10 -- Perjuangan Najwa

Rey, Zulfan, dan Ando, mempersiapkan barang-barang yang akan mereka bawa untuk tugas dari Bu Celine. Ketiganya memutuskan untuk berangkat esok hari menuju ke tempat kelahiran Mama Ririn.

Mereka berangkat dengan memilih untuk menggunakan bus selama kurang lebih enam jam. Saat berada di dalam bus, mereka bertiga justru ketiduran karena merasa mengantuk dan tak sempat untuk menikmati pemandangan di jalan yang mereka lewati.

"Eh, nggak kerasa udah sampai aja, ya?" ucap Ando ketika baru turun dari bus.

Rey mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

"Lo belum pernah ke sini, Rey?" tanya Zulfan saat melihat Rey, seperti orang yang baru pertama kali datang ke desa.

"Kata Mamah,  gue pernah diajak ke sini waktu umur gue masih dua tahun. Cuma sekali aja, karena sejak saat itu, gue udah nggak pernah ke sini lagi," jelas Rey.

"Desanya masih asri banget. Udaranya sejuk," komentar Ando.

"Iya Ndo, beda banget dengan daerah tempat tinggal kita. Maklum sih, ini 'kan desa," sanggah Zulfan.

Mereka bertiga lalu pergi menuju ke penginapan mereka sambil membawa barang-barang mereka.

"Oke, jadi nanti kita bakal mulai dari mana dulu?" kata Rey dengan antusias.

"Kita tidur dulu dong, gue ngantuk banget, nih!" ucap Ando yang kemudian berbaring di atas tempat tidur sambil menutup mata.

"Iya Rey, kita istirahat dulu deh, cape banget, nih!" sambung Zulfan.

Melihat kedua temannya kelelahan, Rey lantas memilih untuk mengalah dan berencana melanjutkan misi atau tugas mereka di esok hari.

Rey sama sekali tidak bisa tidur, dia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan juga membolak-balikkan badan untuk mencari posisi yang nyaman. Lain dengan Ando dan Zulfan yang sudah tertidur pulas, mungkin saja sekarang mereka tengah berada di dalam mimpi.

Karena matanya yang tak kunjung lelah, Rey kemudian memutuskan untuk keluar dari penginapan, sekedar mencari angin segar daripada uring-uringan tak jelas di dalam kamar.

Rey duduk di sebuah sofa yang ada di teras penginapan, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling penginapan dan bergidik ngeri karena suasana yang nampak sepi dan gelap.

"Ada apa, Nak?" tegur seseorang tiba-tiba.

Rey yang terkejut, lantas membalikkan tubuh dan menatap tak percaya pada sosok itu.

"Eh?!" ucap Rey dengan terbata-bata.

"Kenapa malam larut begini kau keluar dari kamarmu?" tanyanya.

"Saya nggak bisa tidur, Kek. Entahlah mengapa, saya tak merasakan lelah setelah tidur di bus tadi siang," jawab Rey.

"Oh begitu, mau saya buatkan teh, Nak?" tawar kakek kakek itu.

Rey menggeleng sambil tersenyum tipis.

"Baiklah kalau begitu, mau saya temani ngobrol?" tawar kakek itu.

Rey masih tersenyum, lalu menganggukkan kepala. "Boleh, Kek," ucapnya dengan senang hati.

"Kamu yang datang bersama dua temanmu tadi, ya?" tanya kakek itu memastikan.

"Eh, iya, Kek," jawab Rey.

"Kamu datang ke sini untuk berlibur?" tanya kakek itu lagi.

Rey menggeleng dan tersenyum sendu, dia sudah lama untuk tak ikut berlibur karena ia lebih sering untuk berada di perkotaan demi mengerjakan tugas yang lumayan banyak. Ditambah dengan sebuah tugas penting untuk mencari Bella, sahabat kecilnya dan seseorang yang berada di balik pembunuhan ayahnya di Las Vegas.

