Chapter 29
Ara sedang menangis di bangku taman yang pernah ia datangi bersama Ando beberapa waktu lalu. Suasana taman itu cukup sepi sekarang bahkan hanya ada Ara seorang di sana dan karena itulah Ara memilih taman itu untuk menenangkan diri.
"Kenapa nangis?"
Ara terkejut ketika ada seseorang yang menegurnya. "Elo?! Ngapain lo di sini? Bagaimana bisa lo dateng ke sini?" tanya Ara dengan kesal.
"Hah? Ra, lo ini masih bego aja ternyata! Gue bisa kemana pun kalo gue mau!"
Ara mendengkus kesal saat mendengar jawaban dari Kevin. Iya, seseorang itu adalah Kevin.
"Kenapa lo nangis?"
"Bukan urusan lo!"
"Sini cerita ke gue aja."
"Idih, aneh lo!"
"Yeee, malah dibilang aneh, nangis itu gimana sih rasanya, Ra?" tanya Kevin penasaran.
"Rasa Melon!"
"Serius Ra, gue ini sedang nanya."
"Emang lo nggak pernah sedih terus nangis gitu?"
"Gue pernah sedih, tapi gue nggak pernah bisa buat ngeluarin airmata seperti yang lo lakuin sekarang." Kevin reflek menghapus sisa airmata di pipi Ara dan membuat gadis itu mematung.
Jika dilihat dari jarak yang dekat seperti saat ini, Kevin terlihat ampan juga. Dia terlihat seperti Zulfan dengan pesona yang sedikit mirip dengan Ando.
"Lo kelihatan cantik, Ra kalo sedang diam gini," puji Kevin saat menatap Ara yang terdiam.
Ara mengedipkan mata setelah mendengar komentar Kevin dan hal itu pula yang membuat lamunannya buyar begitu saja.
'Huh! Untuk apa gue suka dengan Kevin, jika dia hanya menyukai Najwa saja,' ucap Ara dalam hati.
"Semua orang memang selalu mengakui kecantikan dan kepintaran gue, Vin."
"Hmm ... Elo emang nggak pernah mau kalah ya, Ra," decak Kevin heran.
"Gue nggak akan kalah dari lo yang hanya seorang robot, wleee ... ." ledek Ara sambil menjulurkan lidah dan membuat ekspresi wajah yang konyol.
Mata Kevin berpendar biru terang. "Mau gue tunjukin kekuatan gue lagi?" tanyanya.
"Et et et, nggak perlu, gue udah tau dan terima kasih!"
Canda dan tawa Ara tercipta kembali saat ia berada di dekat Kevin, namun apakah hal itu akan bertahan lama?
*****
Ketika masalah hidup semakin besar dan terasa sulit untuk dihadapi, seseorang biasanya hanya akan memiliki dua pilihan. Terus melangkah atau menyerah.
.
.
.
.
"Rey, kau baik-baik saja sekarang?"
Rey menoleh ke arah suara, lalu tersenyum kecil. "Hal mana yang sedang kau bicarakan, Mister?"
Raksa duduk di sebelah Rey dan menyodorkan secangkir kopi untuk Rey.
"Tentang Kevin, tentangmu, dan semuanya. Sejak kau mengetahui fakta itu, kau jadi murung seperti ini. Kau mencoba untuk membuat Delina memaklumi semua kelakuan Kevin, tapi kau lupa dengan perasaanmu sendiri."
Rey menerima kopi yang Raksa berikan, kemudian menghela napas. "Aku tidak baik-baik saja sekarang, semua hal buruk datang secara bersamaan. Aku kehilangan papah, kehilangan mamah, dan juga kehilangan Kevin. Cukup diriku yang merasakan kemalangan ini, jangan dengan orang lain juga. Cukup diriku yang terluka, jangan orang lain juga. Mr. Raksa, ini adalah masalahku dengan Kevin, biarkan aku menyelesaikan ini tanpa campur tangan kalian semua.
"Semuanya berawal dari papah yang mencoba untuk membuatkan seorang sahabat lain ketika Zulfan dan Ando tak ada di sisiku. Kalau saja waktu itu papah mau menunggu Kevin kembali dari Las Vegas, semuanya tak akan menjadi begini. Mister, tolong katakan pada temanmu dan juga Ansabella. Katakan pada mereka agar tidak ikut campur dalam masalahku kali ini," ucapnya panjang lebar.
Rey beranjak dari bangku, lalu memilih kembali ke kamar untuk mandi. Hari sudah mulai sore dan dia juga harus segera pergi untuk menemui Mrs. Anne di kantor pusat penelitian kota.
.
