09 -- Kecurigaan 2

Pagi hari telah tiba dan sinar matahari sudah mulai masuk ke dalam celah-celah kamar Rey.

Zulfan bangun lebih dulu dan mengerjapkan mata karena merasa silau dengan sinar yang menerpa penglihatannya.

"Ndo, Rey, bangun ..., ini udah pagi, bangun bro ..."

Ando menghempas tangan Zulfan yang mendarat di pipinya dan menutup wajah dengan menggunakan selimut. Sementara Rey langsung bangun ketika korden dibuka oleh Zulfan.

"Udah pagi, ya?" gumam Rey dengan masih setengah sadar.

Zulfan mengangguk pelan dan beranjak dari kasur, lalu pergi ke kamar mandi.

"Ndo, bangun woy ..., ini dah pagi, bangun ...,"

Ando bergumam tak jelas, ketika Rey sudah menarik selimut yang dipakai olehnya.

"Ndo, bangun bro, Tante Joe sedang memelototi lo, bangun woy ..."

Ando tersentak kaget, lalu mencari-cari di mana sosok ibunya dan membuat Rey terkikik geli.

"REY!!"

Ando bangun dari ranjang dan langsung memiting kepala Rey dengan wajah yang terlihat kesal.

"Ampun, Ndo ..., lepasin gue sekarang juga, lo sih disuruh bangun aja sulit. Lepasin, Ndo,"

Kedua pemuda itu terlihat fokus saat tengah saling mengganggu, bahkan sampai saat Zulfan keluar dari kamar mandi.

"Lekaslah pergi ke kamar mandi, Ndo, Rey. Gue nggak mau bermasalah lagi dengan Bu Celine. Dia nyebelin pake banget," tegur Zulfan sambil melempar handuk yang ia pakai ke arah Rey.

Rey menangkap handuk itu, lalu buru-buru lari ke kamar mandi.

"Terakhir kali, kita dapat tugas apa dari Bu Celine, Fan?" tanya Ando dengan heran.

Zulfan menghela napas, "Kita disuruh membuat laporan tentang perbandingan pendidikan yang ada di perdesaan dan juga perkotaan. Kita masih punya waktu sebulan, walau gitu, kita harus tetep masuk di kelasnya Bu Celine. Dia bakal ngamuk dan nambah tugas, kalo kita nggak berangkat dengan alasan tugas darinya," jelasnya.

Ando mengangguk paham, lalu bangun memilih merapikan kasur sembari menunggu Rey.

.
.
.

"Di mana kita pergi untuk mengamati perdesaan? Gue bingung ...," keluh Ando sambil mengaduk-aduk es teh dengan lesu.

Zulfan menggedikan bahu, sambil memakan bakso yang sudah ia pesan, sementara Rey tak menjawab pertanyaan Ando yang terdengar pasrah di telinganya.

Rey menyangga dagu dan justru membayangkan siapa pelaku dari kasus peledakan di Las Vegas.

"Bagaimana kalau pergi ke Jogja? Tempat itu adalah tempat kelahiran dari Tante Ririn. Kita bisa mengerjakan tugas sekaligus menyelidiki keberadaan Delina. Bukankah, ketika terakhir kali saat melihat kejadian di masa lalu, melalui alat yang diciptakan Tante Ririn, kita melihat Delina bertemu dengannya ketika masih kecil?" saran Zulfan tiba-tiba.

Ando yang sudah terlihat pasrah dengan keadaan, kini memajukan tubuh karena tertarik dengan saran dari Zulfan.

"Rey, apa kau setuju dengan saran dariku?" tanya Zulfan.

Rey mengernyitkan dahi karena bingung. "Lo bicara apa?" tanyanya.

Zulfan menepuk dahinya, lalu tersenyum. "Kita bakal pergi ke tempat kelahiran Tante Ririn untuk tugas dan juga mencari tahu tentang Delina. Siapa tahu kita bakal nemu petunjuk di sana. Mungkin dimensi waktunya berbeda, tapi semoga saja kita nemu sesuatu yang penting," jelasnya.

Rey mengangguk dan setuju dengan saran dari Zulfan. Dia berharap agar masalah ini akan segera selesai.

.
.
.
.

Flashback

Najwa menatap ketiga pria gila yang telah membawanya ke tempat asing dengan jengah. Mereka mengatakan kalau dia adalah sebuah robot yang rusak karena terbentur terlalu keras saat kecelakaan menimpa mereka. Karena itu, sekarang dia sedang berada di pusat perbaikan Robot AI. Entah sudah berapa lama dia dikurung. Ngomong-ngomong tentang makan dan kebutuhan lain, ketiga pria itu menyediakan semua keperluannya karena mengira bahwa peng-upgrade-an terakhir Delina telah membuatnya berubah menjadi seorang robot yang hampir 100% menyamai manusia normal. Entahlah, tapi Najwa berharap agar dia bisa segera pergi dari tempat aneh ini.

