Chapter 32

"Naj, ternyata lo sepinter ini dalam hal kimia dan fisika! Kenapa lo nggak jadi ilmuan aja?" tanya Rey sambil memasukkan setetes cairan ke dalam tabung percobaan.

Najwa terkekeh geli ketika mendengar penuturan Rey.

"Awalnya gue benci banget sama kimia dan fisika. Gue heran kenapa kita harus ngitung sesuatu yang sulit buat di hitung. Apel jatuh diitung, meja geser diitung, sampe jumlah air pun diitung.

"Menurut gue waktu itu, dua pelajaran itu nggak masuk akal, tapi temen gue Ara selalu bisa ngajarin gue kimia dan fisika pake cara yang mudah, bahkan gue lebih ngerti di ajarin sama dia daripada sama guru dan dosen gue."

"Sekarang?" tanya Rey yang masih setia untuk mendengarkan penjelasan Najwa.

"Sekarang, gue malah suka banget sama kimia dan fisika, gue pikir dulu kimia dan fisika itu nggak akan berguna di kehidupan gue, tapi ternyata itu berguna banget!"

"Hebat banget ya, Ara, dia bisa buat seseorang yang nggak suka kimia dan fisika jadi jago banget buat merancang sesuatu yang berhubungan dengan kimia dan fisika!"

"Iya, lo bener banget, tapi setelah lo pergi, ada kejadian yang luar biasa antara gue, Naura, dan Ara."

"Kejadian apa?"

"Terlalu panjang buat gue ceritain, Rey. Nanti kalo kita lagi santai, gue ceritain semuanya, deh!"

Rey pun mengangguk setuju.

Setelah beberapa lama mencoba untuk mencampur berbagai macam liquid, serum buatan mereka pun akhirnya jadi.

"Mrs. Anne, makasih banyak atas bantuan anda untuk kami berdua," kata Rey sambil tersenyum.

Najwa lalu memeluk Mrs. Anne. "Nona, makasih ya karena udah ngajarin kita buat ngrancang semua ini," ungkap Najwa.

"Iya sama sama, Naj."

"Oh, iya, Rey! Saya rasa kalau Najwa nanti bisa bekerja di salah satu kantor penelitian papahmu, dia hebat dalam merancang sesuatu yang berkaitan dengan penelitian ilmuwan," saran Mrs. Anne.

Rey mengangguk sambil tersenyum tipis. "Pasti, Miss."

Rey dan Najwa kemudian pergi untuk menemui Ansabella, Raksa, dan Syam di laboratorium yang lain. Mereka sudah siap untuk menghadapi Kevin dengan serum yang baru saja mereka buat, tapi keduanya tak sadar, kalau Kevin sedang mengawasi mereka.

"Sebelum kalian berhasil buat ngerencanain hal buruk itu buat gue, gue bakal lebih dulu untuk melenyapkan orang yang kalian sayang. Rey, sudah waktunya bagi Ririn buat pergi dari dunia ini."

*****

Kevin menatap Ririn yang ada di dalam kapsul dengan mata yang berpendar merah terang.

"Kau cemburu padaku karena suamimu lebih banyak menghabiskan waktu di laboratorium daripada duduk di ruang tamu bersamamu. Nyonya Ririn, kau yang memulai semuanya dari awal.

"Kalau saja waktu itu, kau tak menyuntikkan serum perusak dan juga memberiku virus setiap bulan, mungkin setidaknya kau masih melihat kehidupan suamimu. Setidaknya sampai MadCow-30 itu membunuhmu secara perlahan."

Kevin membuka kapsul itu dengan menggunakan kekuatan petir yang dia punya. Dengan cepat, robot itu segera menarik Ririn dari kapsul dan membawanya pergi.

"Akan lebih baik jika aku ataupun kau lenyap dari dunia ini untuk selamanya. Sudah cukup aku membuat banyak kekacauan."

Mata Kevin berpendar biru redup ketika melihat cincin pertunangan antara dia dan Najwa.

"Kau juga perlu untuk hidup bahagia tanpaku, Naj. Aku mungkin hanyalah seorang robot, tapi aku tercipta dengan memiliki sensor rasa yang sangat sensitif. Aku menyukaimu dan mungkin aku mencintaimu. Good bye, my princess."

