Chapter 13

Dimensi lain ...

"Kakak Cantik, kenapa kau tak pernah mau makan dari pemberianku? Kakak tak lapar?" tanya Ririn.

Ansabella tersenyum kecil, lalu menunjuk ke arah matahari yang sedang bersinar terik.

"Sinar matahari adalah makananku, kau tahu 'kan bahwa aku adalah sebuah robot? Aku hanya sedikit bermasalah, jika sudah berhubungan dengan air."

Ririn mengangguk kecil dan tersenyum lebar ketika melihat pendar biru di mata Ansabella, apabila robot itu tengah dalam suasana yang tenang dan mellow.

"Kak, hari ini aku akan mendaftar ke SLTP. Aku deg-degan sekali, Kak," ucap Ririn dengan penuh antusias.

Ansabella mengacak rambut Ririn sebentar. Robot itu lantas berdiri dan mengambil baterai cadangan yang sudah terisi penuh. Ia bisa menggunakan baterai itu, jika cuaca sedang mendung.

Ririn menatap padi yang sedang dia jemur di halaman rumah sambil mengawasi agar ayam-ayam tetangga tak datang dan mematuk padi yang sudah ia jaga.

Ayah dan ibunya memang selalu memberikan uang dalam jumlah banyak agar digunakan untuk keperluan Ririn, tapi gadis itu tak bersantai-santai demi hanya menunggu kiriman uang. Dia gadis periang dan memiliki semangat yang tinggi.

"OYY AYAM, BERHENTI!! JANGAN LARI!!"

Ririn yang sudah sejak tadi mengawasi seekor ayam jago yang fokus mengobrak-abrik padi yang ia jemur, kini berlari cepat untuk mengejar 'si pengacau' sambil membawa sebatang pohon singkong yang sudah dia kupas kemarin siang.

Kelakuan random Ririn membuat mata Ansabella berpendar biru karena merasa terhibur.

"Bella, Bibi udah buatin makanan buat Ririn dan sudah menyiapkan kamarmu agar kau bisa segera tidur. Bibi rasa mesin di tubuhmu sudah sangat panas, karena tadi pagi kau membantu kami untuk memisahkan padi dari tangkainya. Pergilah tidur setelah kau sudah membawa Ririn masuk ke dalam rumah."

Ansabella tersenyum, lalu mengangguk dan kembali menatap tingkah random Ririn.

"Kak Bella, bantuin Ririn dong. Kakak bisa nangkep tu ayam, nggak? Aku dah kesel, kalo tiap hari ngejar tu ayam. Pengen ku goreng aja rasanya," keluh Ririn sambil terengah-engah ketika menghampiri Ansabella yang duduk sambil menunggu baterai terakhir yang dayanya belum terisi penuh.

Ansabella tersenyum, lalu berdiri dan menghampiri seekor ayam jago yang sedang mencoba untuk mengobrak-abrik padi di sebelah kanan rumah. Robot itu mengarahkan telunjuknya dan secara seketika ayam jago itu pun sudah terjaring secara otomatis. Dia mengambil ayam jago yang sudah berada di dalam wadah khusus dan segera memberikannya pada Ririn.

Ririn tersenyum lebar dan menerima pemberian Ansabella dengan senang hati.

"Kalo bukan karena kamu ayam kesayangan Pak Parjo, udah aku goreng kamu hari ini juga," gumam Ririn sambil berjalan ke arah rumah salah satu tetangganya dengan membawa ayam jago yang sejak tadi ia buru.

Ansabella menatap Ririn dengan tatapan yang sulit diartikan. Robot itu mengelus kalung titanium berliontin bintang yang ia pakai dengan penuh perasaan.

"Mamah Ririn, aku harap kali ini, aku dapat menjaga dirimu dengan baik dan bisa mempertemukanmu dengan Papah Brasdan," gumam Ansabella yang membuat pendar matanya berganti warna dengan kuning pucat.

*****

Rey, Zulfan, dan Ando, mempersiapkan barang-barang yang akan mereka bawa untuk tugas dari Bu Celine. Ketiganya memutuskan untuk berangkat esok hari menuju ke tempat kelahiran Mama Ririn.

Mereka berangkat dengan memilih untuk menggunakan bus selama kurang lebih enam jam. Saat berada di dalam bus, mereka bertiga justru ketiduran karena merasa mengantuk dan tak sempat untuk menikmati pemandangan di jalan yang mereka lewati.

"Eh, nggak kerasa udah sampai aja, ya?" ucap Ando ketika baru turun dari bus.

Rey mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

"Lo belum pernah ke sini, Rey?" tanya Zulfan saat melihat Rey, seperti orang yang baru pertama kali datang ke desa.

