Chapter 37
"Kak Najwa, mungkin ini terakhir kalinya untuk kamu datang ke sini dan terakhir kalinya juga untuk kita bertemu. Karena kamu nggak akan bertemu dengan zaman ini lagi."
"Kenapa kali ini jadi pertemuan kita yang terakhir, Bella? Aku masih mau ketemu kamu lagi jika suatu saat aku dapat ke sini lagi."
"Aku nggak bisa ngejelasin semuanya ke kamu, tapi yang pasti kita nggak akan bertemu lagi."
"Baiklah, tapi aku akan selalu mengingatmu!"
"Tidak Kak, aku sedang menyiapkan sebuah serum untuk menghapus ingatanmu dan teman-temanmu."
"Tapi mengapa?"
"Ada banyak hal yang seharusnya tidak kalian ketahui, Kak."
"Baiklah, tapi petualangan ini sangat disayangkan untuk hilang dari ingatan kami."
Mata Ansabella berpendar biru terang. "Tidak akan hilang semuanya, Kak. Aku juga hanya akan menghapus beberapa memori yang penting saja."
"Lantas kapan serum itu kamu berikan?"
"Tunggu sebentar lagi, aku akan menyelesaikannya, lagi pula aku akan memberikannya ketika kedua Robot AI itu sudah dinonaktifkan. Sekarang Kakak dan Rey pulang dulu. Nanti aku dan Raksa akan menyusul ke rumah Rey setelah pamit pada Syam. Untuk beberapa hari dia akan bekerja sendiri di laboratorium, jadi saat ini aku masih mempersiapkan semua hal penting untuknya dulu."
Najwa mengangguk paham, lalu pergi dari laboratorium untuk mencari Rey yang saat ini sedang pamit pada Raksa dan Syam.
.
.
.
.
"WOY BANGUN WOY!" teriak Rey saat membangunkan kedua temannya yang masih tertidur pulas.
"Apaan sih, Rey?!" gumam Zulfan masih tak ingin bangun.
"HAH? REY?!!"
Zulfan lalu tersadar dari tidurnya setelah menyebut nama Rey.
"Ndo, bangun, Ndo!" ucap Zulfan sambil menepuk pantat Ando dengan brutal.
Ando yang mimpinya terganggu, lantas membuka matanya dengan kesal.
"HAH?!! Lo beneran Rey?"
Ando terkejut saat membuka mata dan mendapati Rey ada di hadapannya.
"Lo pikir gue setan? Biasa aja kali lihatnya!" ucap Rey ngegas.
"Serius ini? Lo beneran Rey?!!" tanya Zulfan lagi.
"Ya iyalah, emang siapa lagi? Raksa gitu?" jawab Rey ketus.
"Fan, kayaknya gue mimpi, deh! Gue tidur lagi, ya!" Ando kembali menarik selimut.
"Eh, enak aja lo mau tidur lagi. Sekarang ayo kita berkemas, kita bakal balik hari ini juga. Skripsi dah kelar dan masalah juga hampir kelar semua. Kalo lo nggak mau, gue aduin Tante Joe nanti!!"
"INI BENERAN REY UDAH BALIK!!" ucap Ando dan Zulfan dengan heboh. Mereka lalu memeluk Rey secara bersamaan dengan sangat erat.
"Udah udah," Rey melepaskan pelukan dari kedua temannya.
"Iler lo banget, Ndo!" ejek Rey.
"Enak aja, iler gue itu bau parfum mahal gini, lo bilang bau?!"
"Nggak penting, dahlah, yuk buruan kita beres beres, kita pulang hari ini juga!" ucap Rey sambil merangkul kedua temannya.
"Lo ngak papa 'kan, Rey? Kemaren tuh, Zulfan sampe sakit perut pas kena tonjok Kevin," adu Ando dengan semangat.
"Seperti yang lo lihat Ndo, gue nggak papa."
"Lo tau nggak Rey? Dari kemaren mamah lo nelfonin gue terus, dia khawatir dengan keadaan lo!" tambah Zulfan.
"Iya Rey, untung gue berinisiatif bilang kalo lo bakal pulang besok. Oh, ya, mamah lo bilang ada sesuatu yang penting yang mau dia omongin secara langsung pada lo."
Rey tersenyum lebar. "Terima kasih karena kalian udah banyak bantu gue. Kalian tuh emang sahabat terbaik gue," puji Rey.
