Tiga puluh Tiga
Memeluk pinggang itu semakin erat, Avell menenggelamkan wajahnya semakin dalam. Perut rata cara terasa begitu nyaman, ditambah detak jantung cewek itu yang terdengar sangat kuat dan jelas.
Menahan tawanya, Avell tahu Cara pasti sudah jatuh cinta padanya. Bukan hanya karena perasaan takut ditinggalkan, tapi cinta yang memang benar cinta. Dia yakin.
Duduk di ruang tamu rumah kumuh Cara, Avell merasa tidak peduli. Asalkan bersama Cara, rumah kumuh ini tetap terasa seperti istana.
Cewek itu tampak tidak peduli, matanya tampak fokus menatap ponselnya, entah menonton apa, bermodal hostpot dari Handphone Avell tentu saja.
Tidak masalah, Avell dengan senang hati akan memberikannya, asalkan Cara tetap mau berada disampingnya.
"Hehehehehehe." Avell terkekeh begitu matanya menangkap telinga Cara yang memerah, wajahnya cukup sulit Avell lihat karena tertutup handphone.
"Kenapa?" Cara berdehem, kemudian bertanya. Tidak sama sekali mengalihkan matanya dari ponsel.
"Beb telinga lu merah tau, percuma nutupin muka." Avell menahan tawa, menggoda cewe itu dengan suara yang di imut-imut kan.
Tangan Cara bergerak meninju lengan cowok itu cukup kuat, membuat si pemilik lengan mengaduh.
Cara ceweknya yang kuat, berapa lama sampai cewek itu akhirnya terlihat lemah didepannya.
Ya, ya, ya Avell tahu cewek itu pada akhirnya sudah jatuh kepadanya. Tapi dia masih terlalu kuat, dia masih entahlah Avell hanya tidak mau hubungannya berakhir seperti orang tuanya. Cara hanya miliknya, Cara hanya boleh berhubungan dengannya, jauh ataupun dekat cewek itu hanya boleh memikirkannya.
Caranya yang kuat, Avell takut karena kemandiriannya Cara berhasil melawan rasa takutnya dan pada akhirnya meninggalkan Avell sendirian.
Avell takut Cara menjadi seperti ibunya yang terlalu mandiri dan seolah tidak memerlukan keberadaan sangat Ayah.
Pelukan pada pinggangnya semakin kuat, sampai terasa menyakitkan. Cara mengduh menepuk-nepuk tangan Avell.
"Sakit-sakit." kekuatan Avell itu entah mengapa terasa yang paling kuat diantara semua orang yang pernah Cara temui.
Cara tahu memang cowoknya itu dirumorkan sebagai monster gila yang tidak dapat diatur oleh peraturan manapun. Namun tetap saja dia tidak menyangka kekuatannya akan semonster itu.
Avell melonggarkan pelukannya begitu pukulan Cara mulai terasa brutal. Cowok itu mengerjapkan matanya terkejut.
Menolehkan wajahnya keatas, menatap wajah Cara yang terengah-enggah.
"Lo kenapa, sih?" Cara bertanya menatap balik wajah Avell. Tatapan dan raut wajah cowok itu terlihat polos dan tidak bersalah, membuat cewek itu semakin bingung. Pelukan tadi terasa seolah ingin menemukan pinggangnya.
"Gua pikir lu bakal ninggalin gua. " Avell berujar pelan, membuang wajahnya kembali menatap seragam yang menutupi perut pacarnya itu.
Alis Cara naik. meninggalkan bagaimana?
"Ninggalin gimana sih Vell, lu meluk gua keceng banget gini, kaki gua udah kesemutan dari tadi aja gua ga protes." Cara memutar bola matanya, omong kosong apa yang cowok itu katakan.
"Eh??" Avell mendongak lagi menatap wajah Cara yang menunduk menatapnya dengan tatapan datar.
Cowok itu mengerjap ngejapkan matanya, kemudian senyum-senyum kecil terbentuk.
"Hehehehehehe." Cowok itu terkekeh lagi.
"Bagus-bagus. menurut lo berapa lama dari kesemutan jadi lumpuh total? Habis itu lu beneran ga bakal bisa kemana-mana. " Wajah itu tampak girang yang dibalas Cara dengan tatapan melotot.
Meninju lengan cowok itu sekali lagi yang dibalas Avell dengan rintihan pelan.
