Tujuh belas
Cara terlambat, sebenarnya tidak akan seterlambat ini kalau saja kakinya tidak sakit dan belam seperti ini. Dia bahkan perlu lima menit dari kamarnya menuju kamar mandi luar dan sekarang perjalanan ke sekolah menjadi puluhan kali lebih melelahkan dari biasanya. Ditambah lagi dia bangun telat tadi pagi.
Kakaknya tidak pulang lagi semalam, Cara yang tidur pukul 2 malam mau tidak mau bangun terlambat. Mandi dan bersiap tanpa sarapan dan kini dia baru saja menghabiskan tenaganya yang sama sekali belum terisi.
Tangannya memegang tongkat penyangga, sisa kakanya yang pernah kecelakaan dulu, Cara harus bersyukur akan hal itu. Berdiri saja Cara tidak manpu tanpa tongkat itu. Rasanya kakinya bener-benar sakit. Karena terkilir dan di injak Avell.
Menyentuh pagar dengan frustasi, Cara menempelkan dahinya pada pagar. Kalau sudah jam segini Cara hafal diluar kepala sikap Pak satpam, dia akan mendadak menjadi orang tuli dan fokus dengan game online yang suka teriak-teriak Enemy has been slain!
"Telat beb?" Cara menoleh kesamping, cowok itu disana, dua hari lalu Cara menginap dengan penuh keterpaksaan dirumahnya. Cara harus mengadakan syukuran ia keluar dengan sehat tanpa kekurangan satu atau dua bagian tubuh.
"Udah telat berapa bulan?" Cara tidak menaikan aksinya tidak paham, sebelum sadar maksud pertanyaan cowok itu, "dih maksud lu apaan?!" Cara melotot tidak terima, Avell ngakak tidak jelas.
Mendekat Cara tahu Avell tidak pernah punya maksud baik saat melihat Cara menderita seperti ini.
Jalanan didepan mereka sepi, mungkin karena ini masih lagi dan rata-rata orang sedang sibuk beres-beres atau bekerja.
Avell melirik satpan yang sibuk dengan game penuh teriakan itu. Menendang tongkat Cara kuat, tongkat itu terlepas dari tangan cewek itu. Terhempas beberapa meter kebelakang, Cara kehilangan keseimbangan nya jatuh kebawah dengan posisi kaki tidak baik yang semakin membuat kakinya tersiksa oleh rasa sakit. Kalau tebakan Cara tidak meleset kakinya akan semakin parah dari yang tadi.
Cara menahan sakit pada kakinya, nafasnya terengah. Apa yang ia harapkan, dia target bully Avell, diperlakukan seperti ini harusnya sudah dapat Cara maklumi.
Avell mengambil tingkat dibelakang Cara, kakinya terangkat, hendak menendang tongkat itu. Sadar Avell akan merusaknya tongkatnya, Cara berseru hendak melarang.
Meski percuma juga, tongkat itu ditendang dan dipatahkan cowok itu dihadapan Cara. Mata gadis itu terbelalak. Antara tidak percaya dan marah.
Ingin bangkit dan memukul cowok itu Cara sadar kakinya terluka semakin parah dan Cara rasa untuk berdiri saja ia akan sangat kesulitan.
Membuang kayu-kayu itu pada tempat sampah besar dipinggir jalan yang belum diambil oleh pengumpul sampah cowok itu mendekati Cara.
"Yah, kaki lu makin parah terkilirnya, Beb." Cara ingin memaki cowok itu. Salah siapa menurutnya, dan ekspresi khawatir yang di buat-buat itu Cara benar-benar ingin merusaknya.
"Kalau kaya gini, gua gak ada pilihan selain selalu ada di deket lu kan Beb, duh modusnya." cowok itu mencubit hidung Cara dengan gemas. Tidak sadar diri siapa yang sebenarnya ingin modus disini. Terlebih lagi, cara Avell untuk modus itu terbilang sadis.
Cowok itu mengangkat tubuh Cara, tubuh besar gadis itu memang terlihat lebih dibandingkan cewek kebanyakan tapi jujur saya bagi Avell Cara terlalu ringan. Gadis itu sepertinya tidak teratur soal makan.
"Bapak, Pak!" Avell memanggil dengan suara yang kelewat lantang. Membuat siapapun terkejut mendengar suaranya, menggendong Cara didepan dadanya dengan tidak peduli.
Satpam itu menoleh, terkejut dengan posisi Cara yang digendong lengkap dengan kakinya yang berdarah, terlihat jelas warna neary darah itu menyebar di kaos kaki putih yang ia kenakan.
"Bukain dong, Pak. Kasihan nih calon pacar saya mau saya bawa ke UKS." satpam itu panik, bergerak cepat membuka pagar. Dia tahu sejak tadi kalau gadis yang digendong Avell itu datang dari tadi. Tapi gak tahu kalau lagi terluka begini.
"Gitu dong, Pak. Makin ganteng deh." Avell mengedip genit kerana satpam yang dibalas dengan gidikan ngeri. Anak remaja itu punya aura berbeda. Gelap dan kelam, orang dewasa yang sudah banyak pengalaman pasti dengan mudah menyadari hal itu.
Siapa yang tidak kenal Avell, remaja yang sering datang tidak tepat waktu itu selalu majeng depan pagar semalam lima menit saat terlambat mengajak sang Pak Satpam bebicara dan minta di masukin. Setelah itu akan menghilang selama beberapa menit dan tiba-tiba aja sudah ada didalam sekolah dan tersenyum dengan lebar kedepan satpam yang melongo.
Avell membawa Cara masuk kedalan UKS, seperti biasa UKS sepi. Kegiatan PMR memang sedikit macet disekolah ini, padahal fasilitas UKS terbilang lengkap. Jadi UKS lebih sering kosong.
Mendudukan Cara disalah satu tempat tidur, Cowok itu berlutut. Membuka sepatu dan kaos kaki Cara. Lebam dikaki Cara semakin parah. Dan sekarang ditambah dengan darah yang berasal dari bagian depan betisnyq, tepat dibagian tukang keringnya.
Trotoar didepan pagar memang tidak begitu mulus. Jadi mungkin kaki Cara tergores beberapa kerikil disana.
Melangkah santai Avell mengambil kotak P3K, mengelurkan kapas, Alkohol dan kain kasa dengan terlatih Avell merawat luka Cara.
Cara bingung, yang membuat kakinya seperti ini tidak lain dan tidak bukan adalah colin yang tampak serius mengurus lukanya ini.
Cara tidak pernah mengerti bagaimana cara Avell berpikir, cowok itu terlalu sulit ditebak. Dan Cara mau tidak mau kebingungan.
Cowok itu menjaga tapi juga menghancurkan.
Dia mengobati tapi juga melukai.
Tidak ada yang boleh melukai Cara tapi dialah yang melukai Cara.
Cara seolah berada didalam sangkar, dia tidak akan terluka tapi tetap tersiksa.
Bingung dengan persaan sendiri, apa dia harus bersyukur atau mengutuk.
Btw, saya lagi UTS, tapi kayaknya banyak yang lupa saya anak SMA dan minta buat cepet di lanjutin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top