"Saya ke sini untuk tugas kuliah, Kek!"

"Oh, begitu!"

"Kakek sendiri, apa kakek petugas di sini? Soalnya saat datang ke sini tadi, saya belum pernah melihat kakek," tanya Rey dengan heran.

"Saya petugas malam ini, tugas saya hanya di malam hari saja. Jadi, saya kurang di kenal oleh orang yang ada di sekitar penginapan."

"Apa kakek orang asli sini?" tanya Rey.

"Ya, tentu saja, saya orang asli yang lahir dan di besarkan di sini sampai sudah setua ini."

"Mamah saya juga dulu dilahirkan di sini!"
"Kalau boleh tau, siapa nama ibumu?"
"Ririn, Ririn Amora!"

Kakek itu mengernyitkan alis dan terlihat penasaran.

"Ririn, anak yang cerdas itu? Dia tinggal sendiri hanya bersama Liam, karena orangtuanya yang bekerja di luar kota?" ucap kakek sambil mengingat-ingat sesuatu.

"Iya, Kek, itu mamah saya!"

"Ya tuhan, bagaimana dengan kabarnya sekarang?"

Rey tersenyum lebar, "Mamah baik-baik aja, Kek!"

"Kalau keadaan ayahmu bagaimana? waktu itu, saya tidak sempat menghadiri resepsi pernikahan mereka berdua."

"Papah sudah meninggal lima tahun yang lalu, Kek. Beliau mengalami kecelakan di Las Vegas,"

"Astaga!!"

.
.
.

Flashback

Najwa akhirnya bisa melarikan diri dari ketiga pria itu, setelah pergi ke tempat ronsen untuk memeriksa organ tubuh bersama dengan Anne.

"Kau hanya punya waktu sedikit sampai mereka mememukan dirimu. Najwa, aku hanya dapat membantu sedikit. Mereka bertiga pasti akan menemukanmu," tegur Anne sambil mengikuti Najwa yang berjalan tanpa tujuan.

Najwa menghentikan langkah, lalu berbalik dan menatap Anne.

"Nona, aku ingin kau membantuku untuk segera pergi dari sini dan membawa Delina kemari, jika gadis kecil itu masih ingin untuk datang ke sini."

Anne menghela napas dan mengangguk pelan.

Mereka berdua berencana untuk pergi ke ruang bawah tanah milik Anne.

"Najwa, mulai hari ini, tempat ini aku serahkan padamu. Aku harap kau bisa menahan diri untuk tak melakukan hal yang membahayakan dirimu sendiri, selama aku pergi untuk menjalankan tugas sebagai seorang Electrical Engineer," titah Anne sebelum pergi.

Najwa hanya mengangguk dan terdiam saat Anne sudah berlalu dari hadapannya. Ia menatap sebuah bangunan yang lebih mirip sebagai laboratorium bawah tanah.

Najwa masuk ke dalam dan menatap ruangan itu dengan takjub.

"Jika ketiga pria itu bisa membuat alat untuk pergi ke zamanku, maka aku juga pasti bisa untuk membuat alat yang seperti itu. Untuk apa aku kuliah agar menjadi guru fisika & kimia, jika semua hal yang sudah aku pelajari tak kumanfaatkan, aku benar-benar tak berguna. Oke, Najwa ..., mulai hari ini kau akan melakukan sesuatu yang belum pernah kau lakukan di hidupmu selama ini," gumam Najwa sambil menyemangati dirinya sendiri.

.
.
.

Najwa benar-benar mengusahakan diri untuk membuat alat yang hampir sama dengan milik Kevin dan kawan-kawannya. Dia mengalami banyak kegagalan, walau ia sudah mencoba untuk melakukan apa yang Anne beritahukan padanya.

Waktu berlalu dan tak terasa, lima bulan berlalu dengan begitu cepat. Najwa sudah hampir menyelesaikan sebuah gelang yang dapat membawanya kembali.