"Tunggu dulu, kecelakaan telah menimpa Delina? Kalau begitu, itu artinya, gadis kecil yang bertemu denganku beberapa waktu lalu, sebenarnya adalah robot yang selama ini dicari oleh ketiga pria itu. Wah!! Amazing ...," ucap Najwa bermonolog.

Ketika Najwa sedang fokus untuk mengingat-ingat semua hal yang selama ini terlewatkan olehnya, seorang wanita datang dengan membawa banyak alat aneh yang tidak Najwa ketahui namanya.

"Nona, apakah kau percaya kalau aku adalah seorang manusia? Ketiga ilmuwan itu sudah salah paham dan mengira bahwa diriku adalah robot. Nona, tolong bantu aku agar bisa segera keluar dari tempat ini. Bisakah anda membantu?" ucap Najwa dengan penuh harap.

Wanita itu menatap Najwa dengan tak yakin. "Hal apa yang dapat membuatku yakin kalau kau adalah seorang manusia?" tanyanya.

Najwa menghela napas dan tersenyum pasrah. "Hal apa yang tak dimiliki oleh sebuah robot AI dan hanya dimiliki oleh seorang manusia?" ucapnya balik bertanya.

"Secanggih apapun teknologi dibuat, semirip apapun robot dibuat untuk menyamai manusia, tak ada yang dapat membuat robot dengan organ dalam yang sama dengan manusia. Kau dapat membuktikan bahwa kau adalah manusia, caranya adalah melakukan pemeriksaan dengan menggunakan sinar X-ray. Kalau kau manusia, organ tubuhmu juga akan terlihat sama dengan para manusia," jelas wanita itu.

Najwa mengangguk paham, "bagaimana aku akan keluar dari ruangan ini, Nona?" tanyanya khawatir.

"Aku yang akan membawamu keluar, jika kau sudah siap untuk pergi. Namaku Anne dan siapa namamu yang asli?"

Najwa berkedip lambat dan sedikit bingung. Bukankah seharusnya Anne tak membantunya pergi?

"Nona Anne, ketiga pria itu adalah orang yang menyuruhmu untuk 'memperbaiki' diriku. Mengapa kau mau membantuku untuk pergi dari hadapan mereka? Kita bahkan baru saling mengenal. Ngomong-ngomong, namaku adalah Najwa," ucap Najwa dengan bingung.

Anne tersenyum sambil melepas satu-persatu rantai yang mengekang gerakan Najwa.

"Apa kau tak sadar, jika selama ini kau terlihat begitu menyedihkan? Pikiran dari ketiga pria itu membuatku tak habis pikir. Kau tahu? Setelah mereka kembali ke sini, aku melihat mereka jadi orang yang semakin bodoh. Mereka adalah ilmuwan tahun 2030 yang paling luar biasa, namun sekarang beberapa waktu lalu, mereka berubah total. Sepertinya, kerusakan memori di dalam otak mereka sudah terlalu parah. Aku tak mau kau menjadi korban dari percobaan gila mereka yang lain. Mereka mencoba untuk mengutak-atik kehidupan seseorang di dimensi lain dan itu semakin meresahkan, jika tak segera aku hentikan," jelas Anne.

Najwa mengernyitkan dahi dan semakin pening, ketika fakta lain bermunculan.

"Apa mereka bukanlah seorang manusia?"

Anne tersenyum tipis, "manusia ataupun robot, aku bahkan tak dapat memahami mereka dengan benar. Kadang aku melihat mereka seperti sebuah robot yang tak punya perasaan, kadang aku melihat mereka seperti seorang manusia yang bijak. Dari sekian banyak orang yang mereka kenal, Han Brasdan dari dimensi lain adalah orang yang dapat memahami mereka dengan lebih baik dari orang yang ada di dimensi ini. Kisah pria itu bahkan cukup terkenal di sini. Robot ciptaannya bersama beberapa orang yang lain adalah hasil dari persahabatannya bersama ketiga ilmuwan itu. Aku tak mengira kalau sekarang mereka menjadi semakin lemah," jelasnya.

Najwa beranjak dari ranjang pasien dan hampir saja ambruk, jika Anne tak menahan tubuhnya.