Kevin melepas cincin pertunangannya, lalu mencium cincin itu dengan cukup lama dan meletakkan cincin itu di atas meja laboratorium.

"Mrs. Anne dan Najwa masih bisa merancang gelang itu lagi dan aku akan tetap membawa ini."

Kevin mengedarkan pandangannya untuk mencari di mana Syam dan Raksa telah menyembunyikan bahan peledak. Kali ini, dia juga akan membawa jenis bahan peledak yang sama dengan yang pernah dia gunakan untuk melenyapkan Brasdan. Robot itu menemukan tempat persembunyian bahan peledak menggunakan sensor pencarian. Ia segera memasukkan bahan peledak itu ke dalam tas yang dia bawa.

"Selamat tinggal semuanya ..."

Kevin menggendong Ririn dan menenteng tas berisi bahan peledak untuk segera masuk ke dalam black hole yang telah dia buat.

Tepat saat portal Kevin menghilang, Ansabella sampai di laboratorium.

"SIAL!! aku bahkan telah kehilangan jejak Kevin."

Mata Ansabella berpendar merah terang dan menemukan sebuah cincin emas dengan ukiran inisial nama 'K&N'.

"Bukankah ini cincin sama yang juga digunakan oleh Najwa?" ucap Ansabella heran.

Saat Ansabella tengah sibuk menganalisis cincin, Syam dan Raksa datang dengan tiba-tiba.

"Bagaimana Ansabella? Apa Kevin berhasil kabur?" tanya Raksa sambil terengah-engah.

Ansabella menoleh ke arah Raksa, lalu memberikan cincin emas yang dia temukan pada pria itu.

Raksa menerima cincin itu dengan shock. Pria itu lalu menatap Ansabella dan Syam secara bergantian.

"Ini adalah tanda yang buruk, robot itu benar-benar akan berbuat nekat. Kita harus pergi mencarinya sekarang!" ucap Raksa dengan panik.

Syam mengernyitkan dahi tanda bingung dengan ucapan Raksa. "Apa maksudmu, Sa?" tanyanya penasaran.

"Syam, kau pasti tahu tentang kepribadian Kevin selama ini. Robot itu tak akan pernah sekalipun melepas apa yang sudah menjadi miliknya jika bukan karena dia ingin melakukan sebuah hal yang besar. Dia melepas cincin pertunangan dan membawa Ririn bersama sepaket bahan peledak. Kita harus segera menemukan dia!!"

Syam menganga lebar dan mematung, sementara Ansabella yang sudah dapat memahami apa yang Raksa bicarakan, dia buru-buru pergi dari laboratorium untuk mencari keberadaan Kevin.

"AYO SEKARANG KITA PERGI JUGA DARI SINI, SYAM!!"

Raksa berdecak kesal ketika melihat Syam yang terlihat masih mematung. Pria itu memilih untuk meninggalkan temannya di laboratorium sendiri.

"Dia bahkan bergerak lebih cepat daripada yang kubayangkan sebelum ini. Apa dia akan benar-benar pergi?"

.

.

.

.

Kevin sudah sampai di tempat sama persis dengan tempat yang menjadi saksi pembunuhan Brasdan. Tempat yang sekilas mirip dengan salah satu jalan di Las Vegas.

"Sebentar lagi kau akan segera bertemu dengan suamimu di Alam Baka, Nyonya."

Kevin meletakkan Ririn di atas batu agar bisa lebih leluasa untuk merakit bahan peledak dengan cepat.

Ririn membuka matanya secara perlahan saat merasakan punggungnya yang terasa begitu panas. Dia mendapati Kevin yang sedang sibuk mengatur waktu sebuah bahan peledak. EH?!! Bahan peledak?!!

"Vin, hentikan semua yang sedang kau lakukan saat ini. Apa kau ingin mati?!"

Kevin menghentikan tugas tangannya, lalu menoleh ke arah Ririn. Mata robot itu berpendar merah terang.

