04 -- Petunjuk baru
Rey kembali melihat potongan koran yang ada di tangannya. Ada rasa kecewa, rindu sekaligus kesal pada dirinya.
Ando dan Zulfan juga sangat kaget setelah mendengar penjelasan Mama Ririn yang lebih mirip seperti cerita dalam novel sci-fic.
Sosok Brasdan yang lembut juga sangat menyayangi Rey, berubah menjadi seseorang yang kasar. Hal itu membuat Rey berbalik untuk membenci sosok pria itu. Namun, ia salah besar, orang yang selama lima tahun ini ada di rumah mereka bukanlah Papa Brasdan, tetapi hanyalah sebuah robot yang diciptakan sampai menyerupai manusia untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh pemiliknya. Sosok penting dalam hidup Rey bahkan sudah pergi untuk selama-lamanya, namun mengapa Rey baru mengetahuinya sekarang?
"Rey ..." ucap Ando seraya mengelus bahu kiri Rey yang justru ditepis begitu saja olehnya.
Rey masih belum bisa mencerna apa yang dijelaskan Mama Ririn. Kenapa hal sebesar ini harus disembunyikan darinya sampai selama ini? Mamah tercinta yang selama ini sangat menyayanginya, bahkan membiarkan puteranya dipukul oleh sebuah robot sampai selama ini juga? Seriously ...
"Rey, sekali lagi, Mamah minta maaf, Sayang! Ini semua demi kebaikan kita, kebaikan kamu dan kebaikan perusahaan!" kata Mama Ririn yang berusaha untuk menjelaskan pada Rey agar dia mengerti.
Tanpa menjawab penjelasan Mama Ririn, Rey memilih pergi meninggalkan ruang kerja ayahnya untuk menuju ke kamarnya dan menutup pintu rapat rapat.
"Ando, Zulfan ...," panggil Mama Ririn kepada Ando dan Zulfan yang masih menatap kepergian Rey dengan rasa iba.
Merasa namanya di panggil, Ando dan Zulfan langsung mengedarkan pandangannya pada Mama Ririn.
"Iya, Tante," jawab mereka bersamaan.
"Tante tau, kalau kalian adalah sahabat Rey dan tanpa Tante suruh pun, kalian pasti akan merahasiakan hal ini, 'kan?" tanya Mama Ririn yang berharap pada kedua sahabat Rey agar bisa menyimpan rahasia yang sudah lima tahun dia jaga.
"Pasti, Tante, kita nggak mungkin emberin rahasia Tante ke orang lain," jawab Zulfan.
"Ando juga janji, Tante, nggak akan bilang hal ini ke siapapun," sela Ando.
Mama Ririn pun mengangguk paham dan percaya dengan apa yang kedua sahabat Rey katakan. Mama Ririn menghapus paksa air mata yang turun begitu hingga membasahi kedua pipinya.
"Rey sangat beruntung karena dia punya sahabat seperti kalian," puji Mama Ririn sambil tersenyum haru.
"kita juga beruntung, Tante, karena punya sahabat seperti Rey," timpal Zulfan dengan jujur.
Mama Ririn menghela napasnya yang terasa sesak dan menundukkan kepala sambil merenungkan kesalahan yang sudah ia perbuat. Hati Rey terkadang cukup sensitif, jika sudah menyangkut orang-orang yang ia sayang dan wanita itu pikir rahasia ini telah membuatnya terluka.
Melihat kondisi Mama Ririn yang sedang tidak baik, Zulfan dan Ando pun pamit untuk pulang agar dapat memberi ruang pada anak dan ibu itu untuk sementara waktu.
"Kalau gitu, kita pamit dulu, ya, Tante?" pamit Zulfan pada Mama Ririn.
Mama Ririn masih tak merespon ucapan Zulfan, seolah tak mendengar apapun.
"Tante," panggil Ando dengan nada biasa namun terdengar lebih kencang di dalam keheningan.
Zulfan langsung memukul pundak kanan Ando. "Nggak sopan banget sih, Lo!" omel Zulfan.
Panggilan dari Ando membuat Mama Ririn terlepas dari lamunannya.
"Iya, ada apa? Kenapa?" sahut Mama Ririn bingung.
"Nggak kok, Tante, kita cuma mau izin pulang," jelas Zulfan lembut.
"Oh gitu, nggak mau minum atau makan dulu gitu? Tante buatin bentar, ya," kata Mama Ririn yang hendak melangkahkan kaki keluar dari ruang kerja suaminya.
