Chapter 27

"Kevin adalah robot pertama yang diciptakan ayahmu sebelum Delina. Dulu dia begitu berharga bagi Brasdan, hingga tiba-tiba hal yang buruk terjadi pada mereka. Ilmuwan dari Las Vegas yang juga adalah rival dari ayahmu berhasil menyelundupkan sebuah virus berbahaya yang membuat kerusakan pada sistem yang ada di dalam tubuh Kevin.

Robot ayahmu mulai bertingkah aneh dan sering kehilangan kendali. Ayahmu akhirnya membawa Kevin ke Las Vegas untuk diperbaiki. Butuh waktu lama, sampai akhirnya Brasdan menciptakan Delina dan mulai memperkenalkan robot itu pada dirimu." Syam memberi jeda dan menghela nafas dalam-dalam.

Syam lalu melanjutkan, "Brasdan adalah orang yang pelupa dan ia bahkan sampai tak ingat dengan keadaan Kevin di Las Vegas. Kevin yang diciptakan ayahmu itu memiliki sensor rasa dan itu yang membuat Brasdan jadi terjebak sendiri dalam apa yang ia kembangkan. Kevin masih menahan diri dan menjaga keluarga kalian dari jauh hingga berita tentang MadCow-30 sampai juga padanya. Kevin prihatin dengan keadaanmu yang sudah memiliki kepribadian ganda dan masih juga harus menerima MadCow-30 menetap ditubuhmu. 

"Dia berusaha untuk mencari jalan keluar, tapi tak ada jalan lain yang bisa dipilih selain kematian. Saat MadCow-30 sudah terlalu lama di dalam tubuh seseorang, virus mutasi itu membuat penderitanya gila karena terlalu sakit untuk menahan sakit yang terasa seperti mengalir di tubuh mereka. Syaraf penderita perlahan rusak dan membuat mereka mati secara perlahan. Rey, itu bukan hal yang diinginkan Kevin, robot itu perasa. Hanya saja, karena kesalahpahaman atau karena terlalu lelah untuk menjadi robot yang sabar, Kevin berubah total."

Rey menyeka airmata di pipinya dan berpikir kalau hidupnya benar-benar seperti potongan sebuah film.

"Kevin mungkin terlihat jahat, tapi dia tidak ingin keluarga kami terluka lebih lama. Dia sudah berusaha keras ..."

Syam menghela napas dan mengangguk pelan. "Kevin jatuh cinta pada Najwa yang kami bawa ke sini, tapi ternyata Najwa lebih memilih Raksa. Kau tahu, Rey? Kevin benar-benar sulit untuk dikendalikan ketika jatuh cinta.

"Sensor rasa yang ia miliki, terlalu besar untuk menguasai seluruh sistemnya. Sama seperti manusia yang sering kali tak mampu untuk menahan diri saat patah hati, Kevin juga berubah karena Najwa lebih memilih Raksa."

Semua hal yang sudah Syam jelaskan membuat Rey benar-benar bingung dengan apa yang akan dia lakukan untuk ke depannya. Bagaimana ia akan menghadapi semua hal itu sekarang?

"Rey, temuilah Delina setelah kami istirahat. Dia ingin mengatakan sesuatu yang penting padamu," pinta Syam sebelum beranjak dari sofa untuk kembali bekerja.

Rey mengangguk lemah dan kembali merenungkan fakta yang baru dia ketahui sekarang.

"Aku harus kuat untuk menghadapi semua hal ini, tapi apa aku bisa?"

.

.

.

.

"Kamu nunggu lama, Rey?"

Rey mendongak dan tersenyum lebar saat Ansabella sudah datang.

"Kamu apa kabar? Sudah cukup lama kita nggak bertemu. Apa selama ini kamu baik-baik aja?" ucap Rey sambil menggenggam tangan Ansabella dengan khawatir.

Mata Ansabella berpendar biru redup. "Aku rindu kamu, Rey. Dulu kita sangat deket, tapi sejak beberapa hal terjadi, kita harus berpisah. Rey, sebelumnya aku minta maaf jika apa yang akan aku katakan punya kemungkinan besar untuk buat kamu semakin sedih.

"Namun, aku harus memberitahukan ini pada kamu lebih awal agar saat hal itu terjadi, kamu nggak akan merasakan sedih yang berlapis. Rey, kau tahu? Aku dan kedua ilmuwan itu sedang merancang alat agar bisa menghancurkan Kevin."

"Sistem yang ada di tubuh robot itu sudah tak bisa kami perbaiki lagi. Virus yang dulu pernah masuk ke dalam tubuh Kevin ternyata masih tersisa. Awalnya Kevin sudah bisa kembali beroperasi dengan normal, tapi karena dia terlalu sering aktif dan jarang untuk melakukan pembersihan pada sistem, virus yang tersisa berkembang menjadi banyak dan justru menjadi lebih ganas dari sebelumnya.

"Peng-upgrade-an di Las Vegas mungkin membuat robot itu semakin kuat, tapi sayangnya hal itu juga memiliki efek samping untuk Kevin. Virus yang tersisa harusnya sudah jinak dan sedikit, tapi karena sensor rasa dari robot itu merespon keadaan sekitar dengan cara yang berlebihan, itu membuat sistem software Kevin bekerja terlalu keras dan menimbulkan error."

Rey melepas genggaman tangannya dari Ansabella. "Tapi selama ini Kevin sudah berusaha dan bekerja banyak untuk keluargaku, Bel. Sebelum dan sesudah kau ada dalam keluarga kami, dia selalu berusaha untuk mendedikasikan dirinya."