"Nyonya, bukankah kau yang ingin aku lenyap? Hari ini aku akan melakukan apa yang sudah menjadi keinginanmu. Aku juga akan mengantarmu untuk menemui suamimu karena kau pasti sudah sangat rindu dengannya," jawab Kevin enteng.

Ririn melotot dan memandang Kevin dengan pandangan yang shock. Wanita itu pun kemudian segera beranjak dari atas batu dan mencoba untuk mengambil paksa bahan peledak yang ada di tangan Kevin.

"Jangan mengganggu pekerjaanku, Nyonya. Lagipula, waktumu juga tak akan bertahan lama. Kau mengidap penyakit langka dari tahun 2030 di dimensi waktu dari dunia kehidupan Syam dan Raksa. Aku janji jika ini hanya akan berjalan sebentar saja. Sebentar lagi, kau akan segera dipertemukan dengan suamimu."

Kevin kemudian mengikat Ririn dengan tali listrik yang dia punya, lalu melanjutkan kembali pekerjaan tanpa mempedulikan umpatan dari Ririn. Hanya dalam beberapa menit, bahan peledak pun sudah aktif.

Kevin meletakkan bom yang memilih durasi 60 detik pada tas dan kemudian meletakkannya di bawah kaki Ririn yang terlihat tak menapak karena masih tertahan oleh Kekuatan dari Kevin.

Kevin duduk di dekat bahan peledak dengan tidak sabaran.

"APA KAU SUDAH GILA?! KAU BENAR-BENAR INGIN MATI?"

Kevin tersenyum miring, lalu mendongak untuk melihat wajah Ririn yang panik.

"Kau yang memulai semuanya, Nyonya. Kalau saja dulu kau tak berniat untuk menghancurkan diriku, mungkin hari ini kau masih ada di laboratorium. Aku tak bisa diperbaiki oleh apapun, bahkan gelang milik Najwa yang kukira bisa membantu, ternyata juga sama saja hasilnya.

"Nyonya, kau pikir aku tak tahu, siapa orang yang pertama kali merusak sistemku? Aku tidak sebodoh itu. Karena sekarang aku akan semakin rusak dan bisa mati kapan saja, aku memilih hari ini untuk mati bersamamu. Bukankah aku baik?"

Ririn meronta-ronta dari ikatan yang dibuat Kevin. "KAU ROBOT TERBURUK!! KAU TAK WARAS!! KAU BENAR-BENAR KEJAM!!"

Mata Kevin lalu berpendar merah redup. "Kau yang membuatku begini, sekali lagi kubilang, kau yang membuatku jadi begini. Aku jahat karena aku sendiri semakin sulit mengendalikan diriku. Aku akui kalau kau sangat hebat untuk merusak sistemku. Nyonya, untuk apa juga kau hidup jika hanya akan mengacak-acak teknologi yang orang-orang buat. Kau tak pantas hidup, TAK PANTAS!!"

Ririn terengah-engah setelah berteriak, ia kemudian menundukkan kepala dan tertawa. "Kau benar juga kalau bilang aku tak pantas hidup. Iya, aku tak pantas hidup, untuk apa aku hidup jika hanya akan menyusahkan Rey. Aku memang senang mengacau karya suamiku. Iya, kau sangat benar. Namun, apa kau tahu mengapa aku melakukan semua hal itu?"

Kevin menatap Ririn yang terlihat semakin aneh dengan pandangan yang datar.

"AKU INGIN REY YANG MENJADI PRIORITAS HAN, AKU INGIN HANYA ANAKKU SAJA YANG BERHAK MENDAPATKAN PERHATIAN DARI AYAHNYA. KARENA KAU, REY HARUS KEHILANGAN SEMUA PERHATIAN DARI AYAHNYA. KAU ADALAH ROBOT SIALAN!!"

Kevin tertawa kaku ketika mendengar ocehan Ririn yang terdengar semakin melantur. Robot itu lalu melihat hitungan mundur dari bahan peledak yang sudah semakin berkurang.

"Lima ..."

"Empat ..."

"Tiga ..."

"Dua ..."

"Satu ..."

Tepat pada saat hitungan terakhir, ledakan pun terdengar begitu keras. Memekakkan telinga dan menghadang maut. Robot dan manusia itu, hancur dalam sekejap.

Bersambung....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top