"Kata Mamah, gue pernah diajak ke sini waktu umur gue masih dua tahun. Cuma sekali aja, karena sejak saat itu, gue udah nggak pernah ke sini lagi," jelas Rey.

"Desanya masih asri banget. Udaranya sejuk," komentar Ando.

"Iya Ndo, beda banget dengan daerah tempat tinggal kita. Maklum sih, ini 'kan desa," sanggah Zulfan.

Mereka bertiga lalu pergi menuju ke penginapan mereka sambil membawa barang-barang mereka.

"Oke, jadi nanti kita bakal mulai dari mana dulu?" kata Rey dengan antusias.

"Kita tidur dulu dong, gue ngantuk banget, nih!" ucap Ando yang kemudian berbaring di atas tempat tidur sambil menutup mata.

"Iya Rey, kita istirahat dulu deh, cape banget, nih!" sambung Zulfan.

Melihat kedua temannya kelelahan, Rey lantas memilih untuk mengalah dan berencana melanjutkan misi atau tugas mereka di esok hari.

Rey sama sekali tidak bisa tidur, dia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan juga membolak-balikkan badan untuk mencari posisi yang nyaman. Lain dengan Ando dan Zulfan yang sudah tertidur pulas, mungkin saja sekarang mereka tengah berada di dalam mimpi.

Karena matanya yang tak kunjung lelah, Rey kemudian memutuskan untuk keluar dari penginapan, sekedar mencari angin segar daripada uring-uringan tak jelas di dalam kamar.

Rey duduk di sebuah sofa yang ada di teras penginapan, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling penginapan dan bergidik ngeri karena suasana yang nampak sepi dan gelap.

"Ada apa, Nak?" tegur seseorang tiba-tiba.

Rey yang terkejut, lantas membalikkan tubuh dan menatap tak percaya pada sosok itu.

"Eh?!" ucap Rey dengan terbata-bata.

"Kenapa malam larut begini kau keluar dari kamarmu?" tanyanya.

"Saya nggak bisa tidur, Kek. Entahlah mengapa, saya tak merasakan lelah setelah tidur di bus tadi siang," jawab Rey.

"Oh begitu, mau saya buatkan teh, Nak?" tawar kakek kakek itu.

Rey menggeleng sambil tersenyum tipis.

"Baiklah kalau begitu, mau saya temani ngobrol?" tawar kakek itu.

Rey masih tersenyum, lalu menganggukkan kepala. "Boleh, Kek," ucapnya dengan senang hati.

"Kamu yang datang bersama dua temanmu tadi, ya?" tanya kakek itu memastikan.

"Eh, iya, Kek," jawab Rey.

"Kamu datang ke sini untuk berlibur?" tanya kakek itu lagi.

Rey menggeleng dan tersenyum sendu, dia sudah lama untuk tak ikut berlibur karena ia lebih sering untuk berada di perkotaan demi mengerjakan tugas yang lumayan banyak. Ditambah dengan sebuah tugas penting untuk mencari Bella, sahabat kecilnya dan seseorang yang berada di balik pembunuhan ayahnya di Las Vegas.

"Saya ke sini untuk tugas kuliah, Kek!"

"Oh, begitu!"

"Kakek sendiri, apa kakek petugas di sini? Soalnya saat datang ke sini tadi, saya belum pernah melihat kakek," tanya Rey dengan heran.

"Saya petugas malam ini, tugas saya hanya di malam hari saja. Jadi, saya kurang di kenal oleh orang yang ada di sekitar penginapan."

"Apa kakek orang asli sini?" tanya Rey.

"Ya, tentu saja, saya orang asli yang lahir dan di besarkan di sini sampai sudah setua ini."

"Mamah saya juga dulu dilahirkan di sini!"

"Kalau boleh tau, siapa nama ibumu?"

"Ririn, Ririn Amora!"

Kakek itu mengernyitkan alis dan terlihat penasaran.

"Ririn, anak yang cerdas itu? Dia tinggal sendiri hanya bersama Liam, karena orangtuanya yang bekerja di luar kota?" ucap kakek sambil mengingat-ingat sesuatu.

"Iya, Kek, itu mamah saya!"

"Ya tuhan, bagaimana dengan kabarnya sekarang?"

Rey tersenyum lebar, "Mamah baik-baik aja, Kek!"

"Kalau keadaan ayahmu bagaimana? waktu itu, saya tidak sempat menghadiri resepsi pernikahan mereka berdua."

"Papah sudah meninggal lima tahun yang lalu, Kek. Beliau mengalami kecelakan di Las Vegas."

"Astaga!!"

Bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top