.
.
.
.
Naura menatap ke arah jendela dengan tatapan kosong sambil memikirkan semua hal yang telah terjadi padanya.
"Naura," panggil Najwa.
Naura tidak yakin bahwa Najwa telah memanggil namanya dan menganggap suara itu hanya sebagai sebuah bisikan hingga membuat dia menolak untuk berbalik.
"Naura, gue udah pulang." panggil Najwa sekali lagi.
Naura kaget dan langsung membalikan badan, lalu memeluk Najwa dengan erat.
"Lo nggak papa 'kan, Naj? Nggak ada yang terluka, 'kan?" ucap Naura sambil mengecek keadaan Najwa.
"Ya ampun, gue nggak papa kok, Nau. Ngomong-ngomong, ada banyak hal yang mau gue ceritain ke elo!" ucap Najwa girang.
"Yaudah, sini cerita!"
Najwa menggelengkan kepala. "Nanti aja, sekarang kita harus beres beres dulu. Hari ini kita harus pulang karena tugas kita di sini sudah selesai, Nau."
"HAH? Beneran Naj? Rey gimana?"
"Rey aman kok, Nau. Ya udah, ayo kita siap-siap."
Naura mengangguk dan beranjak dari kursi untuk mulai membereskan barang-barang mereka.
"Tugas kalian masih belum selesai. Kalian udah bikin gue hancur dan gue nggak bakal biarin hidup kalian tenang gitu aja. Tunggu pembalasan gue, Sahabat lama."
Sebuah pesan tiba-tiba masuk ke dalam ponsel milik Naura ketika kedua gadis itu sibuk membereskan barang-barang milik mereka.
*****
"Rey, kita pulang pake apa? Ini udah terlalu sore buat kita pulang ke Jakarta. Ini aja kita udah nunggu satu jam lebih buat ikut bis, apa kita pulang aja besok?"
Ando menatap jalanan yang sudah nampak sepi dengan wajah yang kusut.
"Apa gue suruh sopir buat datang aja kali, ya? Dia 'kan bisa jemput kita sekarang juga. Kalian setuju?" ucap Zulfan tiba-tiba.
"Kalo begitu, ayo kita balik ke penginapan dulu aja. Hari sudah mulai gelap dan kita tak mungkin juga untuk menanti kedatangan sopirmu di sini, 'kan?" timpal Ando sambil bangkit dari kursi yang ada di terminal.
"Bagaimana Rey? Apa lo setuju dengan saran dari gue?" tanya Zulfan pada Rey.
Rey menoleh sekilas ke arah Najwa dan Naura yang terlihat duduk sambil menatap jalanan dengan wajah yang terlihat kusut. Pemuda itu lalu menatap Zulfan dan mengangguk setuju.
Rey kemudian menghampiri Najwa dan menepuk bahunya. "Naj, ayo kita kembali dulu ke penginapan. Hari sudah mulai petang dan ada kemungkinan besar bahwa bis tidak akan datang. Zulfan sedang menghubungi supirnya yang ada di Jakarta buat jemput kita dan kisah tidak mungkin menunggu selama 4 jam lebih di terminal."
"Tapi kalo kita langsung pulang pake mobil itu, apa sopir keluarga Zulfan tidak akan kelelahan?" tanya Najwa heran.
Rey menggelengkan kepala. "Setiap aku berlibur bersama Zulfan dan Ando, lalu kita tak membawa kendaraan sendiri, maka sopir pribadi Zulfan bakal dateng buat jemput kita. Biasanya Zulfan bakal bergantian dengan sopirnya buat ngejalanin mobil. Santai aja, Naj."
Najwa menghela napas dan akhirnya mengiyakan saran dari Rey.
"Nau, ayo kita pulang dulu ke penginapan. Mumpung masih ada ojek di pangkalan," ajak Najwa yang kemudian beranjak dari kursi.
Naura yang sedang terlihat sedih saat mengotak-atik ponsel, lantas terlonjak kaget saat Najwa menepuk bahunya.
"Gimana? Gimana, Naj?" tanya Naura reflek.
Najwa menyipitkan kedua matanya dengan penuh curiga dan langsung merebut ponsel milik Naura. Ia kemudian membaca pesan singkat yang ada Naura terima.
"Tugas kalian masih belum selesai. Kalian udah bikin gue hancur dan gue nggak bakal biarin hidup kalian tenang gitu aja. Tunggu pembalasan gue, Sahabat lama."