"Akhirnya ..., aku berhasil juga untuk membuat dan merancang gelang ini," gumam Najwa sambil menatap gelang mewah berwarna hitam dengan teknologi yang sudah ia coba berkali-kali.

Najwa memakai gelang itu dengan bahagia, lalu segera memencet tombol yang sekilas mirip dengan batu ruby berwarna merah bata.

Sinar asing tiba-tiba datang dan memunculkan sebuah black hole. Najwa tersenyum lebar sebelum masuk ke dalamnya.

"Aku harap aku bisa kembali ...," ucap Najwa sambil menutup matanya.

Black hole itu membawa Najwa ke sebuah rooftop yang sedikit asing baginya. Ia mengedarkan pandangan dan mendapati Raksa yang berada tak jauh dari rooftop.

"Bagaimana mungkin aku justru datang padanya," ucap Najwa dengan pelan.

Najwa melihat black hole yang masih tersisa dan berniat untuk masuk kembali ke dalamnya.

"WOY!! APA LO SUDAH GILA?! TURUN SEKARANG JUGA DARI SITU!! OY, LO MAU MATI?!"

Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar dan segera berusaha untuk menarik tangan Najwa yang ingin meluncur dari rooftop.

Dengan susah payah, pria itu berhasil juga untuk menarik tangan Najwa.

"LO UDAH GILA, HAH?! NGAPAIN BERDIRI DI PAGAR PEMBATAS?! MAU SOK-SOKAN BUNUH DIRI?!"

Pria itu meneriaki Najwa dengan penuh kekesalan.

"Aku ingin pulang, tempatku bukanlah di sini. Raksa, berhentilah mengejar diriku sampai seperti ini. Aku bukanlah Delina dan aku tak dapat bertahan di sini untuk selamanya,"

Pria itu lantas mengerutkan dahi ketika Najwa menyebutnya sebagai Raksa.

"Gue bukan Raksa, gue Reyza. Lo siapa, sih?" ucapnya sambil berkacak pinggang.

Najwa itu menatap wajah Raksa dengan bingung. Apa pria itu sedang lupa diri lagi seperti kata Anne?

"Kamu adalah Raksa, teman sekantorku. Kamu bilang ingin mengejarku sampai ke mana pun, kalau aku tak menerima cintamu. Raksa, aku memilih Kevin dan maaf, karena sudah membuatmu stres sampai seperti ini."

Memang sebelum dia pergi, ia sempat diberitahu kalau Anne bekerja di kantor pusat yang sama dengan ketiga pria itu.

Rey menganga tak percaya saat mendengar keluhan Najwa.

"Neng, lo udah gila atau memang terlalu depresi sampai memanggil gue dengan sebutan Raksa dan siapa itu Kevin? Jangan berbicara omong kosong dan kembalilah ke tempat lo berasal. Gue pikir lo sepertinya bukan salah satu dari mahasiswi yang ada di sini."

Najwa menatap Raksa dengan sedih dan justru memeluk tubuhnya dengan erat. Sepertinya Raksa melupakan dirinya lagi seperti biasa.

"Maafkan aku, Raksa. Aku tak bisa menerima cintamu. Kau juga adalah sahabat Kevin dan aku tak mau kalau kau mengkhianati persahabatan kalian. Maafkan aku, karena sudah membuatmu sampai jadi seperti ini."

Rey tak bisa berkata apapun pada gadis asing di sampingnya. Sungguh, ia malah bingung dengan apa yang tengah terjadi padanya.

"Lo siapa dan kenapa lo sebut gue Raksa. Siapa itu Kevin dan dari mana lo berasal?" tanya Rey sambil berusaha untuk melepaskan pelukan dari gadis asing di hadapannya.

