Sembilan belas

Bel pulang berbunyi, Cara membereskan semua buku-bukunya. Bagus! Sekarang bagaimana caranya untuk pulang. Tongkatnya sudah dihancurkan oleh Avell tadi pagi. Dan dia benar-benar tidak punya cadangan.

Beberapa menit setelah itu, Cara hanya duduk diam didalam kelasnya sampai kelas benar-benar sepi.

Memandang sekeliling, Cara mengigit bibirnya, mengangkat tubuhnya berusaha berdiri dengan satu kakinya. Menurunkan kaki sebelahnya, Cara hampir memekik ketika rasa sakit menyerang.

Nafasnya terengah, tapi Cara tidak punya pilihan.

Satu langkah.

Dua langkah.

Cara terjatuh berlutut dilantai jujur saja rasanya dia tidak sanggup. Menarik nafasnya Cara ingin menangis, sayangnya mata nya tidak mau menjatuhkan cairan bening itu.

Dua pasang sepatu yang sudah Cara hafal milik siapa berada tepat didepan matanya.

"He~"

Mendongak mata Cara bertemu dengan mata cowok itu, Avell berdiri menjulang dengan pandangan mencemooh.

"Lo nyambut gua, Beb?" Senyum Avell saat ini tidak cocok sama sekali dengan senyum menyeramkannya.

Cowok itu menghela nafas, jongkok menyejajarkan tubuhnya dengan Cara yang memandangnya diam. Tersenyum kecil, ketika menyadari gadis itu menatap penuh kearahnya.

"Gua suka elo, Beb." bibir cowok itu mengerucut. Menatap Cara dengan wajah merengut.

"Lu nembak gua kapan sih Beb, jangan gantungin perasaan gua mini." Cara mendelik tidak percaya, yang benar saja. Untuk apa juga Cara melakukan hal itu.

"Pulang yuk, Beb. Kita kencan."

Cara menggeleng tegas, "tidak mau!"

Alis Avell naik, menatap Cara dengan senyum manis yang Cara sudah hafal artinya yang tidak semanis senyuman itu.

"Emangnya lu bisa nolak?" Avell mengangkat tubuh gadis itu santai, dan tentu saja Cara memberontak, tubuhnya memberontak merasa turun. Untuk ukuran tubuh Cara, tentu saja Avell tetap kesulitan menahan pemberontakan gadis itu.

"Cara diam!" Suara Avell naik beberapa oktaf, tapi Cara tidak mengindahkannya sama sekali.

Dalam beberapa detik yang tidak sempat Cara sadari tubuh gadis itu sudah terimpit di dinding, Cara terkejut, kakinya melilit pinggang Avell dengan erat tanpa sadar.

"Jangan berontak, cium nih." Cara memundurkan kepalanya yang sebenarnya sudah mepet di dinding.

Avell terkekeh, membawa Cara tanpa merubah posisi mereka.

Cara malu setengah mati, menenggelamkan wajahnya pada bahu Avell membuat cowok itu terkekeh.

Melangkah menuju sebuah mobil yang terparkir, Avell memasukan Cara kedalam.

Menepuk kepala Cara pelan, cowok itu tersenyum.

"Gua pergi bentar, jangan kabur. Gua udah siapin borgol ditas kalau lu macem-macem."

What!

♣♥♠♦

Menyoroti gadis yang lebih pendek darinya Cara sadar dia tidak sendiri didalam mobil itu.  Cara menaikan alisnya menyadari cewek itu takut terhadapnya.

Menggaruk pipinya yang tidak gatal, gadis itu bingung harus memulai dari mana. Mereka ada didalam mobil berdua, Cara dan gadis berkacamata yang kalau tidak salah ingat namanya Misa.

Gadis yang diangkat dari kasta terendah oleh sang Raja sendiri, Arys.

Jadi, saat ini Cara bersama Ratu tidak sah sekolah. Yah, secara nyata itu karena Arys memperlakukan Misa bagai Ratu. Jadi dia Ratu tidak sah disekolah ini.

Mengingat sosok yang memegang tahtah Ratu disekolah beratakan itu sudah dimiliki oleh orang lain, si cewek tukang bully.

Ada terlalu banyak hal yang tidak bisa Cara mengerti tentang dirinya sendiri, salah satunya kenapa dia harus menuruti Avell untuk berada didalam mobil ini menunggu cowok itu bersama Misa.

Mungkin jawabannya adalah kakinya yang terkilir dan belam, dengan fakta bahwa Avell sendiri-lah yang melukainya.

Cara tidak bisa melawan cowok itu, dia tidak bisa kabur kemanapun degan kaki yang terluka, seharian ini dia benar-benar bergantung pada Avell.

Misa bergerak, mencari posisi nyaman didalam mobil, menunggu Arys yang katanya ada urusan sebentar.

Menyenggol gadis tinggi disebelahnya, Misa terkejut ketika gadis itu mengaduh.

"Maaf! Aku gak sengaja." menunduk dengan rasa takut yang kentara, Cara terkejut dengan respon gadis itu yang sedikit berlebihan.

Tubuhnya gemetar, dan Cara tidak mengerti bagaimana cara menenangkan gadis itu.

"Ti-tidak apa-apa!" Misa berseru nyaris berteriak, memegang bahu gadis itu bingung. Dengan fisik besar untuk ukuran gadis biasanya, gadis itu dengan dirinya jelas terlihat sangat kontras.

Misa, si gadis cantik berkulit putih dengan tubuh kurang tinggi itu terlihat manis dancantik.

Berenda jauh dengan Cara, dengan tubuh tinggi dan kulit coklatnya, dia bahkan tidak terlihat seimut Misa.

Yah, kedua cowok kembar itu tidak identik, mungkin karena itu juga selera mereka berdua berbeda.

Dibandingkan Arys, Avell benar-benar terlihat sadis dan kejam. Cara mulai memikirkan betapa beruntungnya Misa.

Misa menunduk, Cara tentu saja terlihat seperti gadis-gadis tukang bully dengan postur tubuhnya yang terlihat padat dan terawat. Meski sebenarnya itu karena Cara yang bekerja serabutan dihari sabtu dan minggu.

"Kaki gue emang udah luka dari awal, jadi santai aja." Cara berusaha berbicara selembut mungkin. Mungkin Gadis ini trauma akan akan pembullyan yang ia alami, Cara takkan berkomentar soal itu.

Dia pernah menjadi target bully, dan jujur saja Cara takkan sanggup kalau harus menghadapi hal itu untuk kedua kalinya.

Saat ini berhadapan dengan Avell saja sudah sangat merepotkan untuknya.

Gadis itu memandang Cara dengan rasa bersalah, menunduk menatap kaki gadis tunggi itu. Dan benar saja, kaki dengan kulit sawo matang itu memiliki belam ungu yang besar.

Mata Misa terbelalak, kaki gadis itu benar-benar terluka parah.

"Kenapa bisa sampai kayak gini?" gadis berkacamata itu berujar terkejut.

Cara tersenyum dengan sedikit paksaan. "Gua gak sengaja diinjek sapi gila."

Mata Misa terbelalak lebar, diinjak sapi?!

"Sungguh?!" gadis itu berseru dan Cara ingin tertawa menyadari gadis itu menganggap serius ucapannya.

"Ya, sapi gila."

♣♠♦♥


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top