02 -- Hanya sebuah mimpi atau?


"Sayang, sayang ..., ayo bangun ...," panggil mama Rey seraya menggoyang goyangkan tubuh Rey agar segera bangun dari tidurnya.

"Mamah, ngapain ikut ke sini?" tanya Rey ketika bangun dari tidur nya dan ia terkejut hingga sampai menjauhkan tubuh nya dari sang Mama.
Mama Ririn -- nama ibu Rey, yang melihat anaknya bangun dengan keadaan tidak biasa pun jadi merasa sedikit heran.

"Apasi Rey, kamu kenapa sayang? Kok sampe keringetan basah gini?" Mama Ririn pun mendekati Rey seraya mengusap keringat yang keluar dari pelipis anaknya.

"Mah, ini Rey beneran di rumah?" tanya Rey sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi kamar untuk memastikan, bahwa ia benar benar berada di kamar.

Mama Ririn pun jadi semakin heran dengan tingkah anak tunggalnya.

'Mimpi apa anak ini?' kata Mama Ririn dalam hati seraya menaikan kedua alisnya.

"Zulfan sama Ando, mereka di mana mah?" tanya Rey memastikan.

"Hah? Ya mana Mamah tau ..., kenapa kamu jadi tanya ke Mamah? Mamah 'kan mamah nya kamu, bukan mamah nya Zulfan atau Ando, jadi mamah tahunya, ya, cuma kamu."

Keringat Rey masih saja mengalir, napasnya ngos ngosan seperti merasakan, kalau apa yang ia alami dalam mimpi tadi, benar benar terjadi bahkan ia tak percaya bahwa ini hanyalah sebuah mimpi.

"Rey, tenang dulu, Sayang," Mama Ririn yang tak tega melihat anak nya seperti orang kebingungan, lantas berdiri untuk mengambil segelas air putih yang ada di samping tempat tidur, lalu memberikannya pada Rey.

Rey langsung meminum air yang ada di dalam gelas itu sampai habis.

"Rey, nggak papa kok, Mah! Rey cuma mimpi buruk aja tadi," ucap Rey menenangkan Mamanya.

"Iya, Mamah tau, kok," jawab Mama Ririn sambil mengelus lembut pundak anaknya.

Rey pun membaringkan kepala di pangkuan Mama Ririn. Ia selalu merasa tenang, jika dekat dengan Mamanya.

Rey berniat untuk menutup mata dan kembali tidur untuk melupakan segala hal yang mengganggu pikirannya.

"Hey, nggak boleh tidur lagi! Ayo cepat, kamu siap siap untuk berangkat kuliah dan Mamah akan siapin sarapannya di bawah," tegur Mama Ririn sebelum meletakkan kembali kepala Rey dan beranjak pergi dari kamarnya.

Mama Ririn berhenti sejenak ketika melihat asisten rumah tangga mereka masuk ke dalam kamar Rey sambil membawa sebuah sapu.

Bi Siam adalah nama dari asisten rumah tangga mereka yang memang telah membantu mengurus Rey sejak anak itu baru lahir.

"Bi, lain kali, sebelum Rey tidur, tolong, cek apakah AC nya mati atau tidak. Lihat, anak saya jadi keringetan pas tidur, gara gara AC nya mati," tegur Mama Ririn kepada Bi Siam.

Bi Siam menengok ke arah Rey dan melihat keadaannya sebentar, lalu mengangguk paham.

"Tapi, Mah, AC nya masih nyala," ucap Rey ketika menyadari AC kamar yang masih menyala.

"Lalu, kenapa kamu tidur sampai keringetan gitu?" tanya Mama Ririn kembali heran.

"Mah, 'kan Rey udah bilang kalo tadi Rey mimpi aneh," jelas Rey yang kemudian menghela napas.

Mama Ririn mengangguk, lalu meninggalkan kamar Rey dan memilih untuk melupakan apa yang baru saja terjadi. Toh, itu hanyalah mimpi ...

.
.
.

Setelah selesai bersiap siap, Rey segera mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja belajar dan buru-buru turun ke bawah untuk sarapan.

Melihat anaknya turun dengan setengah berlari dan melewati dua sampai tiga tangga secara sekaligus, Mama Ririn menghentikan diri untuk mengoles selai kacang di atas roti tawar untuk sejenak, lalu memperhatikan Rey sampai anak itu berdiri tepat di depan mata dan mengecup keningnya, lalu kembali melanjutkan aktifitasnya untuk mengoles selai kacang yang tadi sempat ia hentikan.