"Kalian memanggilku Delina Ansabella, kamu sendiri adalah Raksa Chandrata, dan Kevin Anayata adalah sahabat baikmu selain Syam Hersanto. Selama ini kita hidup di wilayah modern yang orangnya mayoritas bekerja sebagai seorang peneliti dan kampus ini adalah tempat awal di mana kita memulai semua kisah cinta. Raksa, apa kau benar-benar stres setelah acara pertunanganku dengan Kevin?"

Najwa sempat menyerah dan memilih bertunangan dengan Kevin, karena pria itu terlihat jauh lebih tenang dari pada Raksa.

"Tahun berapa saat ini?" tanya Rey memastikan.

"Tahun 2034 dan pertama kali kita adalah tahun 2012. Kau bahkan melupakan hal ini?"

Rey menganga lagi saat mendengar ucapan Najwa yang terdengar sangat aneh.

"Delina, mungkin saat ini lo tengah ngalamin stres yang berlebih. Tapi, ini masih tahun 2017 dan lo baru aja bilang ini sudah tahun 2034? Apa lo adalah pengarang cerita atau seorang aktris yang sedang syuting? Apa mungkin juga kalau lo sedang mengeprank gue demi sebuah konten? Lo salah satu penggemar gue, 'kan?"

Najwa menatap bingung Raksa dan semakin heran saat mendengar pembicaraan pria itu. Apa dia benar-benar sudah kembali ke asalnya?

"Aku berkata benar kalau saat ini adalah tahun 2034. Bagaimana mungkin kau berkata bahwa saat ini adalah tahun 2017?"

Rey menghela napas lantas kemudian memilih untuk menelepon Zulfan.

"Zul, cepet ke sini ..., dah dari tadi gue tungguin, kenapa kagak nongol? Buruan cepet!!"

Setelah menelepon Zulfan dengan sangat singkat, Rey kembali fokus pada Delina yang memandang keadaan sekitar dengan penuh kebingungan.

Rey menghembuskan napas yang sejak tadi sudah terasa mencekik tenggorokan. Pemuda itu lantas melihat kedatangan Zulfan dan Ando saat ia menoleh ke arah pintu rooftop.

"Kenapa kalian terlambat untuk sampai ke sini? Padahal gue sudah kirim pesen sejak tadi. Apa kalian lupa jalan untuk naik ke rooftop?"

Ando masih berusaha untuk mengatur napas ketika Rey sibuk mengomelinya dan Zulfan.

"Rey, bukannya kita lupa jalan ke sini, tadi itu, Bu Celine datang dan membawa banyak tugas. Lo 'kan paham tu dosen nyebelin banget. Gue tadi mau ngetik pesan biar lo masuk juga ke kelas, tapi Bu Celine sudah keburu masuk. Kita bilang lo ada di perpus buat ngerjain tugas dan dia percaya. Jadi, ada hal apa yang membuat lo sampai ngegas pas nelpon gue barusan?" jelas Zulfan sambil menatap Rey dengan heran.

Siapa gadis yang sedang bersama Rey sekarang?

"Kalian berdua kenal Delina?" tanya Rey tanpa basa-basi.

Ando yang sudah bisa bernapas dengan teratur, lantas menatap Delina dengan bingung.

"Najwa? Kapan lo balik dari Jakarta? Kok lo bisa tahu letak kampus ini? Gimana kabar om dan tante?" tanya Ando berturut-turut.

"Apa sekarang aku sudah kembali ke asalku?" gumam Delina lirih.

Delina menoleh juga ke arah Zulfan dengan rasa bersalah.

"Aku kira kau adalah Kevin, tapi sepertinya, aku sudah kembali lagi ke asalku sekarang."

Zulfan menatap bingung pada Delina lantas meminta Rey untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sudah terjadi.

"Fan, Ndo, gue beneran kagak tahu apa-apa. Tadi ni cewek bahkan ingin loncat dari sini. Dia bilang kalau tempat ini bukanlah tempatnya. Lo pikir gue paham? Kagak, bro ..., gue kagak paham maunya dia apa," keluh Rey.

