Tujuh
Kalau ada Raja pasti Ada Ratu, Misa menunduk tubuhnya bergetar ketakutan, sepasang sepatu merah muda dengan hiasan-hiasan emas berada tepat didepan matanya.
Gadis itu menarik nafasnya, mencoba menenangkan diri. Baru beberapa menit bel masuk berbunyi sekelompok cewek datang ke kelasnya, menarik Misa dengan paksa, membawa gadis itu dengan paksa kedalam WC.
"Udah merasa tinggi?" tubuh gadis itu bergetar, menunduk semakin dalam, tidak berani menyahut, diam mendengarkan gadis didepannya itu dengan takut-takut.
Tubuh Misa menenggang merasakan rambutnya dimainkan.
Sang Ratu tertawa miring, matanya memutar menyadari siapa yang orang-orang panggil saingannya itu hanyalah gadis lemah yang bahkan tidak berani mengangkat kepala menatapnya,
Tubuh Misa didorong menabrak tembok. Manik itu berair, dia benar-benar lemah. Misa membenci dirinya karena itu. Misa benci dirinya yang tidak sanggup membela diri.
Arys.
Tanpa sadar nama itu yang ia panggil dalam hati, tanpa sadar gadis itu mengharapkan kedatangan cowok yang beberapa hari ini mengaku-ngaku sebagai temannya.
Rambut gadis itu ditarik hingga mendongak, Ratu tertawa, Misa tampak kesusahan, berusaha menahan rambutnya agar tidak semakin sakit.
Diluar sana, tepat didepan WC, Arys menyandar mendengarkan segala percakapan didalam sana. Diam entah menunggu apa.
Kepala cowok itu miring, nanti saja. Arys masih menunggu sesuatu, jika tidak kunjung ia dapatkan maka dia akan langsung masuk saja.
"Lu tahu? Raja itu takdirnya sama Ratu bukan sama pelayan rendahan. Pelayan itu harusnya tahu diri, gak bakal pantes buat Raja." air mata Misa tidak mau berhenti, ucapan Ratu benar-benar membuat gadis tidak nyaman dan terganggu.
Arys menjadi Raja bukan kareana dia yang paling kaya, pfttttt, basi.
Bukan karena dia si raja petarung juga, meski semua orang tahu Arys sangat handal dan kuat dalam bela diri, tapi dia tidak terpilih karena itu.
Dia terpilih karena memang tidak pernah ada yang menolak perintahnya, aura intimidasinya kuat, seolah cowok itu lahir hanya untuk mengintimidasi orang.
Dengan mudah merobohkan musuhnya, dan memberikan perintah-perintah yang entah bagaimana tidak dapat ditolak.
"Gak gitu." Misa mencicit, berusaha menatap cewek yang menjambaknya keras, menggeleng pelan.
"Gak gimana maksud lo?" Ratu menarik rambut gadis itu semakin kuat, membuat Misa semakin sulit menahan kepalanya.
"Aku gak deketin dia." Misa berusaha menguatkan suaranya agar dapat didengar oleh cewek-cewek yang menonton dengan senyum remeh sejak tadi.
Kepala Ratu miring, menghempaskan tubuh cewek itu kasar kelantai. Menyorot dengan tajam. Menatap Misa yang terpojok di dinding dengan senyuman keji.
"Jadi maksud lu, dia yang deketin lu gitu?" Tawa beberapa cewek pembully itu pecah, menatap Misa dengan pandangan mengejek.
"Dan lu pikir siapa yang bakal percaya, dia mau deket sama lu? Gua aja mikir itu karena lu guna-guna."
Misa menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat, menolak.
"Aku jujur." Ratu memutar matanya, mengambil air kemudian menyiramkannya ke tubuh Misa. Gadis itu menahan nafasnya, dia dibully lagi.
"Ar~" Misa menyebutkan nama Arys, tidak benar-benar menyebut. Gadis itu takut, dia takut jika menyebut nama itu para cewek di hadapannya itu akan marah dan yang ia harapkan tidak akan muncul.
Diluar sana mata Arys berkilat, ia mendengarnya. Misanya hampir menyebutkan namanya, gadis itu hampir memanggilnya. Senyum miring diwajah pria itu muncul.
Penyadap suara yang ia pasang dibaju cewek itu memang berguna, tidak keliatan karen memang kecil.
Untuk yang pertama ini sudah cukup, setidaknya hampir muncul kepercayaan dihati cewek itu untuk menanggil nya.
Pintu kamar mandi ditendang dengan keras, Arys muncul dengan tangan didalam saku, menatap cewek-cewek didalam sana dengan senyum miring.
"Hallo~, gua telat ya? Lu pada lagi pesta apa kalau boleh tahu?" Suara cowok itu lembut, menyorot dengan mata tenang. Ratu maju mendekati cowok itu.