"Udah bagun-bangun gua laper." Cara bergerak hendak bangun, melepaskan tangan Avell yang sudah tidak erat memeluknya.
Bangkit, cewek itu Menatap Avell yang akhirnya merubah poisinya menjadi duduk dengan wajah merajuk.
"Emang di rumah kumuh ini ada makanan, Beb?" Avell bertanya denga wajah polos.
Alis Cara berkedut kesal, cowok ini terlalu frontal, "Ga ada, makanya buruan bangun dan beliin gua makanan."
Avell terdiam menatap Cara, dahinya berkerut tampak memikirkan sesuatu dengan serius.
"Apa?" Alis Cara naik membalas tatapan cowok itu.
"Sekarang udah boleh ga sih, minta cium buat imbalan? Harus berapa hari pacaran dah baru boleh?"
Mata Cara terbelalak mendengar ucapan cowok itu.
"Hah??"
⊙︿⊙
"Hari ini ada kegiatan apa?" Arys merapikan poni Misa yang sedikit berantakan. Memeluk kamus besar didadannya gadis itu diam saja membiarkan Arys merapikan rambutnya.
"Engga ada. Kata Miss Jevelin ditunda karena dia punya kepentingan." Tangan Misa bergerak menaikan kaca matanya yang sedikit melorot.
"Aku ga mau pulang kerumah." Misa gugup menggerakkan ujung sepatunya berputar diatas kramik kelas, Bibi dan Pamannya hanya tau kalau hari ini Misa memiliki jadwal pembinaan olimpiade, jadi jika dia pulang terlambat pasti di wajar kan.
Kekehan Arys terdengar, "emang mau kemana." mengangkat wajah gadis itu agar menatapnya, Arys menempatkan wajahnya persis didepan wajah Misa.
"Kalau liat kamu kayak gini, rasanya pengen ngajak kamu kabur dari rumah aja, terus kita kawin lari." Mata Misa melotot mendengar ucapan Arys yang bener aja.
Mendapat pelototan dari Misa tawa Arys meledak. Cowok itu menyengir mengacak rambut Misa yang tadi dia rapikan.
"Tapi ga mungkin, bisa diburu mati aku Sama Mami karena bawa lari anak orang. Tapiiiii kalo dibawa kawin lari terus dibawa pulang kerumah sih kayaknya ga papa." Cowok itu membantah ucapan sendiri, mengingat bagaimana sifat sang Ibu, seperfinya memang kalau ia membawa Misa pulang setelah menikah diam-diam tidak akan menjadi masalah yang besar.
Tapi tetap saja, Arys ingin kaya raya dulu baru menikahi Misa.
"Hush, jangan ngomong sembarangan." Misa memukul pelan tangan Arys.
"Ya kamu sih, bikin aku mikir aneh-aneh." Merapikan lagi rambut yang ia acak-acak tadi, Arys meraih sebelah tangan Misa menggegam telapak tangan gadis itu, membawa gadis itu melangkah bersama.
"Arys aku mau ngomong." suara seseorang dibelakang mereka bedua membuat Misa menoleh. Tangan kiri Arys yang kosong ditarik kebelakang.
Ada Angel disana menatap Arys dengan mata yang Misa tidak mengerti apa artinya.
Menaikan alisnya, Arys bertanya tanpa kata.
Angel melirik Misa sebentar, dengan tatapan sinis. "Aku yakin Raja, kamu ga mau aku ngomong ini didepan dia."
Melirik kearas Arys, wajah cowok itu mengeras. Misa mengigit bibirnya, entah bagaimana merasa khawatir, Arys jarang sekali menunjukan ekspresi selain senyum lembutnya didepan Misa.
"Besok aja, gua mau ngedate." Wajah itu kembali datar, aura yang tegang itu hanya terasa dalam sedetik sebelum akhirnya menghilang.
"Tap-"
"Besok Angel." Suara tegas Arys membuat Misal tersentak, begitu pula Angel yang langsung melepaskan tangannya.
Tanpa kata Cowok itu melanjutkan kembali langkahnya, membawa Misa ikut tanpa melepaskan genggaman tangan mereka.
"A-angel kenapa?" Misa mendongak, menatap Arys sedikit takut.
Cowok itu menunduk menatap Misa sebentar, kemudian memberikan senyumannya.
"Ga tau, ganggu aja."
Sudah berapa bulan? Ehe saya ga inget ヽ(´ー`)┌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top