Chapter 33

"Ssshh ... Pelan-pelan, Naj. Kalo lo neken luka di tangan gue, yang ada darah gue nggak mau berhenti," keluh Rey.

"Ya lo sih, napa lo nglamun gitu pas ada di lab? Lo mikirin sesuatu?" tanya Najwa.

Rey mengangguk pelan. "Tiba-tiba gue mikirin Mamah Ririn, Naj. Nggak tau kenapa perasaan gue kayak nggak enak gini," jawabnya.

Najwa selesai mengobati luka dan beranjak dari sofa untuk meletakkan kotak obat di tempatnya, lalu kembali duduk di dekat Rey.

"Butuh pelukan?" tanya Najwa tiba-tiba.

Rey mengernyitkan dahi bingung dan membuat Najwa menepuk kening karena merasa tindakannya terlalu aneh.

"Bukan apa-apa, lupain aja, Rey," ucap Najwa yang kemudian beranjak dari sofa.

Ketika Najwa baru melangkahkan kaki, Rey langsung menarik lengan Najwa dan memeluk gadis itu dengan erat.

"Gue butuh pelukan lo, bentar aja. Hati gue saat ini sedang tidak karuan ketika mikiran Mamah Ririn."

Najwa tersenyum lembut dan membalas pelukan Rey.

"Ekhemm ... Apa saya datang di waktu yang tidak tepat?"

Ucapan dari seseorang yang tiba-tiba muncul, membuat Rey dan Najwa tersentak kaget. Keduanya lantas menoleh ke arah suara dengan perasaan yang campur aduk.

"Apa sudah ada kabar lagi dari Kevin, Mister?" tanya Rey.

"Maafkan saya, Rey. Kali ini saya mendapatkan kabar yang buruk. Rey, baru saja saya mendapatkan laporan dari Delina dan Syam, hari ini kamu harus merelakan ibumu. Rey, kali ini Kevin memusnahkan dirinya sendiri bersama dengan tubuh ibu kamu menggunakan bahan peledak. Mereka ditemukan hancur berkeping-keping di tempat kejadian. Bersabarlah, Rey ... ."

Rey langsung shock dan jatuh terduduk ketika mendengar kabar dari Syam. Pemuda itu benar-benar tak tahu harus berbuat apa saat mendengar kabar duka dari Syam.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

*****

Rey tak sadarkan diri ketika mendengar berita buruk dari Syam, dirinya kembali terguncang persis dengan saat ia mendengar tentang papahnya yang telah tiada karena kecelakaan di Las Vegas.

"Rey ... Bangun Rey ... ," panggil Najwa.

Ansabella, Syam, dan Raksa, berdiri di samping ranjang Rey dan menunggu pemuda itu yang sampai tiga jam belum sadar juga. Mereka juga ikut bersedih atas kepergiaan Ririn, apalagi Ansabella yang sudah pernah merasakan satu atap dengan Ririn.

Ririn memanglah bukanlah pribadi yang baik seperti Tuan Han, tetapi Ansabela tetap menyayanginya seperti ia menyayangi Tuan Han.

"Kita harus apa?" tanya Najwa sambil menatap Ansabella, Syam, dan Raksa.

Mereka bertiga lalu menggelengkan kepala karena memang belum memiliki ide.

"Rey..." panggil Najwa lagi.

"Apa Zildan akan datang lagi disaat Rey kembali terpuruk?" bisik Raksa pada Syam yang masih bisa di dengar oleh Najwa.

"Zildan? Kalian banyak mengatakan soal Zildan, Kevin juga kemarin bilang soal Zildan, siapa sebenarnya Zildan?" tanya Najwa sedikit bingung.

"Ah, ya, kami belum menceritakan padamu soal Zildan pada Najwa," ucap Syam yang ingat bahwa Najwa masih belum mengetahui tentang Zildan.

"Zildan adalah kepribadian lain dari Rey, Najwa. Kau tau siapa nama Rey?" tanya Raksa.

"Reyza Brasdan?" jawab Najwa.

Ansabella tersenyum saat mendengarmya, Najwa sudah sedekat ini dengan Rey, tetapi dia masih tidak mengetahui nama lengkap Rey.

"Reyza Zildan Brasdan," sambung Ansabella.

"Iya Najwa, kepribadian lain dari Rey itu menamai dirinya sebagai Zildan. Dia bisa melihat keadaan Rey, tapi Rey tidak bisa melihat keadaan Zildan," jelas Raksa.

"Apa Rey tau masalah ini?" tanya Najwa lagi.

"Seperti dirimu Najwa, Rey juga baru saja mengetahuinya," ungkap Syam.

"Zildan datang disaat Rey terpuruk dan tidak bisa mengendalikan emosinya," tambah Raksa.