"Raja, kita ke Pak Ustad ya pulang sekolah, aku takut kamu diguna-guna." Alis Arys naik. Menatap cewek itu dengan wajah menahan tawa.
Namanya Alita, tapi tidak mau dipanggil dipanggil dengan namanya sendiri, cewek itu berteriak memerintakan seluruh orang untuk memanggilnya Ratu.
Arys menatap rendah cewek yang berbicara lembut didepannya itu. Tersenyum lembut menatap cewek itu.
Mendekatkan wajah mereka dengan senyumannya. Mereka bertatapan membuat Ratu hampir melayang melihat senyuman mempesona sebelum senyum itu berubah menjadi wajah datar dengan tatapan sendingin es.
"Jangan mimpi di siang bolong, bahkan meski lu bayar pake ginjal lu. Gua gak kau jalan sama cewek jelek." Arys mengangkat tubuhnya, mendengus melihat tubuh yang kaku akibat ucapannya itu.
Menabrak bahu Ratu, cowok itu melewati cewek itu dengan santai, mendekati gadisnya yang menatap Arys seperti melihat harapan, mata gadis itu berbinar seperti melihat harapan.
"Arys ...." bisikkan Misa masih dapat Arys dengan jelas, cowok itu tersenyum miring puas.
"Arys ...." tangan Misa bergetar, hendak mengangkat tangganya meminta bantuan Arys meskipun akhirnya tertahan karena takut.
"Ya, panggil gua. Jangan takut. Panggil nama gua Misa." Arys jongkok, me sejajarkan tinggi mereka. Mengusap pipi Misa yang basah oleh air bak dan air mata.
Cowok itu mengangkat tubuh gadis perlahan, menggendong tubuh yang bergetar antara dingin dan sisa-sisa ketakutan itu didepan tubuhnya.
"Jangan, basah." Misa hendak menolak, berusaha turun dari gendongan Arys.
"Gak masalah Misa, gak papa." Arys menahan tubuh itu, membuat Misa yang memang sudah tidak memiliki tenaga akhirnya pasrah digendong keluar dari kamar mandi.
Cowok itu menatap salah satu anak buah Ratu dengan mata tajam, "ambil jaket gua dikelas, sekaligus sama celana olah raga gua. Bawa ke UKS."
Cewek yang di tatap Arys itu bergetar, mengangguk cepat melangkah keluar buru-buru pergi ke kelas Arys.
Arys membawa Misa keluar, melangkah meninggalkan WC.
Ratu terengah, matanya memancing tajam menatap cewek yang digendong Arys, tangannya bergerak hendak menyerang Misa, tidak peduli Ada Arys yang sedang bersama cewek itu.
Mata Arys bergerak cepat menyadari serangan tiba-tiba dari Ratu. Dengan cepat tubuh cowok itu menghindar, membuat Ratu hanya menabrak udara kosong dan terjatuh keluar dari WC.
"Jangan macam-macam Ratu, gua bukannya gak bisa copot jabatan Ratu lu, sekali gua bully lo, semua bakal nganggap lu target, dan tebak berapa orang yang benci sama lu sekarang ini." Tubuh Ratu menenggang. Terdiam begitu salah satu fakta Arys ucapan dengan nada dingin. Menyoroti cewek itu sebentar kemudian berbalik pergi.
Di UKS sudah ada jaket dan celana olah rahasia milik Arys, cowok itu tersenyum.
"Ganti baju dulu, gua tunggu diluar."
Misa mengangguk. Arys mengacak rambut basah itu kemudian melangkah keluar. Menutup pintu UKS.
Misa mengetuk pintu UKS ketika sudah selesai berganti pakaian, jaket dan celana Arys tampak sangat besar di tubuh mungil gadis itu.
Arys membuka pintu, menemukan kepala yang menunduk dengan jaket dan celana yang kebesaran.
"Besar." gadis itu berujar memainkan jarinya dengan canggung.
Arys tertawa, mengacak lembut rambut cewek berkaca mata itu.
Membawa cewek itu masuk, mendudukkan Misa di salah satu kursi disamping tempat tidur.
"Tunggu." Arys melepaskan ikat rambut Misa yang memang sudah longgar, melepaskan kaca mata gadis itu. Mendekati lemari mangambil sesuatu disana.
Misa mengikuti semuanya dalam diam, cowok itu kembali dengan handuk bersih.
Misa menahan nafasnya ketika Arys melap kepalanya dengan handuk itu, lembut.
Misa mengerjap, matanya bergerak kesana kemari dengan malu, diam saja ketika Arys mengeringkan rambutnya.
Di otak saya, si Misa kaya gitu model-modelnya. Jangan tanya yang lain. Saya benar-benar bego kalau nyari cast. Bakal lebih baik kalau kalian kasih saran.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top