"Kebiasan deh, Rey, kalo jalan, nggak pernah pelan pelan, kalo kamu jatoh gimana?" omel Mama Ririn.

Rey tersenyum tipis, "Buktinya, Rey, nggak pernah jatoh, 'kan, mah?" sanggah Rey seraya mencomot roti yang berisi selai kacang yang baru saja Mama Ririn taruh di atas piring milik Rey.

"Ngejawab mulu, deh," Ririn mencubit pipi Rey hingga membuatnya mengaduh kesakitan.

"Aish ..., Iya, Mah, iya, ampun ...," keluh Rey sambil mengelus pipi kirinya terasa sedikit ngilu.

"Berhenti bertingkah kekanak kanakan, Rey," tegur Papa Brasdan seraya melipat koran yang baru saja ia baca.

Rey mengiyakan teguran Papa Brasdan dan duduk di meja makan dengan tenang.

Rey tak berani untuk menatap wajah Papa Brasdan, apalagi jika harus bertatapan secara langsung dengannya. Bagi Rey, pria itu sangat keras untuk mendidiknya, jika sedikit saja, Rey melakukan kesalahan, maka ia harus bersiap-siap untuk menerima sebuah pukulan.

"Kamu mau tambah lagi rotinya, Mas?" tanya Mama Ririn yang berusaha untuk memecahkan suasana yang mendadak hening.

"Tidak perlu," Brasdan menolak tawaran Ririn, lalu suasana pun kembali hening.

Jarangnya waktu untuk berkomunikasi antara anak dan ayah ini, membuat keduanya tak dapat memahami diri satu sama lain. Sifat Papa Brasdan yang keras dan cenderung tak memiliki perasaan, membuat Rey memendam rasa tak suka. Pria itu seperti sengaja untuk menjaga jarak layaknya seorang pemimpin dengan anak buah, bukan seperti seorang anak dengan ayahnya.

"Aku berangkat dulu," kata Papa Brasdan yang kemudian berdiri diikuti oleh istri dan anaknya. Mama Ririn lalu mencium tangan suaminya bergantian dengan Rey.

Setelah yakin, kalau ayahnya telah meninggalkan rumah, barulah Rey berani untuk kembali bersuara.

"Mah, kenapa roti selai kacang yang Mamah buat selalu terasa enak?Sedangkan, kalau Rey yang buat sendiri, rasanya tidak akan seenak ini," puji Rey.

"Rey, selai kacangnya, Mamah beli di supermarket, begitu juga dengan roti tawarnya. Tugas Mamah hanya membantu untuk mengoleskan selai itu ke atas roti. Semua orang dapat melakukannya, termasuk kamu. Jadi, katakan di mana perbedaannya?" sanggah Mama Ririn.

"Entahlah, Rey, nggak bisa jelasin. Tapi pokoknya, apapun yang dibuat dengan tangan mamah itu akan terasa lebih nikmat," goda Rey.

Mama Ririn tertawa kecil mendengar gombalan anaknya.

"Rey, Mamah akan membeli pujian kamu ini, katakan berapa harganya?" ucap Mama Ririn yang paham dengan gelagat anak semata wayang nya saat menginginkan sesuatu.

"Tenang, Mah, karena hari ini suasana hati Rey lagi baik, jadi Mamah mendapatkan diskon lima puluh persen dari uang satu juta rupiah. Mamah akan mendapatkan pujian ini, hanya dengan lima ratus ribu rupiah," ucap Rey sambil menirukan cara bicara seorang sales.

"Oke, Mamah beli, kamu mau uang cash atau transfer aja?" tanya Mama Ririn serius.

"Uang cash aja deh, Mah, kalau transfer, Mamah suka lupa," jawab Rey.

Mama Ririn mengangguk paham, "Bi, tolong ambilin dompetku di kamar, ya," pinta Mama Ririn pada Bi Siam yang tengah membereskan piring Papah Brasdan.

Tak sampai dua menit, Bi Siam datang dengan membawa dompet berwarna cokelat, lalu memberikannya pada Mama Ririn.

Mama Ririn lalu mengeluarkan uang seratus ribu sebanyak lima lembar dan memberikannya pada Rey.