Saat keempat orang itu sedang dalam kebingungan, tiba-tiba sinar ajaib datang dari pintu rooftop. Sebuah lubang hitam terbentuk dan membuat seseorang datang dari balik lubang itu. Tak hanya satu, mereka bahkan melihat tiga orang pria berwajah serupa berdiri di hadapan mereka.

"KALIAN SIAPA DAN TUJUAN APA YANG MEMBUAT KALIAN MENCULIK DELINA? LEPASKAN DELINA SEKARANG JUGA!!" teriak pria yang memiliki wajah sama persis dengan Rey.

"HEH!! HARUSNYA GUE YANG TANYA SAMA LO, LO ITU SAPA, LALU KENAPA DATANG KE SINI DAN KENAPA LO TERIAK PADA KAMI BERTIGA. LO ALIEN 'KAN?!" balas Ando tak mau kalah.

Zulfan yang melihat kegaduhan itu lantas berusaha untuk menghentikan perkelahian dan menahan tubuh Ando agar tak menonjok wajah pria yang mirip Rey dengan sembarangan.

"Lebih baik kita bicarakan hal ini pelan-pelan. Gue kagak paham dengan semua hal ini. Untuk itu, gue ingin kita berkenalan dulu. Nama gue Zulfan Berwynn, panggil aja Zulfan. Sebelah gue ada Ali Viando Zonar, panggil aja Ando dan yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang itu adalah Reyza Zildan Brasdan, dia anak dari keluarga Brasdan dan panggil aja Rey. Bisakah kalian juga memperkenalkan diri?"

Pria berwajah sama dengan Zulfan lantas mengangguk.

"Maafkan kedatangan kami yang sangat mendadak dan tak masuk akal ini, Zulfan. Sebelumnya, saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya Kevin Anayata, sebelah saya Syam Hersanto dan pria yang sedang bertengkar dengan Ando adalah Raksa Chandrata. Kami datang ke sini untuk membawa Delina kembali karena tempatnya bukanlah di sini," jelas Kevin panjang lebar.

Ando menatap sepupunya dengan banyak pertanyaan dan membuat gadis itu menggelengkan kepala.

"Aku bukan Delina, aku Najwa, sepupu Ando. Selama ini, kalian bertiga berkata bahwa aku depresi sampai lupa dengan segalanya. Bukankah sudah aku katakan dari awal jika aku adalah Najwa. Kalian bertiga membawaku dalam kehidupan yang sulit untuk aku pahami. Sekarang, aku sudah kembali walau sempat aku berpikir bahwa usahaku untuk kembali telah gagal. Jika kalian ingin mencari Delina, KENAPA KALIAN MENGIKUTIKU SAMPAI KE SINI? AKU BUKAN DELINA, AKU ADALAH NAJWA!!"

Ando nenatap sinis ke arah Raksa dan kedua temannya.

"Kalian sudah dengar? Selama ini, kalian membawa orang yang salah. Sepupu yang aku kira masih ada di Jakarta, ternyata bahkan baru saja mengalami kejadian yang mengerikan. Pergilah dan tolong jangan ganggu sepupuku lagi," ucap Ando sambil menatap tak suka pada Raksa.

Najwa memeluk Ando dan menyembunyikan wajahnya dalam dekapan sepupunya dan membuat Kevin merasa sangat bersalah.

"Maafkan kami, karena selama ini tak mendengar ucapanmu, Najwa. Kami sangat menyayangi Delina sampai kami tak mau mendengarkan tentang kebenaran Najwa. Kami akan segera pergi dari sini. Sekali lagi, maafkan kami ...," ucap Kevin dengan sedih.

Kevin menarik Raksa yang masih memandang tajam Ando dan Syam yang sedari tadi diam menyimak tanpa berniat untuk membicarakan apapun.

