Chapter 7
Flashback
"Pah, kita mau foto berdua dulu. Besok 'kan papah bawa Bella ke Las Vegas. Rey jadi tidak punya temen di rumah. Ando sedang pergi berlibur dan Zulfan juga pergi ke rumah neneknya. Boleh ya, Pah?"
Papa Brasdan tertawa kecil, lalu berjongkok dan mengacak rambut Rey yang sedang sibuk membuat bangunan pasir di pantai bersama Ansabella.
Ansabella bukanlah seorang manusia, dia adalah sebuah Robot AI yang dibuat secara langsung oleh Papa Brasdan bersama dengan salah satu teman dekatnya yang ada di Hongkong.
Ansabella diciptakan khusus untuk Rey yang menginginkan seorang teman agar bisa ia ajak untuk bermain. Hanya saja, esok hari Ansabella harus ikut Papa Brasdan pergi ke Las Vegas untuk di-upgrade.
Papa Brasdan lantas meminta Rey dan Ansabella untuk berdiri lalu berpose di depan kamera.
"Rey, rangkul Bella, dong. Kalian mau foto bareng, kok malah jauh-jauhan gitu?"
Rey tersenyum lembut dan menatap Robot Ansabella yang sedikit menjaga jarak dengannya.
"Pah, Bella nggak mau foto, dia nggak mau difoto. Katanya, itu hanya akan menciptakan sebuah kenangan saja. Bella takut, kalau kebersamaan kami sekarang, akan segera menjadi sebuah kenangan esok hari," ucap Rey sambil melihat gelagat Robot Ansabella. Anak itu sudah terlampaui hapal dengan arti dari gerakan robot itu.
Ansabella memang sengaja dibuat menyerupai seorang manusia dan tak mengherankan, kalau dia juga memahami perasaan setiap orang. Robot itu juga diciptakan dengan memiliki insting yang lebih kuat dari seorang manusia. Namun sepertinya, Papa Brasdan melupakan satu fakta tersebut.
"Bella, sahabatmu ingin berfoto bersama karena sekarang, dia belum bisa untuk memegang handphone untuk menanyakan kabarmu dari jauh. Kau tak kasihan dengan Rey?" jelas Papa Brasdan dengan pelan.
Mata Robot Ansabella berpendar biru, lalu ia tersenyum dan mendekatkan diri ke arah Rey.
Papa Brasdan kemudian memotret Rey yang tengah tersenyum sambil menatap Robot Ansabella yang sedang ia rangkul.
Setelah foto otomatis keluar dari kamera, Papa brasdan menuliskan sesuatu di belakang foto dengan menggunakan spidol permanen.
The day before dad went to Las Vegas.
.
.
.
"Ansabella, saat kita tiba di tempat tujuan kita, aku berencana untuk meng-upgrade dirimu. Sebentar lagi, Rey akan segera tumbuh dewasa dan aku sengaja ingin membuatmu menjadi sedikit berbeda nanti. Kau mau, 'kan?" pinta Papa Brasdan sambil menatap wajah datar Ansabella yang sedang mengamati suasana jalanan yang sepi.
"Siap, Tuan, demi Rey, saya akan menerima untuk anda upgrade. Tuan, di mana kita akan berhenti?"
Papa Brasdan tersenyum tipis, lalu memberikan sebuah brosur.
"Atlantic Lab Services, Inc.?"
Papa Brasdan mengangguk, "kita akan mencari peralatan laboratorium di sana, sekaligus pergi untuk menemui tiga ilmuwan penting yang akan membantumu meng-upgrade komponen tubuhmu. Mereka kebetulan ada di sana juga. Aku akan menitipkanmu pada mereka untuk sementara waktu, karena aku juga punya rencana akan menemui klien di Caesars Palace. Kau paham, 'kan?" jelasnya.
Robot Ansabella mengiyakan ucapan Papa Brasdan dan kembali diam. Insting robot itu mengatakan, kalau tuannya akan menghadapi bahaya dan itu membuatnya berpikir apa alasannya.
"Tuan, apa anda tidak pergi saja esok hari? Insting saya mengatakan, kalau anda akan segera menemukan bahaya saat akan pergi ke Caesars Palace."
Papa Brasdan menoleh, lalu tertawa kecil ketika mendengar peringatan dari Robot Ansabella.
"Banyak orang yang mencoba membunuhku. Mereka yang tak menyukai usahaku, sudah berkali-kali untuk mencoba melenyapkan diriku. Kalaupun aku harus mati karena mereka, aku hanya berharap kau akan baik-baik saja. Kau harus tetap ada untuk Rey dan perlu kau ketahui, salah satu tujuanku untuk meng-upgrade dirimu adalah agar kau bisa menggunakan tubuh robotmu untuk menjaga Rey."
Papa Brasdan dan Robot Ansabella pun sampai di Atlantic Lab Services, Inc. dengan selamat. Pria itu segera memarkir mobilnya dan meminta Ansabella untuk turun terlebih dahulu.
Saat Papa Brasdan baru saja turun dari mobil, dia melihat sebuah mobil mewah datang. Kaca mobil itu tiba-tiba terbuka dan membuat Papa Brasdan tersenyum lebar.