Tanpa ba bi bu, Rey langsung mengambil uang pemberian Mama Ririn sembari mencium kedua pipi wanita itu.

"Rey, berangkat dulu ya, Mah!" pamit Rey.

"Sepagi ini?" tanya Mama Ririn dengan heran.

"Biasa, Rey jemput Ando dulu karena katanya dia lagi puasa buat nggak beli bensin. Dia mau ngumpulin uang buat traktir cewek di restoran mahal ..., katanya, pfft ...," cerita Rey dengan antusias.

Mama Ririn kembali tertawa setelah mendengar celotehan Rey mengenai salah satu temannya.

"Kalau kamu?"
"Kalau apa, Mah?"
"Kalau kamu, kapan traktir cewenya?"

"Apaan sih, Mah, Rey belum kepikiran soal begituan!"

"Belum berarti akan, bukan?" goda Mama Ririn.

"Terserah mamah, deh, Rey berangkat dulu," ucap Rey yang kemudian pergi menuju mobil dengan wajah cemberut.

Ririn yang berhasil membuat putranya kesal, nampak terlihat bahagia. Rey memang seperti itu, jika disinggung soal cewek, wajahnya akan berubah menjadi masam.

.
.
.

Rey mematikan mesin mobilnya ketika sudah sampai di depan rumah yang bernuansa hijau. Dia turun dari mobil, lalu segera masuk ke rumah itu dan membunyikan bel rumah itu.

Beberapa menit kemudian, seorang perempuan paruh baya membuka pintu rumah.

"Maaf, ya, lama, soalnya, Bibi sedang ada di kamar mandi," ucap wanita itu dengan rasa bersalah.

Wanita paruh baya itu adalah Bi Lastri, pembantu di rumah Ando yang sudah Rey kenal sejak lama.

"Iya, santai aja kok, Bi. Kayak sama siapa aja!" ucap Rey sambil tersenyum tipis.

"Ando nya masih di kamar, tunggu sebentar, ya. Bibi panggilin dulu, ayo masuk dulu, Nak Rey," ungkap Bi Lastri.

Rey tertawa kecil, lalu masuk ke dalam rumah Ando dan duduk di ruang tamu.

Rey fokus pada ponselnya sambil menunggu Ando dalam waktu yang cukup lama.

Seorang perempuan keluar dari kamar yang ada di depan ruang tamu tempat Rey duduk. Seketika Rey terkejut, hingga menjatuhkan ponselnya. Pemuda itu melotot kaget, lalu berdiri dan mendekati perempuan itu.

Perempuan yang ditatap seperti itu oleh Rey, bingung dan tanpa sadar, ia memang mundur ketika Rey terus berjalan mendekat.

"Bro ...," panggil Ando dari belakang. Pemuda itu kemudian merangkul Rey yang terlihat sedikit aneh.

"Najwa ...," ucap Rey spontan. Dia bahkan tak mengindahkan kehadiran Ando di sisinya.

"Eh iya, ini sepupu gue, Najwa, dia baru dateng tadi malam dari Jakarta. Cantik, 'kan, Rey?" ucap Ando.

"Najwa ...," ulang Rey dengan masih tak sadarkan diri.

"Loh, kok lo bisa tau nama sepupu gue? Perasaan, gue belum pernah cerita deh," ucap Ando heran.

"Najwa ...," ucap Rey lagi.

"Heh?! lo kenapa?" Ando semakin heran saat sahabatnya terlihat seperti orang yang sedang kesurupan.

"Lo kenal dia, Naj?" tanya Ando pada Najwa.

"Mana gue tau, kenal aja enggak! Siapa sih, dia?" jawab Najwa yang semakin bingung.

"Dia Rey, temen gue," jelas Ando.

"Aneh banget sih, Do, temen lo. Lo juga tadi pas bangun tidur aneh kayak gitu pas lihat gue ..., kenapa sih, lo pada?" ucap Najwa yang memilih untuk meninggalkan kedua pemuda itu.

"WOYYY!!" Ando pun berteriak tepat di dekat telinga Rey.

Rey pun memejamkan mata lalu menggelengkan kepala untuk menyadarkan diri.

"Itu Najwa? Sepupu lo?" tanya Rey dengan nada yang sedikit tinggi.

"Iyaaaaaa, Bambang, napa sih lo kaya orang bloon gitu!" jawab Ando dengan gemas.