"Nggak usah, Tante, ini kita udah harus pulang kok, Tante," tahan Zulfan.
"Tapi kalau air putih nggak papa kok, Tante. Oh ya, sama roti selai kacangnya juga boleh, Tante," kata Ando dengan polosnya yang langsung membuatnya mendapat injakan kaki dari Zulfan.
"Oh, yaudah, bentar Tante buatin, ya," kata Mama Ririn yang sudah akan melangkah keluar.
"Enggak, enggak, Tante ..., ini Zulfan ditelepon Mamah, jadi harus cepet pulang karena katanya ada hal penting yang harus Zulfan lakuin," jelas Zulfan dengan berbohong.
"Oh gitu, yaudah salam buat mamah kamu, ya. Tante minta maaf karena belum sempet buatin kalian apa apa," kata Mama Ririn semakin lirih.
"Iya, Tante, kita pamit dulu," izin Zulfan sambil menyalami tangan mama Rey.
"Iya, hati-hati, ya ..."
.
.
.
"Lo aneh deh, Fan, ditawarin minum sama makan malah ditolak, 'kan lumayan tuh," omel Ando ketika mereka sudah keluar dari gerbang rumah Rey.
"Lo, jadi orang kok tolol banget sih, Ndo! Keluarganya Rey tu sekarang lagi berduka ..., paham dikit, dong!" balas Zulfan sinis.
"Mana kaki gue rasanya kayak mau copot pas tadi lo injek," keluh Ando sambil berjongkok dan mengelus pelan kakinya yang tadi diinjak oleh Zulfan.
"Lagian, lo nya juga, nggak ada pinter pinter nya!" cerca Zulfan.
"Puas lo, nyakitin gue!" balas Ando tak mau kalah.
Zulfan mendengkus geli, ketika melihat raut wajah Ando yang sengaja dibuat-buat. Bukannya lucu, tapi malah terlihat menggelikan di matanya.
"Fan, papahnya Rey keren ya! Gue jadi pengen juga deh punya papah model robot gitu," ujar Ando tiba-tiba.
Zulfan menyipitkan matanya dan mendaratkan sebuah tamparan kecil di kepala Ando dengan wajah yang sudah terlihat kesal.
"Aisssh ..., sakit begooo," keluh Ando setelah mendapatkan sebuah pukulan dari Zulfan.
"Lo bodohnya keterlaluan banget sih, Ndo! Apa enaknya coba, punya papah robot! Lo nggak inget kalo kemarin pipinya Rey aja sampe bengkak pas abis di pukulin tu robot gegara bolos sekolah!" ucap Zulfan mengingatkan.
"Fan, lo pengen nggak sih, punya istri robot? 'kan enak, istri lo nanti nggak bakal punya rasa capek," tanya Ando kembali dengan kepolosannya.
Zulfan menyibak rambut ke belakang dan berkacak pinggang sambil menatap Ando. "Pertanyaan lo makin ke sini makin nggak waras deh, Ndo!"
Ando tersenyum cukup lebar ketika mendengar omelan Zulfan.
Hanya saja ...
"Fan, Btw, ini kita pulangnya gimana, ya?" tanya Ando yang baru menyadari kalau keberadaan mereka di depan pagar rumah Rey yang justru mirip seperti gembel.
"Iya, yah, kita 'kan tadi ikut mobilnya Rey! Sekarang, gimana dong pulang nya? Mana sekarang ponsel gue mati," keluh Zulfan menimbang-nimbang ponselnya yang mati.
"Malam malam gini juga pasti nggak ada taksi, 'kan, Fan," tambah Ando dengan nada yang lirih.
Rumah Rey memang agak jauh dari jalan raya dan itu membuat mereka susah untuk mencari taksi apalagi malam-malam begini tanpa dengan memesannya lebih dulu.
"Ponsel lo masih nyala, 'kan, Ndo, pesen taksi online, gih!" suruh Zulfan.
Ando mengangguk, lalu mengeluarkan ponsel. Baru saja dia menyalakan layarnya dalam waktu tiga detik, tiba-tiba layarnya langsung mati.
"ARGHHH ...," teriak Zulfan dan Ando secara bersamaan.
"Nasib kita kok hari ini kayak gini banget, ya?" keluh Ando sambil menatap sedih ponselnya.
Zulfan menghela napas dan berharap semoga pertolongan segera datang pada mereka.
"Gimana kalau kita masuk lagi aja, Fan. Kita bilang ke Rey atau ke Tante Ririn, kalau kita nggak bisa pulang karena nggak ada transportasi ..., kali aja mereka nyuruh supir mereka buat anterin kita pulang," saran Ando.
