak percaya. Kedua temen Ando terlihat rapi, tetapi pemuda itu justru terlihat meragukan baginya.

"Lo kagak ada malu gitu, Ndo? Rey dan Zulfan pake baju rapi gitu buat njemput kita, eh lo malah masih bawa sarung dan pake celana sedengkul gini," tegur Najwa dengan heran.

Ando tak membantah Najwa dan memilih tetap diam. Dia ingin cepat-cepat menurunkan Najwa dan segera pergi ke warteg untuk sarapan.

Tak menunggu waktu lama, mereka sampai juga di penginapan.

"Naj, kita akan membantu mereka sampe masalah kalian selesai?" tanya Naura.

Najwa mengiyakan pertanyaan Naura sambil menarik kopernya dan mengikuti langkah Ando dan teman-temannya.

"Naj, temennya Ando bening-bening semua, ya. Ando walau kagak pake baju rapi, tapi dia masih cakep aja," bisik Ara.

Najwa menatap Ara dengan pandangan aneh, "Ra, lo suka Ando, ya? Dari tadi lo natap dia kayak gitu," ucapnya.

Ara terkikik geli mendengar nada bicara Najwa yang terdengar curiga padanya.

"Gue masih setia dengan pacar gue, Naj. Tapi Ando emang terlihat cakep walau dia hanya pake baju yang sederhana," kilah Ara.

Najwa mengangguk dan hanya bisa menatap Ara yang terlihat sangat mengagumi Ando dalam diam.

"Ini kamar kalian bertiga, gue sengaja pilih kamar yang paling gede buat kalian. Untuk biaya, ini gratis karena penginapan ini masih milik keluarga Zulfan," jelas Ando.

Ketiga gadis itu mengiyakan ucapan Ando, lalu masuk ke kamar mereka dengan takjub.

"Naj, ngomong-ngomong hari ini Rey ulang tahun. Kalian mau ikut kita pergi makan-makan di warteg?" tanya Ando sebelum pergi.

Najwa menggelengkan kepala, "Lo bawain aja buat kita kalo udah mau pulang dari warteg," jawab Najwa.

Ando mengiyakan permintaan Najwa, lalu pergi menyusul kedua temannya yang sudah menunggu di gerbang.

"Gimana, mereka ikut ato kagak?" tanya Zulfan.

Ando menggelengkan kepala, "Mereka hanya titip aja, ya sudah, ayo kita berangkat," jawabnya.

.
.
.
.

"Gue harap kita bisa segera menyelesaikan tugas dan fokus buat hanya menyelidiki hal yang berkaitan dengan keluarga lo aja, Rey," ucap Zulfan sambil membayar semua makanan yang mereka di warteg. Entah yang sudah dimakan atau dibawa pulang.

Rey beranjak dari bangku, lalu tersenyum haru dengan perkataan Zulfan.

"Terima kasih, Fan, kalian berdua udah bantu banyak selama ini," ucap Rey lirih.

Ando dan Zulfan tersenyum lalu merangkul Rey yang sebentar lagi akan menangis.

"Iya, Rey, kita 'kan sahabat. Ngomong-ngomong, lo jangan nangis dong. Kagak malu kalo nanti Najwa dan temennya ngledek?" canda Ando.

Zulfan menjitak kepala Ando dengan gemas. "Lo ini temen kita bukan, sih? Temen sedang sedih malah lo ledek? Kagak bener, Lo!" tegurnya.

Ando tertawa lebar mendengar teguran Zulfan. Bukan kata-katanya, tetapi wajah Zulfan sangat lucu saat tengah mengomel tak jelas seperti itu.

Zulfan yang tak terima lantas kembali menjitak kepala Ando.

"Walau mereka seperti itu, tapi gue tau, dalam hati mereka tersimpan banyak kasih sayang. Ando, Zulfan, terima kasih, karena kalian selalu ada untuk gue hampir di semua waktu," ucap Rey lirih.

Waktu mungkin akan terus berjalan dan bisa berubah dengan begitu cepat, namun tidak dengan persahabatan mereka yang akan selalu seperti itu.

Ya, semoga saja ...

*****

Hai guys, hari ini aku up bab yang pendek aja ya 😊

Semoga kalian tetap suka dan nunggu akhir dari cerita ini 😘

~~Mphii 💜💜💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top