"Kalian baru datang?" tanya Papa Brasdan saat sudah melihat ketiga ilmuwan yang akan membantunya sudah keluar dari mobil.
"Ya, kami baru datang setelah menunggu Syam yang baru saja pergi ke Hongkong. Bagaimana kabarmu, Mr. Han?"
Papa Brasdan menjabat tangan seorang pria muda yang berumur sekitar dua puluh tujuh tahun itu sambil tertawa kecil.
"Kabarku baik, Mr. Raksa. Kemarin sebelum aku berangkat ke sini, Mr. Kevin berpesan agar kita bertemu di Atlantic Lab Services, Inc."
Raksa terkekeh, lalu menatap sekilas pada Kevin yang sedang sibuk dengan iPad nya untuk mengurus perizinan Robot AI ciptaan mereka di Hanson Robotics. Rencananya, robot itu akan menjadi wadah baru bagi Ansabella. Tubuh Robot Ansabella yang sekarang, bahkan mulai sering mengalami gangguan karena sudah terlalu sering diajak Rey untuk main air di pantai. Kevin bersama Raksa dan Syam, lantas memutuskan untuk membantu Mr. Han untuk meng-upgrade Ansabella karena pria itu juga yang sudah membantu mereka bertiga untuk mengurus kewarganegaraan dengan lebih mudah.
Ketiga pria itu sebetulnya berasal dari masa depan, mereka datang ke tahun 2012 karena ingin mencari beberapa komponen penting yang mereka butuhkan demi membuat mesin waktu baru.
Saat mereka sedang asyik membicarakan tentang peng-upgrade-an Ansabella, tiba-tiba handphone Papa Brasdan berbunyi.
Papa Brasdan lantas mengangkat telepon dan terlihat mengiya-iyakan saja saat tengah menimpali pembicaraan.
Tak menunggu waktu yang lama, panggilan pun akhirnya selesai juga. Papa Brasdan menatap Robot Ansabella dan ketiga ilmuwan itu dengan wajah yang sedih.
"Kalian masuklah ke dalam, aku akan segera pergi untuk menemui klien di Caesars Palace. Setelah urusanku selesai, aku akan segera kembali," pinta Papa Brasdan.
Mendengar perkataan itu, mata Robot Ansabella langsung berpendar merah. Robot itu sudah sangat was-was dengan keadaan tuannya.
Papa Brasdan mengelus rambut Robot Ansabella dan berusaha untuk meyakinkannya bahwa pria itu akan baik-baik saja. Dia lalu menghampiri ketiga ilmuwan itu untuk pamit dan menitipkan Robot Ansabella.
"Kami akan menjaga Delina dengan baik," ucap Raksa.
Papa Brasdan mengernyitkan dahi karena heran. Delina, siapa itu?
Syam tertawa kecil, "Raksa memang senang memberi nama lain pada apa yang ia sukai, Mr. Han. Sepertinya dia menyukai robot cantik milikmu," jelasnya.
Pria yang bernama asli Raksa Chandrata itu merengut, lalu menginjak kaki Syam dengan masih mempertahankan senyumnya.
"Kau ini sudah bukan anak-anak lagi, berhenti untuk mengejekku, Syam," keluh Raksa.
Kevin terkekeh ketika melihat kelakuan dua sahabatnya yang tak pernah berubah sama sekali. Pria itu lalu menjabat tangan Papa Brasdan sebelum pergi.
Jalanan Kota Paradise terlihat cukup sepi dengan keadaan kota yang panas. Papa Brasdan sengaja memilih jalan alternatif agar terbebas dari kemacetan di sore hari.
Papa Brasdan bersiul pelan sambil mengemudikan mobil. Sore ini dia akan segera bertemu dengan klien yang tertarik untuk berinvestasi di perusahaan miliknya.
Saat tengah menikmati suasana angin gurun, tiba-tiba seorang pria asing menghadang Papa Brasdan lalu melemparinya sebuah bahan peledak. Kaca mobil bagian belakang bahkan sampai pecah saat bahan peledak itu berhasil masuk ke dalam bagasi mobil.
Papa Brasdan berniat untuk menghentikan mobil dan segera keluar agar dapat menyelamatkan diri. Pria itu menjadi semakin panik saat mobilnya tak dapat di hentikan.
"Rem mobil ini blong lagi, seriously?" gumam Papa Brasdan.
Mobil yang ia sewa di Las Vegas memang tak pernah berubah. Dia selalu menyewa mobil yang sama, sebuah mobil tua keluaran dari tahun 80an yang sebenarnya sering mengalami gangguan. Namun anehnya, hal itu seakan menjadi tantangan tersendiri bagi Papa Brasdan saat mengemudikan mobil di Las Vegas.
"Sial!! Kenapa di saat darurat seperti ini, sabuk pengaman mobil tak dapat dilepas?!" gumam Papa Brasdan.
Pria itu kemudian mulai mencari sesuatu yang sekiranya bisa ia gunakan untuk melepas sabuk pengaman. Namun sepertinya takdir berkata lain, Papa Brasdan bahkan kehilangan banyak waktu untuk hanya sekadar membuka sabuk pengaman.
TATP, bahan peledak mematikan itu akhirnya merenggut nyawa Papa Brasdan.
Takdir manusia, siapa yang tahu?
Bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top