"Alternatif lo nggak keren, Ndo!" tolak Zulfan.
"Terus kita harus apa?! Rumah gue sama lo 'kan jauh! Masa iya, kita jalan!" protes Ando.
"Yup, betul, kita jalan aja!" ujar Zulfan sambil menjentikkan tangan tanda setuju.
Pemuda itu langsung berjalan meninggalkan Ando tanpa lebih dulu mendengar persetujuan dari sahabatnya. Ciri-ciri temen laknat ...
Ando merengut, namun ia tetap mengejar Zulfan yang sudah lebih dulu jalan di depannya.
"Tahun depan kita baru sampai ke rumah, Fan!" teriak Ando sambil berlari kecil untuk mengikuti Zulfan dari belakang.
Zulfan tak menghiraukan Ando dan tetap melangkah agar cepat sampai di rumah. Hari ini dia sudah begitu lelah untuk menghadapi Ando yang kadang menyebalkan dan kekanak-kanakan.
"Fan, katanya lo tadi di telepon mamah lo, emang iya?" tanya Ando lagi.
Zulfan masih diam.
"Fan,"
"Nggak, Ndo, tadi gue cuma cari alesan yang pas aja!" akhirnya Zulfan menjelaskan.
Mereka sudah berjalan cukup jauh dan merasa sangat lelah.
"Fan, lihat deh, jam segini gerobak nasi goreng itu masih buka!" tunjuk Ando ke arah sebuah gerobak nasi goreng yang masih cukup ramai.
Zulfan menghentikan langkahnya, lalu melihat ke arah yang yang di tunjukan Ando, Zulfan pun melirik jam di tangannya.
"Udah jam dua lewat empat puluh lima menit sih, Ndo."
"Lo punya duit nggak, Fan?"
Zulfan lalu meronggoh kantong celana untuk mengambil dompetnya.
"Ada sih, Ndo!" jawab Zulfan setelah melihat isi di dalam dompetnya.
"Ya iyalah, masa seorang Zulfan Berwynn nggak punya duit?! Apa kata dunia?!" ejek Ando.
"Bilang aja lo mau minta traktir!" tuduh Zulfan yang memang benar adanya.
Ando meringis karena Zulfan langsung dapat menebak jalan pikirannya sekarang.
Mereka lalu memutuskan untuk mendekati gerobak nasi goreng yang cukup ramai itu. Ternyata penjual nasi goreng itu adalah dua orang wanita cantik dan semua pembeli di sini adalah para pria.
Zulfan sedikit heran dengan penampakan itu, lain halnya dengan Ando yang begitu menikmati penampakan yang ada.
Tak menunggu waktu yang lama, pesanan mereka berdua pun datang.
Kedua pemuda itu makan dengan begitu lahap karena begitu lapar dan haus setelah tenaga mereka banyak terkuras karena baru saja mendapatkan fakta yang begitu mengejutkan dari Keluarga Rey, di tambah lagi, perjalanan yang cukup jauh dengan jalan kaki, membuat mereka banyak mengeluarkan energi.
Setelah makan, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak, tiba-tiba Ando tertawa terkikik sambil melihat sebuah foto di tangannya.
"Foto siapa, Ndo?" tanya Zulfan
"Lihat deh, Rey ternyata punya sisi jeleknya juga ya!" Ando menunjukan foto masa kecil Rey saat giginya masih ompong dengan wajah yang kusam, sangat jauh berbeda dibanding dengan penampilan Rey yang sekarang.
Zulfan melihat foto milik Rey yang Ando ambil dari album foto. Dia hanya tersenyum tipis, tidak seperti Ando yang terlihat norak di matanya.
"Bisa-bisanya lo ambil tu foto tanpa izin, Ndo!" komentar Zulfan.
"Abisnya tadi gue belum puas liat foto foto masa kecil Rey!"
"Yang di samping Rey itu siapa ya, Ndo?" tanya Zulfan saat melihat gadis kecil yang berfoto bersama Rey.
"Sepupunya kali!" jawab Ando enteng.
"Setahu gue, Rey nggak punya sepupu cewe, deh!" elak Zulfan.
"Ya ampun, Fan, bisa aja tetangganya, anak temen mamahnya, temennya waktu kecil atau siapa pun, lo kepo banget, sih!"
Zulfan memutar bola matanya karena malas menanggapi omongan Ando.