Mata Ansabella berpendar merah redup. "Dia yang udah bunuh papah kita, Rey. Kamu nggak inget hal itu?"

Rey mengangguk dan tersenyum sendu. "Aku tahu hal itu dan sejujurnya aku juga marah dengan Kevin, tapi kalo kita berusaha untuk melenyapkan dia, perjuangan papah agar kita menjadi orang yang lebih baik akan sia-sia. Kalo kita dendam dengan dia, itu artinya kita sama dengan mereka. 

"Bel, kita nggak bisa untuk melakukan hal yang buat papah sedih di atas sana. Ketimbang buat alat untuk ngancurin dia, kenapa kita nggak buat alat atau serum untuk ngembaliin dia jadi bener lagi? Kita bisa ngelakuin hal itu, Bel."

"Rey, kamu tuh terlalu baik untuk dunia yang jahat. Kenapa kamu masih begitu baik untuk apa yang sudah Kevin lakukan pada kita?"

Rey tersenyum, lalu merangkul Bella. "Papah yang ngajarin kita buat jadi orang yang pemaaf. Dia selalu bilang pada kita untuk memaafkan kesalahan orang lain karena memaafkan tidak dipungut biaya. Bukankah memaafkan itu jauh lebih mulia daripada kita menyimpan dendam?"

"Oke, oke, baiklah kalo itu maumu, kami akan menuruti keinginanmu. Rey, coba deh kamu tutup mata,"

Rey mengerutkan dahi karena bingung. "Kenapa?"

"Sudahlah, tutup aja matamu sekarang. Sebentar aja ... ."

Rey menghela napas, kemudian pasrah pada permintaan Ansabella.

Ansabella kemudian menatap Rey dengan senyum lebar. Robot itu memajukan tubuhnya, lalu mengecup hidung Rey. Ia langsung beranjak pergi setelah melakukan hal itu.

Rey membuka mata dan menyentuh hidungnya dengan pipi yang bersemu merah.

"Ini bukan pertama kalinya dia mencium hidungku, tapi kenapa aku selalu saja menyukai hal itu? Apa sekarang aku sudah gila?"

*****

Ara masuk ke kamar penginapan mereka, lalu buru-buru memasukan semua bajunya ke dalam koper.

Beberapa lama kemudian setelah Ara menutup koper dan bersiap untuk membawanya keluar dari kamar, Najwa dan Naura datang ke kamar itu. Wajah Ara yang biasanya nampak putih bersih, kali ini terlihat memerah karena menangis.

"Ra, lo mau ke mana!" ucap Naura sambil melepaskan koper yang sedang di pegang Ara dengan paksa.

"Gue mau pergi, mulai detik ini kalian nggak usah urusin hidup gue lagi!" tepis Ara sambil mengambil kembali koper yang terlepas dari tangannya.

"Lo mau pergi, Ra? Silahkan, tapi lo harus balikin gelang gue dulu!" ucap Najwa sambil menahan lengan Ara.

Ara tertawa kecil. "Gelang? Gelang lo yang mana?"

"Heh! Lo nggak usah sok lupa, ya!" sentak Najwa yang hendak mendaratkan sebuah tamparan pada Ara karena geram. Hal itu terhenti karena Naura langsung menarik tubuh Najwa agar sedikit menjauh dari Ara.

"Udah lah, Naj," pintaNaura.

"Hah?! Enak aja lo bilang udahlah udahlah, lo nggak mikir, Nau? Hidup Rey dalam bahaya saat ini dan pengkhianat ini malah nyuri satu-satunya cara buat nyelametin Rey. Lo nggak khawatir?! Rey dari kemaren nggak balik balik, Nau!!" bentak Najwa seraya melirik Ara dengan sinis.

"Heh!! Lo nggak usah sok suci ya, Naj! Sok-sokan mau nyelametin Rey, lo pikir, lo siapa?! Gue nggak percaya kalo lo sekarang jadi manusia sebaik ini. Rey siapanya lo sampek lo mau ngorbanin hidup lo sendiri demi bantu dia?" Balas Ara sambil tertawa remeh.

"ARA!!"

Najwa reflek menampar Ara karena emosi yang sudah tak bisa lagi dia tahan.

"Lo mukul gue untuk nyuruh diam, kenapa? Takut kalah debat sama gue? Bisanya lo cuma gini? Nampar gue pas lo udah nggak punya kata-kata lagi buat ngelawan perkataan gue," ejek Ara sembari menyentuh pipi kirinya yang terasa panas karena tamparan Najwa.

"Ra, gue nggak suka diri lo yang ini, Ra! Cuma gara-gara Ando0 lo berubah total kaya gini, kalo lo mau detik ini juga, gue bisa nikahin lo sama Ando!" ucap Najwa yang sudah sangat bingung dengan jalan pikiran Ara yang berubah dengan sangat cepat.

Seseorang yang bersembunyi tak jauh dari tempat sampah, kemudian menganga tak percaya.

"Hah?! Gila banget tu Najwa, kalo Ara bilang mau gimana?" keluh Ando.

"Diem lo!" tegur Zulfan sambil menjitak kepala Ando.

"Lo pikirin deh, kalo detik ini juga gue nikah sama Ara. Gimana gue nanti?"

"Ya emang kenapa kalo lo nikah sama Ara detik ini juga, salah?"

"Ya nggak salah juga sih, cuman gue mau pesta yang besar, gue mau ngundang semua mantan gue ke pernikahan gue. Kalo langsung nikah detik ini, ya gue ngak siap lah, Fan!"

"Iya-iya, sekarang diem dulu! Entar kita malah ketahuan kalo sedang ngumpet di sini," pinta Zulfan.

Bersambung....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top