.
.
.
"Selamat sore Mrs. Anne ..."
"Selamat sore juga, Rey. Bagaimana? Apa kau sudah yakin untuk membuat serum itu?"
Rey tersenyum tipis. "Lebih cepat itu lebih baik. Kevin sudah semakin kuat ketika tadi pagi menemui saya dan iseng mengikat saya dengan listrik. Setau saya, kekuatan Kevin harusnya semakin melemah karena sudah digunakan dalam waktu yang lama dengan virus yang semakin menyebar ke dalam komponen tubuhnya yang lain."
Mrs. Anne mengangguk paham. "Aku sudah melihat rekaman CCTV di depan yang tadi siang Syam tunjukkan padaku. Rey, dia sudah membuntutimu sejak kau datang ke sini dengan Zildan yang menguasai tubuhku. Dia sedang merencanakan dan juga sedang mempertimbangkan sesuatu.
"Ngomong-ngomong bagaimana dengan keadaan Najwa sekarang. Aku khawatir karena waktu itu aku jarang mendampinginya ketika sedang merancang gelang agar dapat kembali ke asalnya."
"Dia dan Bella adalah alasan saya untuk menemui anda di tempat ini. Kevin ingin mengambil Najwa karena dia ingin menikahinya dan ingin mengambil Bella untuk dijauhkan dari saya. Tak heran pula jika Zildan sempat muncul ketika saya tidak dapat mengendalikan emosi dalam diri saya."
Mrs. Anne lagi-lagi mengangguk, lalu segera mengajak Rey untuk pergi ke ruangannya agar dapat membahas rencana mereka tanpa merasa was-was.
.
.
.
.
"Ndo, Tante Ririn baru aja nelpon kita dan bilang agar kita segera kembali ke Jakarta. Robot AI Om Brasdan akan kembali seminggu lagi dan Tante Ririn khawatir dengan keadaan anaknya di sini. Bagaimana gue harus bilang kalo anaknya ilang, Ndo?" ucap Zulfan dengan panik.
Ando menatap Zulfan dan langsung menarik tangan pemuda itu untuk duduk di sampingnya. "Fan, kalo lo mondar-mandir kayak setrika, gue yang pusing ngelihatnya. Memangnya kenapa kalo kita nggak jawab aja dengan jujur? Tante Ririn juga ilmuwan, tentunya dia nggak akan terlalu kaget dengan kejadian ini dan lagipula yang akan segera dateng ke Jakarta 'kan hanya sebuah robot. Apa susahnya? Apa perlu gue yang ngomong?"
Zulfan mendelik tak percaya, lalu buru-buru mengamankan ponsel agar Ando tak bisa menjangkaunya.
"Tante Ririn emang seorang ilmuwan, tapi dia juga seorang ibu yang pasti akan panik saat mendapati bahwa anaknya hilang. Sedangkan Om Brasdan bukanlah manusia, tapi dalam catatan negara tuh robot adalah ayah Rey. Otomatis tuh robot juga punya kewajiban untuk mengurus anak dari Om Brasdan. Lo mau kena tonjok gegara kita gagal buat njaga Rey? Gue mah ogah ya! Dahlah, gue mau mandi dulu."
Ando menatap tingkah Zulfan yang terlihat rempong dengan kening yang berkerut.
"Kenyataannya emang gitu, 'kan? Kevin dateng ke sini buat mengacaukan keadaan, Rey ikut dia, Ansabella nyusul Rey, Ara pulang dulu karena kesalahan gue, Gelang Najwa juga malah katanya udah dibuang. Keadaan kita semua kacau dan sedang butuh bantuan, jadi apa yang salah dengan hal itu?"
Ando menghela napas, lalu menyibak rambutnya ke belakang dan memutuskan untuk keluar dari kamar. Pemuda itu memilih untuk mendiskusikan hal ini dengan Najwa dan Naura.
Namun, saat baru sampai di depan pintu, Ando melotot kaget ketika mendapati Kevin yang sedang menginterogasi Naura dan Najwa dengan Ara yang berdiri di samping pria itu.
Kevin mengikat kedua gadis itu dengan sebuah tali kuning tipis bercahaya yang mirip dengan listrik. Pria gila itu terlihat sangat songong di mata Ando.
"Aliran listrik akan teredam jika kita tidak menggunakan sesuatu yang bersifat menghantarkan listrik, tapi masalahnya kekuatan Kevin sangatlah besar. Apa yang harus kulakukan sekarang?"
Ando menatap cemas pada Naura yang terlihat sedang beradu mulut dengan Ara. Apa mereka akan bertengkar lagi?
Bersambung....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top