'Apa Rey mimpi sama kaya gue tadi malem? Jadi, kaya gitu reaksinya pas Najwa liat gue tadi pagi? Tapi, masa iya, kita punya mimpi yang sama?' pikir Ando dalam hati.

Ando menggelengkan kepala untuk mencoba membuang pikiran ngawurnya dan mengajak Rey bergegas pergi ke kampus.

"Udah, ah, yuk berangkat, ntar kita keburu telat, gara gara lo, nih!" tuduh Ando.

"Kok gue sih? Elo kali yang lama," balas Rey tak mau kalah.

Ando menulikan pendengarannya dan merangkul Rey sampai di parkiran. Saat sudah berada di dalam mobil Rey dan siap untuk meluncur ke kampus, pemuda itu meraba raba kantong celana dan baru menyadari kalau ponselnya tidak ada.

"Eh, tunggu," kata Rey dengan masih meraba-raba kantong celananya.

"Napa lagi, sih?" tanya Ando yang kesal karena tak sabar untuk segera sampai di kampus.

"Ponsel gue kayaknya ketinggalan di dalam rumah lo, deh," ucap Rey.

"Haduhh ...,yaudah, cepetan ambil!" suruh Ando ketus.

Rey mengangguk dan segera masuk kembali ke dalam rumah Ando dan mendapati Najwa yang sedang memegang ponselnya.

"Punya lo?" tanya Najwa seraya mengangkat ponsel Rey.

"Iya," jawab Rey dengan canggung.

"Nih," Najwa pun meyodorkan Handphone itu kepada Rey.

Rey langsung meraih ponselnya dan lari terbirit birit menuju mobil. Pemuda itu buru-buru membuka pintu mobil dan justru disambut Ando dengan kehebohannya.

"Rey, lo tau nggak? Vania bilang apa di postingan Instagram gue?" ucap Ando dengan heboh.

Rey masih menetralkan napasnya yang ngos ngosan karena terburu-buru pergi dari rumah Ando.

"Apaan?" tanya Rey masih ngos ngosan.

"Dia komen 'gemoy'," jawab Ando sambil memperlihatkan komentar Vania pada Rey.

Rey kembali menarik napas yang perlahan sudah kembali normal. Dia memilih mengacuhkan Ando yang sedang heboh membaca komentar dari ciwi ciwi di postingan Instagram nya dan bergegas menuju kampus.

.
.
.

"Guys, kalian udah dapet petunjuk tentang Delina?" tanya Zulfan yang mengejutkan Rey dan Ando.

"Lo mimpiin Delina juga, Fan?" tanya Rey memastikan.

"Delina yang dikira Najwa itu, 'kan?" sahut Ando.

"Tunggu, tunggu, gue masih belum paham, jadi yang dimimpi gue tadi malem itu, kalian mimpiin hal yang sama?" tanya Rey lagi.

"Iya" sahut Ando dan Zulfan bersamaan.

"Tunggu, Najwa tau ini, Ndo?" tanya Rey yang belum mengerti sepenuhnya tentang mimpi yang baru saja ia alami.

"Gue, sih nggak tau pastinya, cuma , Najwa tadi biasa aja, sih! Entah dia nya yang nyembunyiin ini atau emang dia nggak tau. Gue nggak ngerti juga, gue kira, ini cuma mimpi gue seorang. Jadi, gue ya, biasa aja," jelas Ando.

"Nggak mungkin kita mimpi barengan gini, pasti ada hal penting yang harus kita selesaikan dalam mimpi ini!" jelas Rey.

"Salah lo, sih, Rey, pake nawaran diri segala buat cari Delina," omel Ando.

"Ya gue 'kan kagak tahu. Gua aja merasa aneh dengan diri gue malem itu. Sepertinya, kita memang harus selesain misi ini deh, guys," kata Rey dengan tegas.

Zulfan mengiyakan ucapan Rey, sedangkan Ando, diam-diam memikirkan nasibnya di masa depan.

Mimpi macam apa yang sampai harus membuat mereka jadi seperti ini?

*****

Hai readers, gimana ceritanya?

Maaf ya, kalo kurang nyambung atau gimana karena memang ini adalah colab pertama aku sama Mphii ...

Btw, baca pake perasaan ya, readers 🤣🤣🤣

Jangan lupa untuk vote dan komentar nya 😉😘

Love by Gadistina for readers💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top