Najwa lalu menatap Naura dengan wajah tak percaya. "Apa dia masih belum menyerah juga?"
Naura menghela napas dan menatap Najwa dengan prihatin.
"Ara sudah benar-benar dendam pada kita semua, Naj. Dia sudah benar-benar berubah. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Naura kalut.
Najwa tak menjawab pertanyaan Naura, tapi menarik Ando untuk berdiri di hadapan Naura. Hal itu membuat Rey menghampiri Najwa dengan wajah yang terlihat bingung.
"Ada apa, Naj?"
Najwa menyodorkan ponsel Naura pada Rey. "Bacalah pesan itu dan katakan bagaimana pendapatmu tentang hal yang disampaikan dalam pesan itu"
Rey menerima ponsel Najwa, lalu membaca isi pesan. Wajahnya yang semula terlihat bingung, kini berubah menjadi merah padam karena amarah yang muncul secara tiba-tiba.
"SETELAH SEMUA HAL YANG SUDAH TERJADI, APA DIA MASIH SAJA BELUM MENYERAH?!"
Najwa mengelus bahu Rey agar pemuda itu kembali tenang. "Rey, dia terlalu lama menyimpan semua rasa itu. Ara terlalu sensitif ketika aku dan Naura tak punya kesadaran untuk melihat seperti apa perasaan dia.
"Rey, aku takut jika dia bakal ngelakuin hal buruk yang akan membuat persahabatan kami benar-benar hilang dan hanya tersisa sebagai sebuah kenangan. Aku takut, Rey," ucap Najwa khawatir.
Rey menyibak rambutnya ke belakang, lalu memeluk Najwa yang terlihat kalut. "Udah, Naj. Kamu nggak perlu mikirin Ara lagi. Gue bakal jaga lo dengan sebaik-baiknya, jangan khawatir, Naj."
Najwa menarik napas berulang kali untuk menahan diri agar tidak menangis di pelukan Rey.
Sementara Zulfan menatap Rey ataupun Ando dengan wajah yang terlihat menyedihkan.
"Ando ataupun Rey, mereka berdua sama saja. Apa gue emang diciptakan sebagai orang ketiga? Saat sepasang kekasih sedang bersama, maka orang ketiga adalah setan. Yang benar saja ..."
Zulfan menghela napas, lantas memilih untuk mengirim pesan pada Ando dan Rey bahwa dia akan pergi ke penginapan terlebih dahulu.
"Pak, apa bapak bisa anter saya ke penginapan yang tak jauh dari pangkalan ojek ini. Namanya penginapannya adalah 'Mbah Darman Homestay'. Apa bapak tau tempat itu?"
Tukang ojek yang tengah sibuk meracik udud, lantas menoleh ke arah Zulfan.
"Kulo ngertos daleme Mbah Darman, tapi nggeh ngentosi ba'da maghrib riyen. Njenengan badhe ngentosi mboten?"
Zulfan yang memang sudah cukuo terbiasa dengan Bahasa Jawa dan paham dengan perkataan si tukang ojek, lantas setuju untuk memilih duduk di pos pangkalan ojek daripada harus berdiri ditengah-tengah kedua pasangan yang sedang kasmaran.
"Fan, lo ngapa ngirim pesen mau balik ke penginapan dulu? Lo aja masih duduk di sini," tanya Rey yang tiba-tiba datang sambil menarik koper milik Najwa.
"Dah selesai buat pacarannya? Gue kagak mau lah, kalo diem doang di tengah-tengah orang yang sedang pacaran. Gue kagak mau jadi setan, paham?" balas Zulfan sambil menoleh ke arah Rey dengan kesal.
Rey tertawa kecil dan duduk di dekat Zulfan yang terlihat sangat kesal. "Gue nggak bermaksud gitu, Fan. Najwa tadi sedang sedih dan gue sedang berusaha buat nenangin pacar gue. Dahlah, Fan, jangan cemberut gitu. Lo 'kan tau kalo gue baru pertama kali ini punya pacar," ucap Rey sambil merangkul Zulfan.
"Iya iya, eh mana pacar lo?" tanya Zulfan yang heran saat Rey datang sendiri.
Rey tersenyum lalu mengarahkan telunjuk ke arah Najwa yang sedang sibuk mengomeli Ando.
Bersambung....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top