"Tunggu dulu, Kevin ..., sebelum pergi, bolehkah gue tanya, kemana kalian akan mencari Delina? Gue kagak pingin kejadian penuh tekanan ini menghampiri orang lain yang berwajah sama dengan Najwa dan Delina. Kalian masih ingat tentang kapan terakhir kalian melihat Delina? " ucap Rey yang membuat Kevin menghentikan langkah.

Kevin berbalik dan menatap Rey dengan sedih.

"Lima tahun yang lalu, kami berempat berencana untuk pergi ke pantai. Tapi, tiba-tiba, kecelakaan menimpa kami dan membuat kami masuk ke dalam sebuah jurang. Sejak saat itu, kami menemukan Najwa di tempat yang tak jauh dari pantai. Aku mengira bahwa dia adalah Delina dan karena itu kami mencoba untuk tak mendengarkan ucapan Najwa saat protes kepada kami."

Najwa mengernyitkan dahi, bukankah waktu itu ketiga pria itu yang menculiknya saat berada di hotel, lalu mengapa sekarang mereka bilang bahwa bertemu di dekat pantai?

Rey mengangguk paham dan mulai mengerti mengapa selama setahun ini, kesalahpahaman itu terjadi.

"Sepertinya, Delina masuk ke alam dimensi yang lain. Seperti halnya dengan peristiwa yang baru saja kalian alami. Jika dibutuhkan, kami bertiga akan ikut juga untuk membantu kalian agar dapat menemukan Delina," tawar Rey yang membuat Ando mendelik kurang suka.

"Untuk apa kita membantu tiga pria itu, Rey? Bagaimana dengan keadaan kita di sini. Lo, kagak mikir sampe situ?" tanya Ando.

Rey menoleh ke arah Ando dan tersenyum manis.

"Raksa dan Syam bisa menggantikan posisi kita berdua untuk sementara waktu. Lagipula, gue yakin kalau untuk masalah itu, Kevin bisa membereskannya," jawab Rey.

Kevin tersenyum dan mengangguk dengan penuh antusias.

"Gue juga mau ikut dalam petualangan ini, Rey. Kalau Ando kagak mau ikut, kita pergi berdua saja," sela Zulfan.

Kevin tersenyum tipis, "Kalian bertiga bisa ikut semua karena Syam dan Raksa akan menjaga Najwa saat kalian bertiga pergi bersamaku untuk mencari Delina. Hanya saja, mungkin Zulfan harus membuat alasan agar bisa pergi tanpa banyak orang yang mencurigainya," terang Kevin.

Mata Kevin berpendar merah saat menatap Najwa dan membuat gadis itu menganggap itu adalah alarm bahaya baginya.

Najwa melepaskan pelukan Ando dan berkata, "Zulfan bisa membuat alasan kalau dia ingin pergi ke Jakarta bersamaku. Takkan ada orang yang akan curiga, jika Zulfan sebenarnya tak ada di sini."

Kevin mengangguk sekali lagi dan menatap Najwa dengan perasaan bersalah yang dibuat-buat.

"Jadi, kapan kita akan memulai petualangan ini?" tanya Ando memastikan.

Kevin tersenyum, "Kita bisa melakukan perjalanan ini sekarang juga. Apa kalian bertiga sudah siap?"

Ando, Rey, dan Zulfan mengangguk secara bersamaan. Kevin kemudian membuat lagi lubang hitam untuk teleportasi ke tempat tujuan mereka. Kali ini, mereka akan mendatangi terlebih dahulu jurang yang membuat semua kejadian aneh ini berawal untuk memastikan sekali lagi, di mana Delina yang sebenarnya.

Flashback End.

*****

Halo guys, aku dan Gadistina telah kembali.

Maap ya kemarin kita kagak up bab baru 😥

Untuk Gadistina semoga kamu lekas membaik 😘

Jan lupa buat tetap stay di sini ya 😉

Love from me & Gadistina to all readers 💕💕💕💜💜💜


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top