"Lalu, kapan Zildan akan datang?"

"Kami tidak tau, Najwa," jawab Syam.

Mata Ansabella berpendar biru redup.

"Kak Najwa, biarkan aku memberi sedikit energi pada Rey," pinta Ansabella.

Najwa pun beranjak dari samping Rey, lalu duduk di sebelah Raksa. Ansabella kemudian mengambil tempat Najwa, lalu duduk di samping Rey. Robot itu kemudian menutup matanya dan menggenggam tangan kiri Rey untuk mengalirkan energi.

Tak lama kemudian, akhirnya Rey membuka matanya dengan perlahan.

"Rey ... ," panggil Najwa ketika Rey baru membuka matanya.

Ansabella kembali berdiri dan membiarkan Najwa duduk di samping Rey.

"Mamah ... ," ucap Rey dengan nada sedih.

"Rey, kamu harus bisa mengendalikan dirimu, Rey," saran Raksa seraya menepuk pundak Rey.

Rey tak menghiraukan ucapan Raksa dan justru menatap Najwa dengan tatapan yang kosong.

"Gue tau lo orang yang kuat, Rey," ucap Najwa sambil memegang kedua tangan Rey dengan erat.

Raksa dan Syam kemudian memilih pergi keluar di ikuti oleh Ansabella. Mereka memberikan ruang untuk Rey dan Najwa karena mereka yakin bahwa hanya Najwa saja yang sekarang bisa menenangkan keadaan Rey saat ini. Meskipun ada sedikit kecemburuan Ansabella pada Najwa, tetapi keadaan tak memungkinkan baginya untuk merasakan hal itu sekarang.

Setelah kepergian Syam, Raksa, dan Ansabella. Rey masih tetap tak bersuara, meskipun Najwa terus mengajaknya bicara.

Sampai akhirnya Najwa mempunyai ide, ia lalu membawa Rey keluar dari kamar untuk jalan-jalan. Siapa tahu setelah jalan-jalan, Rey bisa sedikit melupakan kepergian Mamah Ririn. Najwa tidak yakin dengan hal itu, tetapi apa salahnya untuk mencoba sedikit menghibur Rey.

Najwa menarik paksa Rey untuk keluar hingga membuat Syam, Raksa, dan Ansabella tercengang bingung.

"Aku bawa Rey keluar bentar!" ucap Najwa.

.

.

.

.

Najwa membawa Rey ke sebuah danau yang cukup indah dan sepi.

"Rey, lihat danaunya, indah banget ya! Tapi kok sepi banget ya Rey, sayang aja gitu wisata sebagus ini tapi sepi, beda banget sama danau yang ada di dunia kita," tutur Najwa ketika mereka baru sampai.

Rey masih diam dan tak menanggapi perkataan Najwa.

"Rey, kita ke sana yuk, di sana ada perahu kecil, ayok kita naik itu!" Najwa menarik tangan Rey, tetapi Rey malah menghempaskan tangan Najwa dengan keras.

"Lo mikir nggak sih, Naj? Gue habis kehilangan orang yang teramat gue cintai dan lo seenaknya bertindak seakan nggak terjadi apa-apa?!" bentak Rey.

Bukannya takut atau sedih apalagi tersinggung, Najwa justru tersenyum tipis.

"Bukan itu maksud gue, Rey."

"Terus apa? Lo nggak pernah kehilangan, Naj. Karena itu lo nggak pernah ngerasain apa yang gue rasa!" tuduh Rey.

"Lo salah Rey, lo bahkan nggak tau kalo gue anak yatim piatu. Gue nggak punya adik, gue nggak punya kakak, dan gue hidup sebatang kara. Sekarang, gue cuma punya Ando dan Tante Joe."

Rey mengalihkan pandangannya dari Najwa dan kembali menggenggam tangan pemuda itu.

"Rey, gue harap lo nggak lupa kalau setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Meskipun lo dan kedua orang tua lo berpisah dari dunia ini, tapi mereka tetap ada di hati lo, raga mereka mungkin pergi, tapi jiwa mereka tetap ada di sisi lo, Rey," tutur Najwa sambil tersenyum.

"Mungkin kematian orang tua lo nggak setragis kematian orang tua gue."

Najwa tersenyum. "Iya Rey, lo bener, kematian orang tua gue memang nggak setragis kematian orang tua lo, tapi semuanya punya cerita sendiri. Apa lo mau denger cerita gue, Rey?" tanya Najwa seraya menatap wajah Rey yang kini sudah mulai tenang.

Rey pun menggangguk dan siap untuk mendengarkan cerita Najwa. Najwa lalu membawa Rey ke tumpukan batu yang tak jauh dari danau dan mereka duduk dengan santai di sana.

Bersambung....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top