"Lo yang bayar ya, Ndo, nih," perintah Zulfan sambil memberikan selembar uang seratus ribu rupiah pada Ando.
Ando langsung mengambil uang yang di berikan Zulfan, kemudian membayarnya pada penjual nasi goreng.
"Nih, Neng, kembaliannya ambil aja, ya!" kata Ando sedikit menggoda.
"Maaf, Mas, tapi ini uangnya kurang," jawab salah satu penjual nasi goreng dengan wajah yang datar.
Ando yang mendengarnya, langsung menganga dengan tidak elitnya.
'Masa iya, cuma tiga porsi nasi goreng tambah dua gelas es teh, bayarnya lebih dari seratus ribu? Ah, kurang dikit kali ya!' pikir Ando dalam hati.
"ZULFANN!! ...," teriak Ando sambil melambaikan tangan mengisyaratkan pada Zulfan yang menunggunya tak jauh dari gerobak nasi goreng, untuk segera mendatanginya.
"Kurang Fan!" kata Ando.
"Yaudah, kurang berapa?" tanya Zulfan santai.
"Satu juta," jawab wanita itu dengan nada yang datar.
Ando dan Zulfan langsung terbelalak kaget ketika mendengar nominal uang yang disebutkan oleh wanita itu.
"Yang bener aja, Mbak!" kata Zulfan sedikit emosi.
"Iya, Mas, emang bener!" sahut wanita itu tak terima.
"Sebenarnya, Mbak, jual nasi goreng apa jual diri, sih? Kok mahal banget?!" tanya Zulfan sedikit ngegas.
Pria berwajah sangar yang duduk di kursi, lantas langsung memberikan tatapan menyeramkan pada Ando dan Zulfan.
"Udah, Fan, bayar aja, deh! Dari pada kita habis di sini!" perintah Ando yang takut saat melihat tatapan dari pria itu.
Zulfan lalu mengambil semua uang yang ada di dompetnya dan memberikannya pada wanita itu dengan wajah yang masam, kemudian bergegas pergi dari tempat itu.
Karena Zulfan terlihat begitu emosi, Ando memilih untuk diam, sampai akhirnya mereka sampai juga di rumah Zulfan.
"Lo nginep di sini aja, Ndo, gue cape banget buat nganterin lo," ujar Zulfan masih dengan muka masamnya.
Ando memilih untuk mengiyakan permintaan Zulfan karena ia sudah merasa begitu lelah. Mereka bahkan tidur tanpa berganti baju.
Rey, Zulfan, dan Ando, sedang duduk santai di atas rooftop sambil membicarakan banyak hal. Namun, tiba-tiba sebuah black hole muncul dari arah barat dengan membawa Kevin, Raksa, dan Syam di dalamnya.
"Sudah ketemu petunjuknya?" tanya Kevin.
Rey, Ando, dan Zulfan menggelengkan kepala dengan wajah yang muram.
Sementara, Ando justru terlihat masih memegang sebuah foto yang dia ambil dari foto album masa kecil Rey.
Karena angin yang begitu kencang, foto itu terlepas dari tangan Ando, lalu terbang dan justru jatuh tepat di hadapan Raksa.
Raksa kemudian mengambil foto yang jatuh tepat di bawah kakinya dengan bingung.
"Itu foto milik Rey waktu dia masih kecil," jelas Ando.
Raksa terpaku sebentar sebelum senyumnya terpatri dengan begitu manisnya.
"Delinaku terlihat sangat cantik ketika masih kecil," ucap Raksa tiba-tiba.
Raksa kemudian menatap Rey dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Ando dan Zulfan langsung terbangun secara bersamaan. Mereka saling menatap dan berkedip pelan. Damn it, mereka akhirnya mendapatkan sebuah petunjuk baru lagi!!
Ando buru-buru merogoh foto yang ia simpan di kantong jaket dan memberikannya pada Zulfan.
"Jadi ...," gumam kedua pemuda itu secara bersamaan.
"Foto ini adalah foto Rey dengan Delina?!"
Zulfan membalik foto tersebut dan menatap tanggal yang tertulis di pojok bawah foto.
The day before dad went to las vegas
Zulfan dan Ando mendelik kaget, lalu saling menatap dengan pandangan yang horor.
Fakta macam apa ini? Seriously?
*****
Hai Readers, gimana part baru nya 😊
Semakin penasaran? 🤣
Btw, jangan lupa buat vote dan comment biar kami berdua lebih giat buat nulis 😆😆😗
Love from Gadistina to all readers 💜💜💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top