"Waktu yang ada di dimensi ini, berjalan jauh lebih cepat dari yang ada di duniamu, Najwa. Satu bulan di sini sama dengan satu tahun di duniamu. Kau bahkan sudah terkurung hampir dua bulan di sini. Selama itu, mereka tak pernah membiarkanmu untuk keluar dan menemui siapapun bahkan sampai membuatmu begini. Bersabarlah, Najwa ..., kau akan segera mendapatkan kebebasanmu, jika kau sudah tak kurus seperti ini."

Najwa tersenyum haru, ketika Anne mengatakan sebuah fakta lagi padanya.

Apa dia akan berhasil untuk kabur?

.
.
.
.

Dimensi lain ...

"Kakak Cantik, kenapa kau tak pernah mau makan dari pemberianku? Kakak tak lapar?" tanya Ririn.

Ansabella tersenyum kecil, lalu menunjuk ke arah matahari yang sedang bersinar terik.

"Sinar matahari adalah makananku, kau tahu 'kan bahwa aku adalah sebuah robot? Aku hanya sedikit bermasalah, jika sudah berhubungan dengan air."

Ririn mengangguk kecil dan tersenyum lebar ketika melihat pendar biru di mata Ansabella, apabila robot itu tengah dalam suasana yang tenang dan mellow.

"Kak, hari ini aku akan mendaftar ke SLTP. Aku deg-degan sekali, Kak," ucap Ririn dengan penuh antusias.

Ansabella mengacak rambut Ririn sebentar. Robot itu lantas berdiri dan mengambil baterai cadangan yang sudah terisi penuh. Ia bisa menggunakan baterai itu, jika cuaca sedang mendung.

Ririn menatap padi yang sedang dia jemur di halaman rumah sambil mengawasi agar ayam-ayam tetangga tak datang dan mematuk padi yang sudah ia jaga.

Ayah dan ibunya memang selalu memberikan uang dalam jumlah banyak agar digunakan untuk keperluan Ririn, tapi gadis itu tak bersantai-santai demi hanya menunggu kiriman uang. Dia gadis periang dan memiliki semangat yang tinggi.

"OYY AYAM, BERHENTI!! JANGAN LARI!!"

Ririn yang sudah sejak tadi mengawasi seekor ayam jago yang fokus mengobrak-abrik padi yang ia jemur, kini berlari cepat untuk mengejar 'si pengacau' sambil membawa sebatang pohon singkong yang sudah dia kupas kemarin siang.

Kelakuan random Ririn membuat mata Ansabella berpendar biru karena merasa terhibur.

"Bella, Bibi udah buatin makanan buat Ririn dan sudah menyiapkan kamarmu agar kau bisa segera tidur. Bibi rasa mesin di tubuhmu sudah sangat panas, karena tadi pagi kau membantu kami untuk memisahkan padi dari tangkainya. Pergilah tidur setelah kau sudah membawa Ririn masuk ke dalam rumah."

Ansabella tersenyum, lalu mengangguk dan kembali menatap tingkah random Ririn.

"Kak Bella, bantuin Ririn dong. Kakak bisa nangkep tu ayam, nggak? Aku dah kesel, kalo tiap hari ngejar tu ayam. Pengen ku goreng aja rasanya," keluh Ririn sambil terengah-engah ketika menghampiri Ansabella yang duduk sambil menunggu baterai terakhir yang dayanya belum terisi penuh.

Ansabella tersenyum, lalu berdiri dan menghampiri seekor ayam jago yang sedang mencoba untuk mengobrak-abrik padi di sebelah kanan rumah. Robot itu mengarahkan telunjuknya dan secara seketika ayam jago itu pun sudah terjaring secara otomatis. Dia mengambil ayam jago yang sudah berada di dalam wadah khusus dan segera memberikannya pada Ririn.

Ririn tersenyum lebar dan menerima pemberian Ansabella dengan senang hati.

"Kalo bukan karena kamu ayam kesayangan Pak Parjo, udah aku goreng kamu hari ini juga," gumam Ririn sambil berjalan ke arah rumah salah satu tetangganya dengan membawa ayam jago yang sejak tadi ia buru.

Ansabella menatap Ririn dengan tatapan yang sulit diartikan. Robot itu mengelus kalung titanium berliontin bintang yang ia pakai dengan penuh perasaan.

"Mamah Ririn, aku harap kali ini, aku dapat menjaga dirimu dengan baik dan bisa mempertemukanmu dengan Papah Brasdan," gumam Ansabella yang membuat pendar matanya berganti warna dengan kuning pucat.

*****

Hallo guys, aku kembali lagi dengan bab baru 😊

Maaf ya, kalo part ini mungkin terlihat membosankan 😪

~~Mphii 💜💜💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top